Jumat, April 19, 2024

Mengamati Shalat Ied Muslim Syiah di Jakarta

Sutan Ma'rouf
Sutan Ma'rouf
Peminat dan pemerhati fenomena sosial budaya.

Mazhab Syiah adalah salah satu mazhab yang ada di dalam Islam. Menurut data Pew Research pada 2009 diperkirakan 10-13% muslim di dunia adalah penganut sekte Syiah. Hubungan antara sekte Syiah dengan sekte Sunni mengalami naik turun. Perpisahahan kedua sekte ini dimulai dari isu kepemimpinan.

Syiah menganggap kepemimpinan adalah bagian inheren dari agama sehingga ia menjadi sakral sedangkan Sunni menganggap kepemimpinan adalah urusan politik administratif yang tidak menjadi bagian inheren dari doktrin agama.

Walau bagaimanapun, meskipun bukan dianggap sebagai bagian yang sakral dari agama, isu kekhalifahan menjadi salah satu tema yang banyak dipertandingkan baik secara intelektual maupun secara militer dalam dunia Sunni. Belakangan, seiring dengan konflik Saudi vs Iran yang memanas di Timur Tengah, konflik itupun beresonansi di antara penganut sekte Sunni dan Syiah di seluruh dunia.

Pada Idul Adha baru-baru ini, dari seorang kawan penulis mendapat kabar bahwa orang Syi’ah juga melaksanakan sembahyang Iedul Adha tahun ini. Namun karena adanya Covid-19, informasi pelaksanaannya tidak disebarluaskan supaya tidak banyak yang hadir. Untuk tujuan mengurangi kesesakan, pelaksanaan Iedul Adha dibagi menjadi dua gelombang. Ada gelombang pertama jam 7 pagi dan gelombang kedua dimulai pada pukul 8 pagi.

Adanya dua gelombang ini memungkinkan penulis untuk kembali mengamati bagaimana cara mereka melaksanakan ibadah ini. Shalat Ied di masjid kompleks penulis berlangsung jam 6.40. Artinya ada kesempatan untuk mengejar mereka di gelombang kedua. Penulis segera meluncur ke gedung ICC untuk melihat dan mengamati bagaimana cara mereka sembahyang Iedul Fitri gelombang kedua.

Sesampai di gerbang, ternyata gelombang pertama belum usai. Penulis melihat beberapa jamaah -sepertinya hendak ikut gelombang kedua- berdiri di pintu gerbang yang masih tertutup. Beberapa security berpakaian hitam menjaga di sana. Di dada salah seorang security penulis lihat tertulis nama khas Bali. Mungkin dia Hindu.

Menarik juga cara mereka merekrut security yang berbeda agama sehingga saat mereka sedang beribadah security-nya bisa menjaga tanpa perlu cemas akan ketinggalan ibadah. Tentu akan beda halnya bila securitynya sesama Muslim. Tentu ketika ibadah securitynya terpaksa harus memilih antara menjaga keamanan atau ikut beribadah.

Setelah gelombang pertama hampir selesai, petugas mempersilakan jamaah antri per 5 orang. Mereka diperiksa suhu tubuhnya dan dipersilakan masuk. Penulis menumpang di salah satu kelompok pengantri agar dapat masuk. Begitu masuk gerbang, jamaah disambut petugas yang membagi-bagikan snack.

Penulis tidak sempat bertanya apakah di fiqh Syiah juga ada tradisi berpuasa menjelang sembahyang Ied. Kalau misalnya ada, mungkin snack ini dibagikan untuk bekal berbuka setelah khutbah nanti.

Shalat Ied rupanya dilaksanakan di pelataran parkir gedung ICC. Kebetulan saat penulis masuk, gelombang pertama belum selesai. Khatib masih berkhutbah. Ada dua orang berdiri di depan. Pertama seorang lelaki berpakaian khas ulama Syiah lengkap dengan Surbannya, seorang lagi seorang lelaki berwajah Arab memakai gamis putih. Lelaki bersurban itu adalah Hujjatul Islam Syaikh Abdul Majid Hakimullahi, Direktur ICC Jakarta. Ia menyampaikan khutbah dengan bahasa Persia. Lelaki berwajah Arab di sampingnya adalah Habib Hafizh Al Kaff sebagai penerjemah.

