Minggu, November 24, 2024

Mengupas Etika Lingkungan dalam Film Avatar

Nabilah Zulfah Ramadhani
Nabilah Zulfah Ramadhani
Mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor dengan konsentrasi pada studi terkait Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan
- Advertisement -

Sejak dirilis pada tahun 2009, Avatar hingga kini masih mengantongi gelar sebagai box office movie nomor 1 sedunia. Film Avatar meraih total pendapatan kotor sebesar 2,9 miliar dolar AS. Tiga belas tahun berlalu, James Cameron-sang sutradara, akhirnya merilis sekuel film legendarisnya dengan judul Avatar 2: The Way of Water. Film keduanya kini berlomba untuk meraih kesuksesan besar seperti film sebelumnya.

Tercatat bahwa sejak dua minggu rilis, Avatar 2 kini telah mendapatkan laba kotor sebesar 1 miliar dolar AS. Pencapaian itu menjadikan Avatar 2 sebagai film tercepat yang masuk ke dalam deretan box office movie selama tahun 2022 menurut Variety.

Berkaca dari kesuksesannya, film Avatar 1 dan 2 memang menyajikan jalan cerita yang bagus. Selain itu, penonton juga dimanjakan dengan keindahan alam Pandora yang dibuat dengan teknologi CGI canggih.

Namun, film fiksi ilmiah ini juga sarat akan pesan ekologis di dalamnya. Ada Kaum Na’vi yang memiliki hubungan erat dengan alam, sedangkan ada kelompok manusia yang memandang alam Pandora sebagai high value resources.

Kedua kubu tersebut menampilkan cara pandang dan perilaku manusia pada umumnya terhadap alam semesta, yang kemudian disebut sebagai etika lingkungan. Setidaknya, terdapat dua etika lingkungan yang populer, yaitu antroposentrisme dan ekosentrisme. Kedua etika tersebut dapat cukup jelas terlihat pada film Avatar 1 dan 2.

Antroposentrisme dan Kerusakan 

The Hallelujah Mountains (The Floating Mountains-Pegunungan Mengambang) di Pandora efek dari adanya materi unobtanium
https://www.imdb.com/title/tt0499549/mediaviewer/rm2294568960/

Dalam film Avatar 1, kelompok manusia yang tergabung dalam RDA (Resources Development Administration) datang ke salah satu satelit dari Planet Polyphemus. Satelit tersebut bernama Pandora, yang pada akhirnya, diketahui bahwa Pandora kaya akan material super langka dan sangat berguna bernama unobtanium.

Walaupun Kaum Na’vi memiliki semacam hukum adat (customary law) yang tidak memperbolehkan adanya pertambangan apapun di Pandora, kelompok manusia tetap memutuskan untuk mengeksploitasi unobtanium dengan berbagai cara. Puncak konflik antara manusia dan Kaum Na’vi pada film Avatar 1 adalah ketika kelompok manusia dengan sengaja menghancurkan The Tree of Voices, salah satu tempat sakral bagi Kaum Na’vi.

Cara pandang kelompok manusia terhadap unobtanium termasuk dalam etika lingkungan antroposentrisme. Etika antroposentris sendiri digambarkan sebagai cara pandang ketika manusia menempatkan dirinya lebih tinggi dari alam (Keraf, 2002).

Kelompok manusia dalam film Avatar 1 hanya memandang unobtanium sebagai material langka yang memiliki harga tinggi. Maka dari itu, kelompok manusia dapat dengan mudah memutuskan untuk mengeruk unobtanium dari tanah Pandora, meskipun material tersebut terdapat dalam teritori Kaum Na’vi.

Pada etika lingkungan antroposentris, terdapat semacam sistem hierarki antara manusia dan alam. Manusia menilai bahwa mereka memiliki power untuk berkuasa, sedangkan alam, baik yang bersifat biotik maupun abiotik, hanyalah sebatas alat dan sumber daya untuk melanggengkan kekuasaan manusia.

- Advertisement -
Siluet tulkun di laut Pandora
https://www.imdb.com/title/tt1630029/mediaviewer/rm3930722817/%20

Etika antroposentris ini lagi-lagi ditemukan pada kelompok manusia di film Avatar. Namun, kali ini ada pada film keduanya, yaitu Avatar 2: The Way of Water. Pada film keduanya, terdapat adegan yang sangat intens dan membangkitkan emosi penonton, yakni ketika kelompok manusia memburu tulkun, hewan mirip paus yang hidup di wilayah laut Pandora.

Dengan berbagai macam alat buru yang canggih, manusia diperlihatkan dengan semangat dan arogannya memburu tulkun. Hewan tersebut diburu dan dibunuh hanya agar kelompok manusia dapat mengambil cairan berwarna kuning dari otak tulkun, yang disebut sebagai amrita.

