Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015), kesetaraan gender (gender equality) merupakan sebuah konsep yang dikembangkan dengan mengacu pada dua instrumen internasional yang mendasar, yaitu seperti pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sama.
Dengan merujuk pada deklarasi ini, konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan mencantumkan dua istilah, yaitu “hak yang sama untuk laki-laki dan perempuan” dan “kesetaraan hak laki-laki dan perempuan.”
Dalam hal ini, kesetaraan gender (gender equality) pada dunia kerja menjadi topik yang harus diperhatikan dan sangat dibutuhkan dan harus diperjuangkan keberadaaannya. Karena sebagian besar masyarakat menganggap peran sosial perempuan masih jauh tertinggal dan bersifat pasif dibandingkan dengan laki-laki, dan hal ini tidak terjadi secara alamiah, melainkan akibat dari adanya konstruksi budaya (Qori, 2017; Yeni dan Ivan, 2021).
Perlakuan dan perkataan yang dilakukan atau dilontarkan secara turun-temurun dan terus-menerus sehingga menjadikannya sebagai sebuah budaya atau norma yang tidak tertulis yang berlaku pada kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat yang menganggap bahwa kedudukan dan tenaga perempuan lebih lemah daripada laki-laki merupakan salah satu faktor yang menyebabkan adanya diskriminasi pada gender atau adanya ketidaksetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.
Pada suatu data yang menunjukkan perbandingan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara perempuan dan laki-laki di Indonesia pada tahun 2017 adalah 50,89 : 82,51, hal ini menunjukkan bahwa TPAK perempuan jauh lebih rendah daripada TPAK laki-laki, tentu saja hal ini berbanding terbalik dengan perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki-laki yang berusia 15 tahun ke atas yaitu sebesar 96,7 juta : 95,88 juta (BPS , 2017; Yeni dan Ivan, 2021).
Dari data tersebut menujukkan bahwa 47,24 juta perempuan yang berusia produktif di Indonesia tidak aktif dan tertinggal secara ekonomi (Scholastica, 2018; Yeni dan Ivan, 2021). Oleh karena itu, saya mengangkat isu tentang harapan dalam mewujudkan gender equality dalam dunia kerja pada perempuan khususnya di Indonesia dan berharap agar hal ini bisa terus terwujud dan terlaksana dengan baik.
Menurut saya, saat ini diskriminasi pada gender di dunia kerja masih sangat jelas adanya meskipun tidak separah dahulu, terutama pada bidang yang membutuhkan atau menguras lebih banyak waktu dan tenaga seperti petugas keamanan dan supir.
Selama ini kita mengetahui bahwa dua contoh pekerjaan tersebut sangat identik dengan pekerjaan seorang laki-laki, padahal perempuan sebenarnya juga sangat mampu dan bisa untuk melakukan dua pekerjaan tersebut. Orang-orang terdahulu menganggap bahwa seorang perempuan tidak akan bisa atau tidak akan mampu untuk melakukan pekerjaan seperti itu dikarenakan mereka percaya bahwa perempuan itu lemah dan sudah menjadi kodratnya atau takdirnya hanya untuk mengurus rumah, memasak, dan menjadi ibu rumah tangga sewajarnya orang-orang terdahulu.
Karena kepercayaan kuno tersebut, para perempuan di Indonesia pada jaman dahulu kesulitan untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan. Meskipun pada akhir-akhir ini pun masih sering terlihat persyaratan untuk pekerjaan yang seharusnya bisa untuk semua gender, baik itu laki-laki maupun perempuan, tetapi di persyaratan tersebut hanya mensyaratkan atau mengkhususkan untuk kaum laki-laki saja. Dan tidak jarang diskriminasi gender pada dunia kerja mengarah ke hal-hal yang sensitif dan hingga melampaui batas seperti kekerasan baik verbal maupun non-verbal pada perempuan di dunia kerja.
Hal itu yang akhirnya membuat para perempuan semakin berani untuk menyuarakan hak-haknya guna mewujudkan kesetaraan gender yang selama ini dipertanyakan kehadirannya dan dicari-cari keberadaannya. Dan saya berharap agar hal-hal negatif yang tidak seharusnya terjadi di dunia kerja yang menimpa para pekerja perempuan di Indonesia tidak terjadi lagi di kemudian hari. Dan para pemimpin baik itu dari pihak pemerintahan dan perusahaan harus bisa membuat dan mengeluarkan peraturan yang lebih kuat terkait diskriminasi atau kekerasan yang terjadi di dunia kerja khususnya pada perempuan sehingga para pelaku tidak semena-mena dan tidak menganggap perempuan tidak bisa melakukan apa-apa. Serta saya berharap agar persyaratan yang disyaratkan atau diminta oleh perusahaan atau pihak terkait tentang gender dapat dihilangkan atau paling mungkin dapat segera diminimalkan.
Karena kita sekarang tahu bahwa perempuan juga bisa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan atau dikerjakan oleh laki-laki. Contohnya saja, sekarang kita sering menjumpai pengemudi ojek online dan CEO atau pemimpin yang merupakan seorang perempuan.
Atau kita bisa lihat contoh nyatanya yang akhir-akhir ini sering sekali diperbincangkan di sosial media yaitu, Malaikha Dayanara Kridaman dan Patricia Arstuti Pramesti Putri yang merupakan sosok wanita independent dan menggambarkan tentang adanya atau terwujudnya kesetaraan gender di dunia kerja dan masyarakat.
Begitu pun perlahan-lahan kita sebagai perempuan mampu untuk menyamakan kedudukan atau posisi tersebut dan mewujudkan gender equality itu dengan kerja keras dan usaha kita selama ini. Dan seiring berjalannya waktu, para pekerja laki-laki pun sudah memahami tentang apa itu gender equality dan adanya gender equality di dunia kerja sehingga tidak menganggap remeh para pekerja perempuan.
Diharapkan juga mulai saat ini dan seterusnya, di setiap lini dan tempat pekerjaan mampu menaungi dengan baik para pekerja laki-laki dan perempuan tanpa memandang gender mereka serta orang-orang di lingkungan sekitar juga diharapkan dapat mendukung terkait adanya gender equality ini, sehingga mereka semua bisa hidup bermasyarakat dan melakukan pekerjaan dengan tenang dan nyaman tanpa adanya gangguan apapun, baik itu oleh faktor internal maupun eksternal.
Diharapkan, dengan adanya penyuaraan terkait kesetaraan gender dan terwujudnya kesetaraan gender (gender equality) ini bisa meningkatkan tingkat ekonomi para perempuan di Indonesia. Dan hal itu juga nantinya dapat berdampak baik pula pada tingkat pajak di Indonesia dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia sendiri.