Tak lama kemudian gelombang pertama usai. Jamaah mulai meninggalkan pelataran parkir. Habib Hafizh mempersilakan jamaah gelombang kedua mengambil tempat. Ia sendiri tadi hanya berperan sebagai penerjemah dan belum shalat Ied. Ia akan menjadi Imam dan Khatib untuk gelombang kedua.

Jamaah gelombang kedua mulai mengambil tempat dan takbiran pun dilaksanakan. Penulis berusaha mendengarkan bacaannya. Secara umum takbirannya sama. Bedanya jika di kita Allahu Akbarnya tiga kali, di mereka 2 kali. Lalu bacaan di bagian tengah yang biasanya kita isi dengan “Kabira walhamdulillahi katsiira.. dst” di mereka agak berbeda sedikit. Penulis tidak sempat mengingat apa bacaannya namun dengan kemampuan bahasa Arab yang terbatas penulis menangkap isinya berupa puji-pujian kepada Tuhan.

Muazzin pun mulai menyerukan “Ashshalaaaaah, Ashshalaaah, Ashshalaaaaaah..” Jamaah berdiri mengambil tempat dengan shaf yang renggang sesuai protokol Covid19. Siap untuk memulai shalat Ied.

Shalat terdiri dari dua rakaat. Pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram Imam membaca Alfatihah dan surah pendek. Ini berbeda dengan Iedul Fitri ala Sunni yang sesudah Takbiratul Ihram akan dilanjutkan dengan takbir 7 kali. Setelah membaca surah pendek, mereka baru bertakbir sebanyak 5 kali. Di antara takbir mereka membaca doa qunut dengan suara nyaring.

Jika di Sunni Syafii kita bacaannya adalah “Subhanallah wal hamdulillah wa Laa ilaha Illallah wallahu Akbar“, di fiqh Syiah bacaannya lebih panjang. Setelah 5 takbir dan 5 qunut, mereka rukuk dan sujud seperti biasa. Imam membaca seluruh bacaan secara jahar termasuk pada saat rukuk dan sujud.

Setelah selesai rakaat pertama dilanjutkan dengan rakaat kedua yang prosedurnya sama seperti di rakaat pertama. Bedanya bila di rakaat pertama takbir dan qunutnya 5x, di rakaat kedua hanya 4x saja. Selanjutnya rukuk dan sujud kemudian tasyahud dan salam.

Setelah salam mereka memulai proses zikir yang dimulai dengan takbir 3x sambil mengangkat tangan bersamaan dengan tiap 1x takbir sambil duduk. Lalu diikuti puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad. Setelah itu mereka bersujud berjamaah dan membaca doa sujud dengan suara nyaring.

Doanya berisi ungkapan penyesalan atas dosa-dosa. Kebanyakan dari mereka menangis saat sujud itu dan auranya seperti histeris. Gerakan sujud pasca shalat ini unik. Awalnya sujud dengan dahi, lalu dengan pelipis kanan, kemudian dengan pelipis kiri. Setiap kali mengangkat kepala untuk mengganti posisi sujud terlihat mereka terisak menangis.

Sesudah zikir itu usai, Habib Hafizh Alkaff naik ke mimbar untuk menyampaikan Khutbah Iedul Adha. Proses khutbah ini tidak jauh berbeda dengan khutbah Jum’at. Khatib memakai tongkat di tangan kanannya.

Khutbah terdiri dari dua khutbah dan di antara dua khutbah mereka membaca shalawat 3x. Pada awal khutbah kedua ada pembacaan shalawat untuk Nabi Muhammad, Fathimah dan 12 Imam. Sesudah penyebutan nama-nama tersebut mereka berdiri beberapa detik sebagai tanda penghormatan kemudian duduk kembali dan melanjutkan mendengarkan khutbah hingga usai.

Demikian pengalaman melihat dari dekat bagaimana proses Shalat Iedul Adha dari penganut Islam Syiah di Jakarta. Sejak awal penulis mengintai-intai apakah akan ada kata-kata laknat seperti yang selalu diisukan di media sosial. Sayangnya sampai acara berakhir tidak ada kata-kata itu terdengar oleh penulis.

Sutan Ma'rouf
Sutan Ma'rouf
Peminat dan pemerhati fenomena sosial budaya.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.