Peran koperasi sebagai soko guru dalam perekonomian Indonesia masih belum besar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, eksistensinya masih kalah jauh dibandingkan BUMN / BUMD apalagi dengan BUMS. Hal ini dipicu oleh beberapa penyebab seperti minimnya partisipasi masyarakat dalam koperasi.
Masyarakat belum menganggap koperasi sebagai suatu entitas besar yang bisa memberikan manfaat lebih bagi perekonomian. Faktor pengelolaan koperasi yang juga belum baik turut menjadi hambatan bagi koperasi untuk berkembang.
Manajemen koperasi kurang mampu untuk mengorganisasi dan memberdayakan anggota secara efektif serta bekerja maksimal untuk meningkatkan etos kewirausahaan. Faktor kompleks lainnya adalah kebiasaan Korupsi yang masih mendarah daging di Indonesia bahkan sampai ke sektor koperasi sekalipun.
Problematika ini akan menjadi kendala berkepanjangan jika tidak diatasi sesegera mungkin. Keadaan pandemi saat sekarang juga memberikan tekanan sekaligus dorongan bagi koperasi untuk melakukan perubahan agar mampu beradaptasi dengan keadaan. Inovasi kebijakan sangat dibutuhkan untuk terus menyuntikkan semangat percepatan pertumbuhan koperasi.
Digitalisasi Koperasi
Salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan untuk menjawab tantangan sekarang ini adalah dengan Digitalisasi Koperasi. Digitalisasi adalah upaya pemanfaatan platform digital untuk memaksimalkan kinerja operasional koperasi.
Perkembangan teknologi yang kita rasakan saat ini memberikan andil besar untuk dilakukannya percepatan digitalisasi koperasi. Upaya ini memang terdengar baru bagi sebagian orang karena belum begitu banyak diterapkan di Indonesia. Hal ini terbukti melalui data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah bahwa sampai saat ini Koperasi yang masuk dalam ekosistem digital masih sangat rendah, hanya sekitar 906 koperasi atau 0,73% dari 123 ribu koperasi aktif. Ini menunjukkan betapa rendahnya kuantitas dan kualitas koperasi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan.
Bersikap adaptif terhadap keadaan, pastinya pergerakan koperasi tidak bisa mengelak dari era digitalisasi karena selama pandemi covid-19 justru transaksi online cenderung berkembang pesat. Hal ini sebagai bentuk konsekuensi logis dari kebijakan Work From Home (WFH), Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), bahkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) sehingga interaksi fisik turut berkurang dan secara otomatis juga memicu pemanfaatan transaksi online. Upaya digitalisasi menjadi momentum yang tepat untuk terus mengembangkan potensi dan peran koperasi di masyarakat.
Esensi pengembangan digitalisasi koperasi pada dasarnya akan memberikan percepatan dinamis yang akan memudahkan jalannya bisnis koperasi. Melalui digitalisasi koperasi akan mampu dihadirkan berbagai kemajuan seperti peningkatan pelayanan, transparansi, dan akuntabilitas sehingga masyarakat yang tergabung sebagai anggota koperasi dapat terlayani dengan optimal dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Kebijakan digitalisasi juga menjadi upaya tepat untuk menggaet kembali minat kaum millenial. Selama ini generasi muda cenderung tidak tertarik untuk berpartisipasi dalam koperasi karena layanan dan sistem pada koperasi tidak sesuai dengan kebutuhan millenial.
Koperasi masih dianggap jadul, tidak modern, layanan lambat, dan akuntabilitas yang buruk. Namun ketika koperasi sudah menyentuh ranah digital, ini akan mematahkan stigma tersebut dan menjadi daya pikat bagi generasi millenial untuk mengambil bagian di koperasi. Hal ini bisa menjadi faktor penggerak untuk percepatan dalam pengelolaan koperasi karena seiring perkembangannya generasi muda justru lebih “melek teknologi” dan paham dengan pemanfaatan media digital.
Digitalisasi Koperasi dalam UU Cipta Kerja
Dibalik pro kontra hadirnya UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), sektor koperasi sedikit diuntungkan dengan kehadiran UU ini. Dalam UU Cipta Kerja, ada lima tranformasi yang diharapkan terjadi, yakni transformasi usaha informal ke formal, transformasi digitalisasi, transformasi usaha perorangan atau skala kecil ke skala keekonomian, transformasi berbasis teknologi dan transformasi UMKM berbasis kawasan, komunitas, klaster dan rantai pasok.
Melalui UU cipta kerja, koperasi didorong untuk melakukan kegiatan dengan mekanisme yang lebih modern. UU Cipta Kerja melalui peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mengatur lebih lanjut terkait mekanisme penyelenggaraan koperasi.
Salah satu bentuk digitalisasi dalam koperasi yaitu pelaksanaan rapat anggota yang dapat dilakukan secara daring sehingga mampu mendorong efektivitas dan efisiensi pelaksanannya, karena jika rapat anggota dilaksanakan sepenuhnya secara luring maka akan banyak biaya dan waktu yang dihabiskan.
Bentuk digitalisasi lainnya adalah terkait sistem pelaporan koperasi sebagaimana diatur dalam pasal 9 PP Nomor 7 Tahun 2021. Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam serta usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah wajib menyampaikan laporan kepada Kementrian dan/ atau Dinas secara periodik dan sewaktu-waktu, dan laporan ini disampaikan melalui sistem elektronik dengan memperhatikan ketentuan mengenai sistem pelaporan elektronik yang ditetapkan oleh Kementrian.
Catatan untuk pembuat kebijakan
Sebelum kebijakan digitalisasi ini diterapkan, perlu diperhatikan berbagai pertimbangan mendasar oleh pemerintah. Menteri Koperasi dan UMKM sebagai pemegang mandat pengelolaan perlu menggaet koordinasi yang jelas dengan berbagai sektor, terkhusus dalam hal ini pihak yang berhubungan dengan IT seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Kolaborasi pemerintah pusat dengan daerah, perguruan tinggi, pelaku usaha, komunitas, dan media juga sangat dibutuhkan untuk memberikan pertimbangan lanjutan serta persiapan yang mumpuni terkait mekanisme ataupun teknis penerapan kebijakan digitalisasi ini.
Kesiapan sarana dan prasarana turut menjadi pertimbangan mendasar dalam upaya digitalisasi ini. Pemerintah perlu membuat formulasi khusus terkait penyediaan sarana-prasarana penunjang digitalisasi koperasi, seperti dengan menyusun rencana tahunan dan menyediakan alokasi anggaran program kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi.
Alokasi anggaran ini dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan begitu pengurus koperasi nantinya tidak dibebankan lagi untuk memikirkan pengadaan sarana-prasana ini.
Sudah seharusnya masalah koperasi ini turut menjadi perhatian pemerintah, terlebih lagi mayoritas koperasi dijalankan untuk pemberdayaan masyarakat ekonomi menengah yang sedang berjuang ditengah ketidakpastian keadaan seperti sekarang. Jika koperasi mampu dikelola dengan baik, manfaatnya akan sangat terasa bagi masyarakat seperti peningkatan nilai ekonomi, membuka lapangan kerja, serta memberdayakan usaha kecil yang ada di masyarakat.