Rabu, April 24, 2024

Mengamati Musim Transfer “Pemain” untuk 2019

Syaiful Rizal
Syaiful Rizal
Akademisi dan Penulis Lepas

Sejumlah kader yang mayoritas merupakan calon anggota legislatif pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 diketahui banyak yang pindah haluan atau berlabuh ke partai lain. Isu adanya embel-embel bayaran uang menyertai kepindahan sejumlah kader tersebut, terutamanya isu kepindahan artis ternama (Lucky Hakim).

Dia merupakan kader Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjadi anggota DPR RI priode 2014-2019 dari daerah pemilihan Jawa Barat IV yang pindah ke Partai Nasional Demokrat (Nasdem).

Sontak hal ini menjadi isu yang viral, karena tidak hanya Lucky Hakim, Anggota Fraksi PAN Indira Chunda Tita Syahrul diketahui turut pindah ke NasDem. Selain kader PAN, Arif Sudittomo, Fauzi Amro, Rufinus Hotmaulan, Dossy Iskandar, hingga Dadang Rusdiana yang merupakan anggota DPR dari Fraksi Hanura memilih pindah ke partai besutan Surya Paloh.

Kemudian ada dari anggota DPR seperti Okky Asokawati dari PPP, Krisna Mukti dari PKB keluar partai untuk menjadi caleg dari Partai Nasdem. Partai Gerindra ditinggal empat orang kadernya yang juga merupakan anggota Fraksi Gerindra, mulai dari Sri Wulan, Rita Zahara, Sjachrani Matahaja dan Roberth Rouw.

Mantan petinju Chris John yang baru masuk menjadi Kader Partai Demokrat ikut pindah ke Nasdem. Partai Golkar terdapat Priyo Budi Santoso dan Siti Hediati Harijadi alias Titiek Soeharto yang keluar partai dan masuk ke Partai Baru, Partai Berkarya yang merupakan partai besutan Tommy Soeharto.

Fenomena pindahnya kader partai ke partai lain dengan isu materi merupakan fenomena yang baru di Indonesia menjelang Pileg 2019. Biasanya kader partai keluar partai karena terjadi karena ada konflik internal yang menyebabkan tidak adanya chemistry dengan partai. Dampaknya seolah-olah Ideologi partai menjadi terkikis dan terancam punah, karena kaderisasi internal parpol menjadi lebih loggar yang membuat siapapun yang berada dalam partai bisa loncat pagar.

Apalagi isu santer faktor rupiah yang mengiringi perpindahan kader atau Bacaleg ini dapat merubah tatanan kaderisasi yang sudah ada. Pola semacam itu, berarti sudah keluar dan melanggar dari nilai-nilai universal dalam politik.

Meskipun dalam mekanisme KPU tidak ada aturan yang melanggar berkaitan kader yang pindah partai politik untuk mendaftarkan diri sebagai Bacaleg 2019. Hanya saja sebelum mendaftarkan diri dari partai baru, kader lama harus menyertakan surat penggunduran diri dari partai lama. Kemudian harus memiliki kartu anggota atau terdaftar sebagai kader partai baru yang menjadi kendaraan politik Bacaleg tersebut.

Kepentingan Partai Diutamankan

Analogi olahraga, Atlet dibeli dari klub sebelumnya pastinya pemain tersebut sudah diperhitungkan secara matang sebab klub tidak akan membeli kalau tidak ada maksut dan tujuan yang jelas sebelumnya. Kemudian para Atlet itu tidak akan dibeli apabila tidak untuk memenangkan klub ketika pertandingan berlangsung sehingga menguntungkan klub pembeli baik dari segi Materi maupun Elektabilitas.

Sebelum Atlet tersebut berlabuh pastinya sudah ada teken kontrak dengan klub, terkait fasilitas yang diberikan oleh klub ke yang bersangkutan dan target yang harus dicapai oleh Atlet ketika membela klubnya. Kalau seandainya tidak bisa merealisasikan disalah satu pihak, maka tidak tertutup kemungkinan Atlet tersebut pindah atau malahan Atlet tersebut yang didepak dari klub.

Logikanya apabila dalam ranah partai politik mengunakan Analogi olahraga, maka kader-kader partai yang diisukan seperti itu dan apabila isu tersebut benar adanya itu sangat bahaya. Bisa ditafsirkan mereka tidak akan memperjuangkan kepentingan rakyat karena mereka akan takut kepada partai pembelinya.

Semisal ketika sidang DPR, dia hanya akan mengikuti petunjuk partai bukan lagi keinginan rakyat yang diutamakan. Maka sudah wajar kalau apa yang diaspirasikan mereka bukan lagi suara rakyat yang seharusnya mereka serukan, melainkan suara partai yang akan mereka gaungkan secara lantang dan mati-matin agar tercapai.

Caleg-caleg yang berpolitik traksaksional ini, berpotensi untuk berprilaku korupsi saat menduduki kekuasaan yang mengakibatkan menumbuh suburkan pola korupsi dalam tubuh partai.

Ideologi Partai

Partai politik dirasa tidak lagi mementingkan ideologi partai yang seharusnya menjadi harga mati bagi para kader untuk mempertahankannya. Ikatan ideologis yang menjadi hal yang cukup penting dan menjadi pondasi utama bagi partai sudah tidak dimiliki lagi oleh kader partanya sendiri. Dengan ikatan ideologi yang kuat, maka dapat dipastikan kader tidak akan berpindah-pindah dari satu partai ke partai lain karena hanya imin-imin materi atau karena bersebrangan dengan ketua partai.

Apalagi jika ikatan ideologis sudah tertanam pada diri kader partai, maka dapat diibaratkan seberapapun kondisi partai tersebut mereka akan tetap berada digarda terdepan dengan partai. Semisal besok partai politik tersebut akan mati, dia tetap akan bertahan dengan ideologi yang diyakininya sama dengan partai yang ia tempati.

Organisasi berjalan karena orang-orang di dalam organisasi tersebut memiliki visi, misi dan tujuan yang sama. Pastinya akan memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan organisasi. Melihat perkembangan pada organisasi dalam partai politik sangat susah sekali membagunnya. Kalau hanya sekedar membuat partai politik sangat mudah, akan tetapi membagun oranisasi politiknya yang susah dan sulit.

Syaiful Rizal
Syaiful Rizal
Akademisi dan Penulis Lepas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.