Tiada yang lebih pasti dalam kehidupan, selain diri sendiri dan masa lalu. Seseorang bisa saja meragukan apa saja, tapi tak mungkin dia meragukan dirinya sendiri. Selain diri sendiri, yang pasti adalah masa lalu. Masa lalu seseorang memiliki tingkat kepastian yang presisi bagi yang bersangkutan, karena ia telah terjadi. Maka tak mengherankan jika mengingat masa lalu, menyelam ke masa silam, akan mampu menyuntikkan energi terbarukan yang begitu dahsyat bagi orang yang bersangkutan.
Setiap insan tentu memiliki kenangan akan masa silam. Tapi tak banyak yang menyelam ke masa silam untuk menemukan permata paling berharga, harta karun terpendam yang bernama diri sendiri. Maka salah satu upaya untuk mengenal diri sendiri dengan baik ialah, dengan menyelami diri di masa lalu.
Menengok yang silam tak selalu berarti bahwa seseorang terpenjara sejarah dirinya atau gagal “move on”. Menyurati yang silam sebaliknya, justru menyiratkan kekuatan dan kedewasaan seseorang, dewasa untuk melihat aneka kesalahan dan kekurangan, menerimanya dengan dada terbuka tanpa berupaya membuat pembelaan atau pembenaran atas apa yang pernah ada.
Menengok masa silam, tak lain dan tak bukan adalah upaya terbaik untuk menemukan dan memungut pelajaran yang berserakan di sepanjang perjalanan kehidupan yang pernah kita lalui. Hal tersebut menjadi penting, karena pada kenyataannya, tiada kehidupan yang bisa dijalani oleh seseorang tanpa ia melakukan kesalahan. Maka dari kesalahan (di masa silam), seseorang akan mampu memetik pelajaran untuk merajut kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Selain sebagai inspirasi pelajaran, masa silam merupakan harta terindah. Bagi seseorang yang tiada berpunya apa-apa lagi di masa kini, boleh jadi kebahagiaan hanya bisa ia kecap dengan menghadirkan kenangan akan masa silam yang manis, yang pernah ia rasakan (di masa silam). Mengapa demikian, karena kenyataan tak lain hanyalah soal persepsi dan konstruksi batin.
Masa kini yang kita biarkan lewat begitu saja tanpa perhatian dan perenungan, takkan berarti apa-apa dalam eksistensi kehidupan kita. Sebaliknya, masa lalu yang kita hadirkan dengan sepenuh perenungan, sepenuh kesadaran dan sepenuh penyesalan, akan kuasa menjelma menjadi realitas batin yang bahkan lebih kuat bertahta dalam benak jiwa setiap kita, dibandingkan kenyataan yang hadir di depan mata tapi kita biarkan ia lewat begitu saja tanpa pernah kita sapa dan resapi untuk direnungi.
Dengan demikian menjadi sangat logis dan masuk akal, jika ada orang yang menemukan kesadaran akan kehidupan justru tatkala ia menyelam ke masa silam. Artinya kesadaran akan makna kehidupan seseorang tak selalu hanya berada di kenyataan akan kini dan di sini. Hal ini dimungkinkan karena manusia memiliki persepsi dan imajinasi yang tak mungkin dibatasi oleh apapun. Juga tak mungkin dibatasi waktu.
Karena sebagaimana yang dinyatakan Martin Heidegger, waktu real yang nyata, ialah yang ada di dalam diri kita. Waktu yang kita hayati dengan sepenuh eksistensi kedirian kita. Bukan waktu semu yang dihitung oleh kalender produksi orang lain, yang terus berjalan meski kita tak menghendakinya.
Waktu sulit dipungkiri, memang memiliki dimensi yang tidak tunggal. Benar bahwa angka kalender akan terus berjalan dan tergantikan. Sebagai realitas objektif memanglah demikian. Namun waktu sebagai realitas subjektif, yang hadir dan dialami oleh seseorang takkan lewat dengan cepat.
Sebaliknya, terkadang ia sangat lamban bergerak dan mampu menggenangi ruang kenangan seseorang, untuk masa yang tak bisa diperhitungkan. Selama-lamanya genangan air banjir, dalam hitungan hari atau minggu akan surut jua. Namun tidak demikian dengan genangan kenangan. Ia kuasa bertahta bertahun-tahun, bahkan bisa melintasi abad dan zaman. Apalagi jika sebuah kenangan sudah menyangkut orang yang dicintai. Waktu serial dalam kalender, tak lagi mampu menyekat dan menghentikan kenangan.
Maka adalah sebuah kewajaran jika ada sebagian orang yang menemukan semangat juang di masa kini, dengan bersandar pada kenangan heroik di masa silam. Bukan karena mereka gagal atau menolak “move on” tapi karena tiada yang lebih indah selain kenangan yang dimilikinya di masa silam. Dengan mengenang, masa lalu menjadi tak terbuang, bahkan sebagian orang merasakan spirit terbarukan.
Bahkan jika seseorang cukup telaten memunguti hikmah yang berceceran di sepanjang perjalanan hidupnya, dia akan mampu menemukan sebuah pola. Bahwa hidupnya sesungguhnya tersusun dalam sebuah pola yang tidak dia sadari. Maka menyelam ke masa silam, adalah salah satu cara terbaik untuk mengenal diri lebih baik. Dan barang siapa yang mengenal dirinya dengan lebih baik, akan mampu “mengenal” Tuhannya dengan lebih baik juga. Bermula dari makrifatun nafs menuju makrifatullah.