Kamis, Oktober 3, 2024

Mengenang Hans Küng (1928-2021), Tokoh Dialog Antar Agama

Stepanus Sigit Pranoto
Stepanus Sigit Pranoto
Alumni Program Doktoral Studi Islam, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kepala Kantor Operasional Wilayah Lampung Yayasan Pendidikan Katolik Leo Dehon (YPKLD).

Bagi para pegiat dialog antar agama, sosok dan pemikiran Hans Küng tak asing lagi. Namanya kerap disebut seiring dengan pemikirannya tentang upaya mewujudkan perdamaian antar agama. Pastor dan teolog Katolik ini terus aktif menyuarakan upaya perdamaian dalam karya-karyanya hingga akhir hidupnya pada 6 April 2021.

Salah satu seruannya yang terkenal dan sering dikutip para aktivis dialog dan perdamaian berbunyi demikian: “Tak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian antar agama”.

Slogan ini pertamakali diungkapkan dalam karyanya Global Responsibility (1991) dan berulangkali muncul dalam karya-karya lainnya. Baginya, perdamaian dunia sangat terkait erat dengan perdamaian antar agama. Perdamaian antar agama menjadi prasyarat terciptanya perdamaian dunia.

Slogan tersebut muncul dalam kaitannya dengan proyek pemikirannya tentang etika publik (Weltethos) yang dikembangkannya. Pemikirannya tentang etika publik ini sendiri berupaya untuk membentuk suatu aliansi di antara umat beriman dan tidak beriman bagi terciptanya suatu etos baru dengan dasar bersama.

Penyalahgunaan agama

Pemikiran Hans Küng tentang upaya pencarian etika publik banyak dipengaruhi oleh situasi masyarakat dunia yang suram akibat terjadinya berbagai konflik kepentingan di berbagai tempat. Aneka konflik ini menimbulkan penderitaan dan kesedihan manusia.

Ironisnya, salah satu konflik yang terjadi justru disebabkan oleh pihak yang mengatasnamakan agama. Dengan kata lain, terdapat konflik antar (pemeluk) agama yang turut memicu perpecahan. Agama yang seharusnya menjadi alat untuk membangun perdamaian, justru menjadi sumber perselisihan. Agama disalahgunakan untuk tujuan-tujuan politis.

Inilah sebuah realita, di mana agama disalahgunakan (religious abuse). Para pemimpin dan agamawan seakan belum bosan dengan fanatisme buta. Dengan mengatasnamakan perintah Yang Suci, para penganut agama rela menghasut sesama yang berbeda agama, dan seringkali menyebabkan tindakan kekerasan. Hakekat agama untuk membawa perdamaian manusia dengan ajaran cinta kasihnya, justru disalahartikan.

Dilatarbelakangi oleh adanya realitas keberagaman dalam masyarakat itu, Hans Küng tidak menampik adanya potensi konflik yang dapat terjadi. Perbedaan menjadi semakin mudah dilihat sebagai bahan dan sumber pemicu ketegangan dan perselisihan. Akibatnya, pendekatan militer dan agresivisme, atau propaganda kecemasan akan yang lain, menjadi pilihan tindakan. Hal ini terjadi karena kaum elite melakukan instrumentalisasi fundamentalisme, sehingga dalam konteks agama terjadi percampuran antara kepentingan politis dan kesaksian religiusitas.

Etika Global

Terkait dengan situasi tersebut, dalam karyanya A Global Ethic (1998) Hans Küng mengusulkan sebuah paradigma baru, yakni sebuah paradigma untuk tidak membuat dan mencari musuh, melainkan menempatkan yang lain sebagai mitra. Kehidupan seharusnya diwarnai oleh kebersamaan, bukan rivalitas.

Paradigma baru ini mengarah pada terciptanya suatu etika global. Menurutnya, keberagaman budaya, ras, kelas sosial dan agama di dunia ini menunjukkan adanya kebutuhan akan pentingnya sebuah etika bagi seluruh umat manusia.Masyarakat dunia saat ini tidak lagi membutuhkan sebuah kesatuan agama dan ideologi, namun membutuhkan adanya norma, nilai, idealisme dan tujuan bersama yang dapat membawa dan mengikat mereka bersama.

Sebuah etika global diperlukan untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang teratur. Hukum dan segala macam peraturan yang ada memang sudah mampu menciptakan keteraturan, akan tetapi keteraturan yang tercipta baru dirasakan bagi subyek hukum atau peraturan tersebut. Ketika hukum dan peraturan-peraturan itu berbenturan dengan hukum dan peraturan yang dianut oleh orang lain, seringkali menciptakan ketegangan – dan tak mustahil terjadinya perpecahan.

Etika global ini diwujudkan melalui aliansi dan kerjasama di antara agama-agama. Perlu dicatat di sini bahwa pembentukan aliansi di antara agama-agama ini bukan berarti suatu koalisi orang beriman melawan orang yang tidak beriman, melainkan sebuah cara untuk mencari etika yang sebenarnya sudah ada dalam setiap ajaran agama dunia yang sangat potensial mampu mengkonter kemalangan global.

Dalam usaha mencari etika global, obyek analisis yang harus diteliti adalah apa yang menyatukan semua agama. Kendati mereka berbeda dalam sistem ajaran dan simbol, akan tetapi masih ada sejumlah hal yang dapat menyatukan.

Melalui etika global akan terjalin sebuah konsensus fundamental tentang nilai yang mengikat, standar yang tak bisa diganggu gugat dan sikap personal. Tanpa konsensus etik fundamental semacam itu, cepat atau lambat, setiap komunitas justru akan terancam oleh kekacauan atau penindasan. Dampak akhirnya adalah penderitaan manusia.

Masa depan dialog antaragama

Hans Küng telah meninggalkan landasan pemikiran yang kuat dalam upaya membangun perdamaian di tengah masyarakat. Slogannya yang terkenal itu perlu terus didengungkan dan diupayakan untuk melawan arus fundamentalisme yang menggerogoti kesatuan dan perdamaian.

Bagi masyarakat Indonesia, pemikiran Hans Küng tentulah sangat relevan. Terlebih pemikirannya tentang etika global yang berimplikasi langsung pada upaya-upaya membangun dialog antaragama.

Gagasan Hans Küng mengingatkan kembali bahwa dialog antaragama harus tetap diupayakan untuk mencari nilai-nilai yang dapat menyatukan, dengan tetap saling menghargai kekhasan ajaran yang ada pada masing-masing tradisi.

Refrensi:

Hans Küng, Global Responsibility: In Search of a New World Ethic (New York: Crossroad, 1991)

Hans Küng, A Global Ethic for Global Politics and Economics (New York: Oxford University Press: 1998) 

Kredit Foto: https://pledgetimes.com/hans-kung-the-councils-rebel-theologian/

Stepanus Sigit Pranoto
Stepanus Sigit Pranoto
Alumni Program Doktoral Studi Islam, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kepala Kantor Operasional Wilayah Lampung Yayasan Pendidikan Katolik Leo Dehon (YPKLD).
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.