Jumat, Maret 29, 2024

Menghadapi Generasi yang Lupa Sejarah Bangsanya Sendiri

Hendra Fokker
Hendra Fokker
Pegiat sosial yang suka jalan-jalan untuk berbagi dongeng kepada anak-anak dimana saja

Bicara pandemi, tentu bicara mengenai segala macam aturan pembatasan sosial. Baik dalam lingkungan sosial, ekonomi, hingga ke area pendidikan. Dalam hal ini, konteks utama yang menjadi perhatian adalah generasi muda saat ini.

Metode pembelajaran jarak jauh dalam locus pendidikan mengengah dan atas dianggap tidak mampu memfasilitasi segala kebutuhan belajar siswanya. Terlebih ketika pendekatan digitalisasi pendidikan tidak mampu diterima sebagian siswa, khususnya bagi yang terkendala dalam hal ekonomi keluarga.

Walau kemudian banyak kebijakan yang dianggap mampu mengantisipasi hal itu, seperti subsidi kuota. Realitas kebutuhan belajar digital, masih dianggap kurang mengakomodir kebutuhan siswa untuk mencari pengetahuan. Khususnya dalam pembelajaran sejarah, yang lebih mengedepankan eksplorasi daripada teori.

Keterbatasan dalam eksplorasi materi sejarah ini biasanya diwujudkan dalam bentuk kegiatan kunjungan ke berbagai situs-situs bersejarah ketika pra pandemi. Menurut data BPS, per tahun 2020 jumlah pengunjung museum di Jakarta turun hingga 81,5% dari masa pra pandemi.

Sedangkan, rata-rata pengunjung museum dapat dikatakan sebagian besar berasal dari kalangan pelajar, baik dari tingkat dasar hingga atas. Apabila dipahami dalam pendekatan edukasi sejarah, tentu hal ini sangat mengkhawatirkan. Khususnya bagi generasi saat ini yang dihadapkan dengan masa learning loss.

Ditambah dengan adanya wacana pengurangan mata pelajaran sejarah di satuan tingkat pendidikan menengah dan atas. Bahwasanya, kini kita sedang dihadapkan dengan realitas generasi yang lupa terhadap sejarah bangsanya sendiri. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya?

Tentu, orientasi menjaga generasi agar tidak melupakan sejarah bangsanya merupakan tanggung jawab bersama. Maka, sudah seharusnya, orientasi menjaga sejarah bangsa menjadi hal utama dalam tujuan pembelajaran siswa saat ini.

Khususnya bagi para pemangku kebijakan, agar lebih jelas dalam memperhatikan kebutuhan pendidikan daripada keinginan segelintir kepentingan. Pendekatan Ki Hajar Dewantara dalam menerapkan konsep pendidikan di Indonesia tentu melalui pendekatan kultur dan budaya, bukan justru mengadopsi gaya kolonial.

Pendekatan sejarah berorientasi wisata, sebaiknya dapat dikembangkan lagi melalui berbagai konsep yang lebih relevan dan humanis dalam melihat realitas pendidikan masa pandemi. Semua aspek harus dapat ditinjau untuk analisis mengurai masalah. Bukan justru malah membebani, dengan mode museum virtual.

Memfasilitasi generasi saat ini untuk kembali berkunjung ke museum atau membuka sejarah bangsanya melalui berbagai pendekatan literatif bukanlah hal yang mudah. Maka sudah sewajarnya, para stakeholder dalam dunia pendidikan dan struktural dibawahnya dapat bersinergis untuk mewujudkan agenda solutifnya.

Tentu bukan hal yang mudah, anggaran pengeluaran pemerintah akan lebih besar dalam upaya mengantisipasi persoalan ini. Sebuah keputusan yang sebanding tentunya, daripada bangsa ini kehilangan generasi yang lupa terhadap sejarah bangsanya sendiri.

Hendra Fokker
Hendra Fokker
Pegiat sosial yang suka jalan-jalan untuk berbagi dongeng kepada anak-anak dimana saja
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.