Minggu, April 27, 2025

Menelisik Jejak Feodal dalam Kasus Penghinaan Penjual Es Teh

Hanif Widodo
Hanif Widodo
Just student
- Advertisement -

Belakangan ini sedang ramai diperbincangkan mengenai kasus penghinanaan terhadap penjual es teh yang bernama Sunhaji. Penghinaan tersebut dilakukan oleh gus Miftah Maulana Habiburrahman atau biasa dikenal dengan gus Miftah kepada bapak Sunhaji yang berjualan es teh pada acara tersebut.

Hal tersebut menuai kontroversi dan kecaman dari publik. Inseden ini viral di sosial media disebabkan oleh gus Miftah yang melontarkan kata kurang pantas dan terkesan merendahkan bapak Sunhaji yang menjual es teh dalam acara pengajian di Magelang pada hari rabu (20/11/2024).

Dalam kasus tersebut menunjukkan bahwa mentalitas feodal masih ada dan hidup dalam jiwa-jiwa modern rakyat Indonesia. Mentalitas tersebut kerap kali ditunjukkan masyarakat melalui perilaku sehari-hari.

Hal ini memunculkan pertanyaan besar yakni “mengapa dalam interaksi sosial dalam keseharian kita masih tercermin pola interaksi feodal?”

Mentalitas Feodal dalam Perspektif Sejarah

Mentalitas feodal adalah kondisi mental yang disebabkan oleh pengaruh feodal. Awal munculnya feodal berasal dari warisan kerajaan-kerajaan pribumi. Dalam jurnal Feodalisme: Sebuah Catatan Pengalaman Bangsa Indonesia karya Nurhayati menyebutkan bahwa feodalisme di Indonesia terjadi sejak zaman kerajaan-kerajaan pribumi hingga masa kolonial dan mulai hilang pada masa kemerdekaan.

Hierarki sosial atau pembagian kelas masyarakat berdasar status sosial menjadi sebuah masalah yang mendasar. Hal ini berdampak pada orang golongan atas yang merasa lebih terhormat dibanding golongan bawah..

Praktek feodal diterapkankan pada masa kerajaan Mataram yang membagi status sosial dengan raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, disusul para bangsawan, kemudian para priayi sebagai elit birokrasi, terakhir ada pedagang dan petani sebagai wong cilik. Hal tersebut masih tercermin dalam kehidupan dalam kehidupan sosial masyarakat kita saat ini, dimana pejabat negara dan orang yang memiliki harta dihormati sedangkan masyarakat miskin ditindas.

Analisis Kasus Penghinaan Penjual Es Teh

Kejadian penghinaan yang dilakukan oleh gus Miftah terjadi pada acara pengajian Magelang bersholawat. Dalam video yang beredar di media sosial, Penghinaan terjadi dalam acara pengajian di Magelang, Jawa Tengah. Gus Miftah mengolok bapak Sunhaji yang menjual es teh di depan para hadirin dengan mengatakan “yo kono di dol (ya sana dijual), g*b**k”. Usai melakukan hal itu, terdapat beberapa tokoh yang berada di atas panggung tertawa melihat apa yang dilakukan gus Miftah.

Kejadian tersebut menuai banyak kecaman dari netizen yang menilai bahwa apa yang dilakukan oleh gus Miftah tidak seharusnya dilakukan oleh seorang tokoh agama sekaligus utusan khusus presiden. Tak hanya itu, dalam laman ayolamongan.com gus Miftah juga mendapat kecaman dari warga Indonesia melalui petisi daring, change.org dengan keinginan untuk mencopot gus Miftah dari utusan khusus presiden dan disetujui oleh 318.479 orang pada tanggal 6 desember 2024.

Penghinaan tersebut dilakukan oleh gus Miftah selaku tokoh agama dan utusan khusus presiden kepada bapak Sunhaji yang profesinya hanya seorang penjual es teh. Kejadian ini serupa dengan hirarki sosial yang merupakan salah satu ciri feodalisme. Memang dalam kehidupan sosial di Indonesia tidak terdapat pembagian kelas sosial, namun kelas kesenjangan antara masyarakat golongan atas dengan golongan bawah yang begitu signifikan. Kejadian ini dengan gamblang memperlihatkan kesenjangan sosial yang ada di Indonesia.