Amrita diambil sebab memiliki harga sangat tinggi karena dipercayai dapat menghentikan penuaan manusia. Lagi dan lagi, kelompok manusia dalam film Avatar menganggap diri mereka lebih tinggi dari alam sehingga tanpa pikir panjang melakukan eksploitasi terhadap sesuatu hanya untuk kepentingannya sendiri.

Ekosentrisme dan Keselarasan

Lanskap Pandora yang indah tanpa campur tangan kelompok manusia
https://dapsmagic.com/2022/12/james-cameron-talks-possibility-of-avatar-flight-of-passage-update-for-disneys-animal-kingdom/

Berbeda dengan kelompok manusia yang digambarkan sebagai kelompok yang hanya ingin mengambil keuntungan dari alam dalam film Avatar, Kaum Na’vi merupakan kelompok yang sangat cinta kepada alamnya. Kaum Na’vi memiliki kepercayaan bahwa diri mereka sejatinya ialah satu kesatuan dengan alam. Dengan cara pandang demikian, Kaum Na’vi selalu memperlakukan seluruh makhluk hidup ataupun makhluk tak hidup di Pandora setara dengan dirinya.

Pada Avatar 1, tokoh Neytiri merasa sangat bersalah ketika harus membunuh beberapa hewan buas yang hendak memangsa Jake Sully. Neytiri menganggap bahwa ia telah menyia-nyiakan nyawa hewan-hewan tersebut. Sikap Neytiri ini menguatkan argumen bahwa Kaum Na’vi memahami adanya hak asasi terhadap alam, terutama kepada hewan.

Pada film keduanya, Kaum Na’vi yang tergabung dalam suku laut, yaitu Suku Metkayina, bahkan memiliki semacam ikatan khusus dengan tulkun. Mereka menganggap tulkun adalah saudaranya (spirit brother/sister). Sama dengan Kaum Na’vi lainnya, Suku Metkayina juga memahami bahwa alam adalah bagian dari diri mereka maupun sebaliknya.

Cara pandang Kaum Na’vi terhadap alamnya termasuk dalam etika ekosentrisme. Etika ini memahami bahwa manusia dan alam memiliki posisi yang setara. Dengan demikian, pada etika ekosentris kepentingan manusia bukanlah ukuran penentu untuk bertindak, apalagi jika berhubungan dengan alam.  Ekosentrisme juga berfokus pada kepentingan jangka panjang ekologi.

Suku Metkayina (hijau) dan Suku Omatikaya (biru)
https://www.imdb.com/title/tt1630029/mediaviewer/rm4082514433?ref_=ttmi_mi_all_sf_91%20

Dalam film Avatar 1 dan 2, penonton juga diperlihatkan mengenai 2 suku Kaum Na’vi, yaitu Suku Omatikaya dan Suku Metkayina. Suku Omatikaya adalah suku asal Neytiri yang memiliki teritori di hutan.

Sedangkan, Suku Metkayina adalah suku yang mendiami wilayah pesisir.  Meski sama-sama termasuk Kaum Na’vi, namun suku ini memiliki beberapa perbedaan dalam hal adat dan kebiasaan. Hal ini juga berkaitan dengan etika ekosentrisme. Etika ini memandang manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial, tetapi juga sebagai makhluk ekologis. Makhluk ekologis sendiri merupakan makhluk yang kehidupannya memiliki ketergantungan dan keterkaitan dengan alam semesta (Keraf, 2002).

Perbedaan adat pada Suku Omatikaya dan Metkayina disebabkan oleh perbedaan lingkungan hidupnya. Dalam etika ekosentris, identitas seseorang atau suatu kelompok tidak hanya dibentuk dari proses sosial saja, melainkan alam juga ikut andil dalam membentuk identitas mereka.

Meski Avatar adalah film fiksi ilmiah, ada banyak pembelajaran mengenai lingkungan yang bisa didapatkan dari film ini. Film ini juga memberikan gambaran yang jelas tentang kebiasaan manusia yang selama ini cenderung berperilaku semena-mena terhadap alam sekitar. Etika lingkungan yang tergambar di dalam kedua film ini juga dapat dijadikan refleksi diri mengenai etika mana yang lebih tepat atau lebih berkelanjutan. Semoga dengan banyaknya penonton film Avatar 1 dan 2, banyak pula yang semakin sadar dan peduli terhadap isu lingkungan.

Rujukan:

Keraf, A. S. (2002). Etika Lingkungan. Kompas.

Variety. (2022). ‘Avatar: The Way of Water’ Hits $1 Billion Globally, Fastest 2022 Release to Reach Box Office Milestone. Variety. https://variety.com/2022/film/news/avatar-the-way-of-water-billion-dollar-box-office-1235473320/

Nabilah Zulfah Ramadhani
Nabilah Zulfah Ramadhani
Mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor dengan konsentrasi pada studi terkait Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.