Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyelenggarakan SNI Award. Tahun 2018, pada tanggal 21 November 2018. SNI Award ini adalah penyelenggaraan yang ke ke-14, dan diberikan kepada 56 organisasi atau perusahaan, dari total sekitar 208 organisasi atau perusahaan yang mendaftar SNI award.
Kegiatan ini menjadi bagian integral dari upaya pemerintah dalam menstimulasi peningkatan penerapan SNI oleh pelaku usaha maupun organisasi lainnya. Dimana goal yang ingin dicapai adalah, melalui SNI Award diharapkan para pelaku usaha mampu meningkatkan kinerja perusahaan untuk tumbuh berkembang menjadi institusi yang mampu bertahan dalam persaingan bisnis global, dan meningkatkan brand image sebagai perusahaan yang konsisten dalam menjaga kualitas produknya.
Dasar hukum pemberlakukan SNI adalah Peraturan Pemerintah No 102/2000 tentang Standarisasi Nasional. Dengan demikian, SNI menjadi standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional, terhadap barang atau jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis SNI dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 14 ayat (1) PP No 102/2000.
Sampai dengan saat ini, Kementerian Perindustrian telah memberlakukan sebanyak 105 SNI secara wajib di berbagai sektor industri manufaktur. Sektor tersebut antara lain industri makanan dan minuman, tekstil dan aneka, logam, kimia dasar, kimia hilir, otomotif, serta elektronika. Angka ini memang masih cukup kecil, jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand yang sudah mencapai angka 1000 SNI.
Pasal 12 ayat (2) dan (3) PP No 102/2000 menyebutkan bahwa SNI tidak diwajibkan kepada semua barang atau bersifat sukarela. Namun SNI diwajibkan manakala berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis.
Atas dasar hal tersebut, maka SNI dirasakan kurang memberikan kontribusi secara langsung terhadap perekonomian dalam negeri, karena dimensi dan perspektifnya adalah melakukan perlindungan terhadap konsumen dari produk-produk asing, dan perlindungan terhadap produk lokal dari gempuran produk asing. Hal ini karena tidak ada ketentuan mengenai SNI yang wajib mengunakan produk lokal (TKDN) serta wajib di produksi di dalam negeri.
Pada sisi lain, ditengah trend defisit transaksi berjalan dan trend defisit neraca perdangangan Indonesia dari bulan ke bulan sepanjang tahun 2018, pemerintah berkewajiban untuk terus menguranggi desifit keduanya paling tidak sampai dengan kuartal ke IV tahun 2018. Oleh sebab itu, salah satu kebijakan dan langkah strategis yang bisa dilakukan adalah mendorong kebijakan akselerasi dan sinergi antara SNI dan TKDN secara bersama-sama, dalam satu produk.
Kebijakan akselerasi dan sinergitas SNI-TKDN, menjadi sangat penting di tengah-tengah masih banyaknya kendala-kendala terkait dengan penerapan SNI. Diantaranya adalah (1) masih rendahnya kesadaran perusahaan akan pentingnya standardisasi bagi produk-produk industri yang telah dihasilkan, dan (2) minimnya jumlah laboratorium uji produk di yang ada di dalam negeri.
Sebagai catatan, industri manufaktur berkontribusi sebesar 20,27% terhadap ekonomi nasional sepanjang kuartal I/2018, dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,50% atau sedikit lebih tinggi ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,28%.
Pada kuartal II/2018, sektor industri manufactur berkontribusi sebesar 19,83% terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB), dan masih menunjukkan kinerja yang positif, dengan indokator pertumbuhan sebesar 4,41% atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun lalu (3,93%). Hal ini sekaligus mengambarkan bahwa sektor industri manufactur adalah salah satu andalan penopang perekonian nasional.
Dalam rangka mendorong akselesari sektor industri manufactur agar berkontribusi yang lebih tinggi terhadap PDB, maka strategi akselerasi dan sinergi SNI-TKDN perlu dipikirkan dan dipertimbangkan oleh pemerintah. Dimana pemerintah perlu untuk mewajibkan penerapan SNI sekaligus mewajibkan TKDN pada jenis produk yang sama. Hal ini penting, pasalnya fakta menyebutkan bahwa kebijakan TKDN terbukti efektif untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
Simak saja signifikannya peran kebijakan TKDN untuk industri smartphone sebagaimana yang tertang dalam Permenperin No. 65 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld),dan Komputer Tablet, yang kemudian direvisi menjadi Permenperin nomor 29 Tahun 2017. Pertumbuhan industri smatrphone dalam negeri terus bergerak secara positif.
Tahun 2013, sebelum ada kebijakan TKDN, impor smarphone mencapai 62 juta unit dengan nilai US$ 3 miliar. Sedangkan produksi dalam negeri masih 105 ribu untuk dua merek lokal. Hasilnya, pada 2014, impor ponsel mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, menjadi 60 juta unit.
Sementara itu, produksi ponsel dalam negeri tumbuh signifikan menjadi 5,7 juta unit. Kemudian, tahun 2015, produk impor merosot hingga 40 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 37 juta unit dengan nilai US$ 2,3 miliar.
Sedangkan, produksi ponsel di dalam negeri semakin meningkat sebesar 700% dari tahun 2014, menjadi 50 juta unit untuk 23 merek lokal dan internasional. Pada 2016 produk impor ponsel menurun kembali sekitar 36 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 18,5 juta unit dengan nilai US$775 juta. Untuk ponsel produksi dalam negeri meningkat sebesar 36 persen dari tahun 2015, menjadi 68 juta unit.
Dan, tahun 2017, impor ponsel turun menjadi 11,4 juta unit, sedangkan produksi ponsel di dalam negeri 60,5 juta unit untuk 34 merek, sebelas di antaranya adalah merek lokal, seperti SPC, Evercoss, Elevate, Advan, Luna, Andromax, Polytron, Mito, Aldo, Axioo, dan Zyrex.
Data ini menunjukkan bahwa kebijakan TKDN berdampak secara langsung terhadap pertumbuhan sektor industri manufaktur dalam negeri, yang tentunya akan berkorelasi positif terhadap kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB nasional.
Oleh sebab itu, akselerasi dan sinergitas SNI-TKDN menjadi salah satu langkah strategis untuk diterapkan secara bersama-sama, bisa dipastikan bahwa perlindungan terhadap konsumen, produk lokal serta industri lokal akan jauh lebih komperhensif. Pada satu sisi standarisasi sebagai jaminan mutu dan kualitas dalam perspektir melakukan perlindungan konsumen, dan pada sisi lain perlindungan sekaligus dan mendorong tumbuhnya industri-industri nasional.