- Advertisement -

Kesenjangan antara masyarakat golongan atas dengan golongan bawah memiliki dampak yang begitu besar kepada masyarakat golongan bawah. Dengan adanya hal tersebut, masyarakat golongan atas dianggap layak untuk mendapatkan penghormatan. Sedangkan masyarakat golongan bawah dianggap tidak layak untuk menerima segala bentuk penghormatan.

Jejak Feodal dalam Pola Pikir Masyarakat Modern

Pekerjaan selalu menjadi tolak ukur tingkat sosial dalam kehidupan di masyarakat. Tak heran jika orang yang memiliki pekerjaan yang upahnya minimum atau tak menentu dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Di sisi lain, orang yang mempunyai penghasilan melimpah atau seorang pejabat negara akan mendapat penghormatan dari masyarakat. Salah satu contohnya dalam kasus gus Miftah, dimana gus Miftah sebagai tokoh agama sekaligus utusan khusus presiden dihormati, sedangkan pak Sunhaji yang seorang penjual es teh hanya dipandang sebelah mata.

Viralnya kasus ini tak luput dari peran media sosial dalam penyebaran berita yang begitu cepat. Berbagai tanggapan dari masyarakat umum bahkan terdapat beberapa tokoh yang ikut memberi tanggapan dan tak sedikit yang memberikan kecaman. Tanggapan masyarakat dalam kasus ini menunjukkan penolakan masyarakat tentang normalisasi penindasan terhadap masyarakat bawah. Hal ini merupakan titik cerah untuk lepas dari mentalitas feodal.

Mentalitas feodal tidak hanya tercermin dalam kasus ini. Salah satu praktek feodal yang disebabkan adanya hierarki sosial sering dijumpai dalam kasus bullying yang terjadi di sekolah. Kebanyakan siswa yang membully merupakan anak dari golongan atas seperti kasus yang dilansir dalam laman CNN Indonesia dalam redaksi yang berjudul “Korban Bully SMA Binus Singgung Anak Pejabat, Ketua Parpol, hingga MK” menyebutkan bahwa sang korban yang berasal dari keluarga biasa mengaku dibully dan dipaksa untuk melayani temannya yang mengaku anak dari seorang pejabat negara. Tak hanya dibully, korban juga mengalamai pelecehan yang dilakukan di depan umum. Kejadian tersebut juga menunjukkan betapa jauhnya kesenjangan yang terjadi dan melekatnya mentalitas feodal di negara kita.

Kesimpulan

Melalui kasus penghinaan es teh, dapat diketahui bahwa penyebab utamanya adalah kesenjangan sosial yang ada pada masyarakat kita. Hal ini akan menimbulkan persepsi bahwa hanya orang golongan atas yang layak untuk diberi hormat, sedangkan masyarakat golongan bawah tidak layak untuk dihormati. Padahal hormat bukanlah soal jabatan ataupun harta, namun bagaimana cara menghargai sesama manusia. Tanggapan masyarakat terhadap kasus ini, juga menunjukkan penolakan masyarakat terhadap normalisasi penindasan pada masyarakat bawah.

Dari pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perlunya upaya dalam menghilangkan mentalitas feodal dalam masyarakat. Menguatkan budaya saling menghormati tanpa pandang ras, suku, agama, pekerjaan dan jabatan merupakan upaya mendasar yang mulai memudar pada masyarakat kita. Penanaman rasa saling menghormati dan menghargai sesama sejak anak usia dini. Dan sosialisasi tentang pentingnya penerapan kesetaraan sosial di lingkungan masyakat.

Dengan upaya tersebut diharapkan budaya feodal dalam masyarakat kita dapat hilang. Hilangnya budaya feodal dapat menimbulkan kesetaraan sosial yang menyebabkan masyarakat saling menghormati dan menghargai satu sama lain tanpa memandang status sosial.

DAFTAR PUSTAKA

repository.uinsa.ac.id/id/eprint/3157/1/Al-Qanun Vol.7.pdf

Korban Bully SMA Binus Singgung Anak Pejabat, Ketua Parpol, hingga MK

Petisi · Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden – Indonesia · Change.org

Gus Miftah Terbaru 2024 & Habib Zaidan bin Yahya FULL LUCU POL !!! – Live Lapangan Mungkid Magelang – YouTube

Hanif Widodo
Hanif Widodo
Just student
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.