Sensus penduduk yang dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun 2020 lalu mencatat bahwa jumlah total penduduk indonesia sebanyak 270.20 juta jiwa (BPS, 2021). Terdapat hal menarik dari sensus penduduk tahun 2020, dimana mayoritas penduduk indonesia didominasi oleh generasi Z dan Generasi Milenial. Proporsi generasi Z mencapai 27.94% dan generasi milenial sebanyak 25.87% dari total populasi di indonesia.
Perlu diketahui bahwa generasi Z adalah mereka yang lahir tahun 1997-2012 yang diperkirakan sekarang berusia 8-23 tahun, dan generasi milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1981-1996 yang diperikarakan pada masa sekarang berusia 24-39 tahun. Dari sisi demografi, seluruh generasi X dan generasi Milenial merupakan penduduk yang berada pada kelompok usia produktif atau dapat dikatakan bahwa Indonesia sedang berada pada fase bonus demografi. Tidak terasa bahwa Tongkat estafet perkembangan bangsa secara bertahap telah diwariskan oleh Gen-x kepada Generasi Milenial maupun Gen-z.
Wasisto R. Jati (2015) yang juga merupakan peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menyebutkan bahwa dalam bahasa ekonomi kependudukan, bonus demografi ditandai dengan besarnya jumlah penduduk usia produktif. Faktor usia produktif dapat memacu terbukanya iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Situasi yang demikian biasanya dikenal sebagai windows of opportunity bagi suatu negara untuk dapat meningkatkan akselerasi perekonomian melalui industri manufaktur, infrastruktur,sektor ekonomi kreatif dan juga UMKM karena banyaknya angkatan kerja. Banyak negara menjadi maju karena berhasil memanfaatkan bonus demografinya, seperti Jepang dan Korea Selatan.
Jika bonus demografi bisa dimanfaatkan dengan penyerapan tenaga kerja maka angka pengangguran bagi kelompok usa produktif dapat ditekan serta memberikan dampak sosial ekonomi yang signifikan. Tentu Indonesia tidak mau berada pada jurang penggangguran yang terbuka lebar.
Salah satu solusi terbaik untuk penyerapan tenaga kerja terbaik adalah dengan mendorong sektor industri padat karya. Karena industri padat karya memungkinkan penyerapan tenaga manusia lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan mesin. Selain itu, kemudahan berinvestasi juga harus terus ditingkatkan, investasi yang mudah niscaya dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya dan bermuara pada penciptaan lapangan kerja itu sendiri.
Pemerintah memiliki peran yang sangat vital dalam mengakselerasi iklim investasi. Pekerjaan rumah tentu masih menghantui Indonesia terkait dengan sektor investasi dan perizinan, yang dalam kenyatannya masih belum dapat bersaing dengan negara-negara tetangga.
Merujuk pada laporan “Ease of Doing Business 2020” yang diterbitkan oleh Bank Dunia, Indonesia mendapat beberapa catatan minor dengan bertengger di posisi 73 dari 190 negara. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, indeks kemudahan berbisinis (Ease of Doing Business) Indonesia kalah telak dari negara-negara tetangga seperti Singapura (posisi 2), Malaysia (posisi 12), dan Vietnam (posisi 70). Laporan yang diterbitkan oleh bank dunia tersebut secara tidak langsung menjadi acuan bagi penanam modal dalam melirik lokasi investasinya.
Selanjutnya yang perlu digarisbawahi adalah bonus demografi tidak akan memberikan dampak signifikan apabila suatu negara minim investasi maupun sumber daya manusia. Oleh sebab itu, bonus demografi juga dapat berubah menjadi gelombang pengangguran massal dan berpotensi memberatkan negara dikemudian hari apabila tidak dipersiapkan dengan baik. Beberapa negara tercatat pernah “gagal” dalam memaanfaatkan bonus demografi.
Seperti Afrika Selatan dan Brazil, kedua negara tersebut mendapatkan predikat gagal dalam memanfaatkan momen emas tersebut. Brazil yang sukses menjadi tuan rumah olimpiade 2016, masih terperangkap middle trap income, dikarenakan ketimpangan ekonomi masyarakatnya yang tinggi. Bahkan, dibalik suksesnya penyelenggaraan Olimpiade Rio 2016, ternyata menyisakan cerita lain yang berbanding terbalik dengan kemegahan even tahunan tersebut.
Sejarah mencatat bahwa Korea Selatan merupakan salah satu negara yang berhasil dalam memanfaatkan bonus demografi yang dimilikinya. Terdapat fakta menarik dan kesamaan antara Indonesia dan Korea Selatan. Kedua negara memulai pembangunan di periode yang hampir bersamaan, dimana Korea Selatan baru menyelesaikan perang saudara dengan Korea Utara, sedangkan Indonesia juga usai mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda dalam agresi militer Belanda. Pengalaman Korea Selatan dalam memanfaatkan bonus demorafi tentunya bisa menjadi pemacu semangat bagi Indonesia dalam menyambut Indonesia emas 2045.
Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bappenas yang bertajuk “mengantisipasi peluang bonus demografi”, disebutkan bahwa Korea selatan ditahun 1950-1960 telah mengubah strategi pendidikannya dari compulsory primary education menjadi production oriented education yang berfokus pada peningkatan pengetahuan dan keahlian guna mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Konsep pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu proses yang menjadikan sumber daya alam dan manusia sebagai objek pembangunan. Oekan Abdullah (2017) menekankan bahwa demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan maka penduduk memiliki peranan yang sangat penting. Hal tersebut bertujuan agar generasi pada masa bonus demografi menjadi kelompok terampil dan produktif, sehingga SDM yang dibentuk memiliki kualitas terbaik.
Hal yang perlu Diantisipasi
Dibalik peluang emas bonus demografi yang sangat menggiurkan, terdapat pula efek negatif yang harus diantisipasi. Pasca bonus demografi merupakan satu fase dimana meledaknya usia tua, sedangkan transisi usia muda menjadi usia produktif belum siap (Adioetomo (2005). Hal tersebut berimplikasi pada kurangnya kelompok produktif dalam suatu negara, yang kemudian diprediksi dapat meningkatkan tanggungan jaminan sosial dan pensiun sehingga menyebabkan stagnansi dalam perekonomian nasional karena tabungan usia produktif dialihkan sebagai dana talangan.
Tantangan semakin besar dikala pandemi covid-19 menyerang, perekonomian Indonesia yang berada pada level positif ambruk diterjang badai pandemi. Lapangan pekerjaan yang sifatnya padat karya maupun sektor pariwisata dan pendukungnya juga mengalami kebangkrutan dan berakibat pada PHK besar-besaran.
Berbagai hal yang sudah dibangun guna memenuhi ekosistem pendukung bonus demografi terancam pincang. Pandemi ini seakan-akan meluluhlantahkan semuanya, tetapi tidak dengan generasi penerus bangsa. Semangat positif harus terus dikumandangkan guna memenuhi kejayaan dimasa bonus demografi ini.
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan roadmap pembangunan SDM yang berkelanjutan dan berorientasi pada keahlian sangat penting untuk diwujudkan. Perlu dibangun suatu pondasi yang berlandaskan pada kemampuan SDM untuk mencegah terjadinya stagnansi perekonomian dikarenakan meledaknya kelompok usia tua pasca bonus demografi. Selain itu, diperlukan upaya dalam merangsang iklim investasi di dalam negeri, seperti kemudahan perizinan untuk memulai usaha. Sehingga akan terciptanya lapangan pekerjaan.