Mengingat Polisi memasuki berbagai sektor dalam lembaga pemerintahan baik dalam kementerian ataupun memegang berbagai peran penting sebagai direktur ataupun direksi yang memiliki peran sentral yang dipegang oleh polisi yaitu Mendagri, Dirut Bulog, Kepala BIN, Kepala BNN, Irjen Kemenprin, Kepala BNPT, KPK, Dirjen Imigrasi, dan lain-lain.
Peneliti Lokataru mengatakan Foundation Anis Fuadah menyatakan lembaganya menyoroti kinerja Polri selama tahun 2016-2019 yang berhubungan dengan tiga hal, yaitu penanganan kasus pelanggaran hukum, penetapan kebijakan yang berpotensi mengancam kebebasan sipil, serta keterlibatan dalam aksi-aksi kekerasan terhadap warga. Selama 2019 kemarin, polisi berada di peringkat kedua setelah pengaduan terkait pertahanan – dijelaskan oleh Ombudsman bahwa polisi sering berinteraksi dengan masyarakat baik di lalu lintas, pengungkapan kasus, atau perlakuan semena-mena.
Jendral Polisi Hoegeng dalam aspek sikap dan tindakannya yang tegas dan seringkali memiliki selera humor yang tinggi, seperti yang dikatakan Gus Dur bahwa Hoegeng memiliki selera humor dan Gus Dur mengatakan bahwa hanya ada tiga polisi jujur di indonesia yaitu patung polisi, polisi tidur dan polisi Hoegeng. kira-kira apa sikapnya yang perlu di teladani oleh masyarakat Indonesia dan para polisi sekarang ini.
Nama Hoegeng Iman Santoso, bagi Korps Bhayangkara menjadi sosok polisi yang penuh keteladanan. Figur pejabat Kapolri pertama yang jujur, sederhana, disiplin dan memegang prinsip dalam hidupnya, bukan hisapan jempol belaka. Bahkan, pasca diberhentikan dari jabatan Kapolri dalam usia yang muda, Hoegeng menolak menerima tawaran jabatan sebagai Duta Besar (Dubes) di berbagai negara.
Langkah Soeharto membuang Hoegeng
Jika hari ini negara seperti kembali kepada orde baru yang mana menjadikan negara totaliarisme dan menjadikan lingkungan pemerintahan menjadi policy state maka hal itu adalah sebuah ambisi kekuasaan untuk mengamankan negara dari serangan sipil untuk mencapai kemenangan kapitalisme dan bertindak refresif. berbeda dengan Hoegeng seorang polisi jujur yang menolak jabatan dari Presiden Soeharto.
Hoegeng sempat diusulkan menjabat Dubes Swedia. Namun, Jenderal polisi itu menolaknya. Pemerintahan Soeharton tak putus asa. Hoegeng kembali ditawari jabatan sebagai Dubes di Kerajaan Belgia, Benelux dan Luxemburg. Pemerintah kala itu beralasan, istri Hoegeng yakni Meriyati Roeslani merupakan keturunan Belanda. Bahkan, Hoegeng fasih menggunakan bahasa negeri kincir angin itu. Akan tetapi, pria kelahiran Kota Pekalongan itu tetap menolak.
Bagi sebagian kalangan, tawaran menjadi Dubes menjadi cara pemerintahan Soeharto ‘membuang’ Hoegeng ke luar Indonesia. Namun, Hoegeng berpendirian jabatan sebagai Kapolri belumlah berakhir. “Tugas apa pun saya akan terima, asal jangan jadi Dubes Pak,” jawab Hoegeng menolak tawaran Presiden Soeharto dalam bukunya, ‘Hoegeng, Polisi Idaman dan Kenyataan’.Presiden Soeharto pun menampiknya. “Di Indonesia, tidak ada lagi lowongan buat Hoegeng”. Ditantang Presiden Soeharto, Hoegeng tetap memegang prinsip. Hoegeng pun langsung menyatakan berhenti dari jabatan Kapolri saat itu juga.
Alasan Hoegeng menolak jabatan itu lantaran sebagai aparat penegak hukum mestinya hanya diamanahi tugas sebagai seorang polisi, bukan jabatan lain. Alasan lain, kata Hoegeng, menjadi seorang Dubes mesti memiliki keilmuan diplomatik. “Kita kan belum tahu luar negeri Pap. Kalau Papi jadi Dubes, kita bisa keluar negeri gratis,” ujar anak Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng.
Mendengar permintaan anaknya, Hoegeng berang seraya menggebrak meja makan. “God verdomme! Kamu tahu, kalau papi mu jadi Dubes kerjanya hanya seremonial seperti bertemu dengan perwakilan pemerintah negara asing sambil minum atau makan. Padahal di negara kita ini banyak rakyat yang tengah kesulitan hidupnya, dan untuk makan dan minum saja sulit,” ujarnya. Si anak pun terdiam.
Anti korupsi
Sikap Hoegeng yang sederhana, terbuka dan jujur bahkan tak mau kompromi dalam penegakan hukum menjadi cerminan sikapnya yang anti korupsi. Misalnya, ketika di kantor. Dia tak sungkan menerima tamu dihadapan anak buahnya. Tentunya tanpa adanya pembicaraan rahasia, karena itu tadi, dapat didengar oleh anak buahnya yang berada di ruang kerjanya. Langkah itulah sebagai upaya untuk mencegah korupsi. Sikap lainnya ditunjukan dengan menolak berbagai pemberian dan hadiah seperti barang rumah tangga dan kendaraan.
Hoegeng khawatir pemberian itu dapat mempengaruhi sikapnya sebagai aparat penegak hukum. Keseharian Hoegeng sebagai seorang pejabat negara jauh dari kemewahan. Meski menjabat sebagai Kapolri kala itu, Hoegeng tidak memanfaatkan jabatannya untuk mengumpulkan harta kekayaan. Bahkan, Hoegeng sempat membayar rumah sewaannya dengan wesel. Hal lainnya, Hoegeng meminta usaha Toko Kembang yang dirintis sang istri ditutup agar saat menjalankan tugasnya sebagai polisi, tak terjadi konflik kepentingan.
Hoegeng juga menolak berbagai fasilitas terkait jabatan yang dinilai berlebihan. Misalnya pemberian tanah kavling, rumah dan mobil dinas. Bahkan, pengawalan sehari-hari dan penjagaan di rumah yang ditempatinya. “Kalau mau menghilangkan korupsi di negara ini sebenarnya gampang. Ibaratnya, kalau kita harus mandi dan membersihkan badan, itu semua harus dimulai dari atas ke bawah. Membersihkan korupsi juga demikian. Harus dimulai dengan cara membersihkan korupsi di tingkat atas atau pejabatnya lebih dulu, lalu turun ke badan atau level pejabat eselonnya, dan akhirnya ke kaki hingga telapak atau pegawai di bawah,” kata Hoegeng.
Mencoba meminjam pernyataan Presiden Abdurahman Wahid –Gusdur-, figur Hoegeng Iman Santoso dikenal sosok yang jujur, sederhana dan tak kenal kompromi. Itu sebabnya Hoengeng seperti ‘polisi tidur’ tak bisa disuap. “Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng,” begitu penilaian Gusdur.
(Sumber Buku: Hoegeng : Polisi dan Mentri Teladan, Karya Suhartono)