Sabtu, April 27, 2024

Mengapa Socrates Membenci Demokrasi

adi
adi
mahasiswa semester 4 salah satu kampus di malang

Kita sudah terbiasa berpikir positif tentang demokrasi dan berpikir positif pula tentang Athena kuno, sebagai peradaban yang melahirkan demokrasi. Partenon bahkan hampir sudah dijadikan ungkapan untuk nilai-nilai demokrasi sampai-sampai para pemimpin demokratis senang berfoto di depannya.

Dengan demikian, mungkin akan mengejutkan kita bahwa salah satu pencapaian Yunani kuno terhebat yaitu filsafat bersikap amat curiga terhadap pencapaiannya yang lain, yaitu demokrasi.

Bapak filsafat yunani, yaitu Socrates sebagaimana digambarkan dalam dialog oleh Plato, bersikap amat pesimis terhadap demokrasi. Dalam “The Republic” buku IV, plato menggambarkan bahwa Socrates sempat bercakap-cakap dengan seorang karakter bernama Adeimantus.

Ia mencoba menunjukan berbagai kekurangan demokrasi kepada Adeimantus, dengan cara membandingkan sebuah masyarakat dengan sebuah kapal. “Kalau anda sedang berpergian naik kapal” sokrates bertanya, “siapa yang menurut anda paling ideal untuk memimpin kapal?” siapa saja boleh, atau orang-orang yang berpendidikan dalam menghadapi aturan dan kerumitan perjalanan laut? “ tentu saja yang kedua”, jawab Adeimantus.

Kemudian Socrates merespon, “ lalu mengapa kita terus berpikir bahwa semua orang, siapa saja boleh menilai siapa yang akan menjadi pemimpin sebuah negara? Maksud Sokrates adalah bahwa memilih dalam sebuah pemilihan umum adalah suatu keterampilan dan bukan intuisi acak.

Dan seperti keterampilan lain, keterampilan memilih pun juga harus diajarkan secara sistematis kepada masyarakat. Membiarkan orang-orang memilih tanpa pendidikan , sama tidak bertanggung jawabnya dengan membiarkan mereka mengomando sebuah kapal perang yang sedang berlayar ke pulau Samos di bawah badai.

Sokrates sendiri kemudian mengalami secara langsung bencana akibat kebodohan para pemilih. Pada tahun 399 SM, ia, sang filsuf diadili dalam sebuah tuduhan yang dibuat-buat yaitu tuduhan bahwa ia merusak moral anak muda Athena.

Dewan juri, yang terdiri dari 500 warga kota Athena, kemudian diminta untuk menilai kasus ini dan akhirnya memutuskan, dengan margin yang sempit, bahwa sang filsuf itu memang bersalah. Ia kemudian dihukum mati dengan racun hemlock,  dalam sebuah proses, yang bagi orang-orang yang berpikir, sama tragisnya dengan hukuman mati yesus bagi para penganut Kristen.

Namun, patut diperhatikan bahwa Sokrates tidak berpikir elitis sebagaimana kata “elitis” biasa diartikan. Ia tidak percaya bahwa hanya sedikit orang saja yang boleh memilih dalam pemilu. Tetapi, ia juga menekankan bahwa hanya orang-orang yang berpikir mengenai isu-isu secara rasional dan mendalamlah yang boleh memilih dalam pemilu.

Kita telah melupakan perbedaan ini. perbedaan antara demokrasi intelektual, dan demokrasi sebagai hak yang diberikan sejak lahir. Kita telah memberikan hak pilih kepada semua orang, tanpa membuat hubungan antara hak pilih dan kebijaksanaan. Dan Sokrates tahu persis hasil akhir dari hal tersebut yaitu pada sebuah sistem yang paling ditakuti oleh orang  Yunani, sistem demagog.

Orang Athena kuno punya pengalaman menyakitkan dengan kaum demagog. Misalnya Alcibiades, orang licik ini, orang yang kaya, karismatik dan pandai bersilat lidah, yang menghabisi hak-hak dasar dan mendorong Athena untuk melakukan pergerakan militernya di Sisilia, yang berakhir dengan bencana.

Sokrates tahu persis, betapa mudahnya orang-orang yang mencari jabatan melalui pemilu dapat memanfaatkan keinginan kita  untuk solusi-solusi yang gampang. Ia meminta kita membayangkan sebuah debat pemilu antara dua kandidat. Satu kandidat seperti dokter dan kandidat yang lain seperti pemilik toko permen.

Si pemilik toko permen akan berpendapat seperti ini tentang saingannya;  “lihatlah, orang ini telah memberikanmu banyak sekali kesengsaraan! Ia menyakitimu, memberikan kepadamu berbagai ramuan pahit dan melarangmu makan dan minum apapun yang kamu inginkan! Ia tidak akan memberikan kepadamu pesta-pesta yang berisi berbagai macam hal-hal yang menyenangkan dan bervariasi, tidaak seperti saya!” .

Sokrates meminta kita untuk berpikir mengenai respons para audiens, apakah menurutmu sang dokter akan mampu menjawab secara efektif? Jawabannya adalah; “saya memang menyulitkanmu dan melawan berbagai keinginanmu, hal itu semuanya untuk membantu dirimu!” .

Tentu jawaban ini akan menyebabkan kehebohan diantara para pemilih, ya kan? Kita telah melupakan semua peringatan dan perkataan Sokrates yang tidak setuju terhadap demokrasi.

Kita lebih suka untuk berpikir tentang demokrasi sebagai sebuah kebaikan yang memang ambigu,  dan bukan sebagai suatu hal yang keefektifannya berbanding lurus dengan keefektifan sistem edukasi yang mengelilinginya. Sebagai hasilnya, kita telah memilih banyak sekali pemilik toko permen dan sedikit sekali dokter.

adi
adi
mahasiswa semester 4 salah satu kampus di malang
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.