Jumat, Maret 29, 2024

Menabur Kampanye Provokatif, Sandi Merusak Moral Bangsa?

Wawan Kuswandi
Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa

Cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno terus mengumbar pernyataan provokatif dalam setiap kali safari kampanyenya. Contoh teranyar kampanye ‘ngawur’ Sandi ialah ketika dia menemui kelompok nelayan di Indramayu, Jawa Barat.

Ketika itu, Sandi begitu bersemangat mendengarkan keluhan para nelayan yang sulit mendapatkan surat izin penangkapan ikan. Dengan suara lantang, Sandi berjanji akan memangkas birokrasi SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan), jika dia terpilih sebagai wakil presiden.

Belum genap satu hari Sandi ‘ngoceh’, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiastuti langsung marah besar. Menurut Susi, kapasitas kapal nelayan di bawah 10 gross tonnage (GT) tidak membutuhkan perizinan namun hanya wajib lapor.

“Kami tidak pernah persulit izin penangkapan ikan, kenapa demikian karena kami mau memajukan perikanan Indonesia. Jadi, jangan asal ngomong dulu. Belajar dan baca Undang-undang Perikanan baru berkomentar. Saya tidak suka isu sektoral ekonomi perikanan dibawa ke ranah politik. Saya marah dan ini sudah diingatkan,” kata Susi dengan suara tinggi. di kantornya, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Rabu (17/10) lalu.

Merespon kecaman keras Susi, Sandi hanya berkelakar dengan santai bahwa dia masih aman-aman saja karena tidak ditenggelamkan. “Kita woles-woles ajalah, jangan marah marah,” kata Sandi kepada wartawan di Mal Kota Kasablanka, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (20/10) lalu.

Kampanye Tak Berbasis Data

Safari kampanye Sandi, kerapkali memunculkan polemik sengit di masyarakat dan selalu mendapat tanggapan keras dari pengamat politik dan sejumlah menteri di kabinet kerja Jokowi. Hampir semua kampanye Sandi, cenderung bersifat provokatif karena tidak berdasarkan fakta dan data yang valid.

Seperti kasus tempe, cabe, bawang, nilai tukar rupiah terhadap dolar, keluhan emak-emak hingga soal nelayan. Semestinya seorang calon pemimpin menghindari kampanye provokatif yang tujuannya hanya untuk menarik simpati rakyat.

Seorang pemimpin ketika berbicara di hadapan publik, terutama saat kampanye harus memiliki basis data dan fakta akurat. Kampanye politik merupakan salah satu medium edukasi politik bagi masyarakat.

Jadi, bila Sandi selalu mengumbar kampanye provokatif, maka secara langsung maupun tidak langsung dia telah merusak mental dan moral rakyat. Namun sayangnya, walaupun mendapat banyak kecaman, tampaknya Sandi tidak pernah kapok dan tetap saja menebar kampanye provokatif. Lantas, apa sih target Sandiaga Uno menabur kampanye provokatif?

Menarik Hati Rakyat

Salah satu target Sandi menebar kampanye provokatif ialah dia ingin mencoba menempatkan dirinya dalam suasana emosional (empati dan simpati) massa atau dalam istilah ilmu psikologi dikenal dengan nama teori empati dan simpati.

Salah satu tokoh psikologi dunia pencetus ilmu psikologi humanistik Carl Rogers (1902-1987) menyebutkan, kondisi atau keadaan berempati atau menjadi empati bertujuan untuk memahami kerangka internal referensi objek lain dengan akurat, dan dengan komponen emosional.

Bila meminjam, teori ini, Sandi mencoba memainkan sosok yang seolah-olah ikut masuk dalam suasana emosional publik. Padahal, cara yang dilakukan Sandi ini hanya sebatas identifikasi atau mengandaikan dirinya menjadi orang lain. Dengan kata lain, Sandi telah melakukan kamuflasi kepribadian di hadapan publik.

Dari proses empati yang dilakukan Sandi ini, akhirnya massa menunjukkan ketertarikannya atau bersimpati kepada Sandi. Dalam proses simpati ini, perasaan memegang peranan sangat penting. Simpati akan berlangsung dengan baik, apabila terjalin pengertian antara kedua belah pihak. Seseorang atau massa akan merasa simpati kepada Sandi karena sikap, penampilan, perkataan atau perbuatannya.

Pembunuhan Karakter

Dalam menjalankan aksinya menarik simpati rakyat, Sandi juga mencoba melakukan pembununan karakter terhadap pesaingnya dalam dalam pilpres 2019. Bila persaingan dilakukan dengan cara positif, tentu boleh-boleh saja. Namun, persaingan atau kontestasi itu menjadi negatif, jika dilakukan dengan cara melakukan pembunuhan karakter lawan. Dalam hal ini, mungkin saja Sandi sedang menerapkan strategi pembunuhan karakter terhadap pesaingnya di pilpres 2019.

Teknik Pembunuhan karakter ini memang banyak dipakai dalam dunia politik. Tujuannya ialah untuk mengubah karakter lawan yang disukai menjadi tidak disukai publik sehingga si pembunuh karakter (dalam hal ini diduga dilakukan Sandi) bisa memenangkan persaingan. Dalam politik, pembunuhan karakter dilakukan dengan cara ‘black campaign’ yaitu berkampanye negatif untuk menjatuhkan lawan politik melalui isu fitnah, dan kabar bohong atau hoaks.

Menteri propaganda Nazi, Joseph Goebbel dan ahli strategi Italia, Niccolo Machiavelli menulis dalam bukunya ‘the ends justify the means’. Dalam buku itu digambarkan bahwa tujuan politik bisa dilakukan dengan menghalalkan berbagai cara. Dari hasil pemikiran ini, lahirlah istilah ‘Machiavellism’ sebagai wujud dari taktik politik yang licik.

Nah, dari dua teori diatas, manakah yang lebih tepat dimasukkan dalam kampanye provokatif Sandiaga Uno? Silahkan Anda pikirkan. Saya berharap, semoga artikel kecil ini bisa menjadi salah satu rujukan bagi bangsa ini agar lebih hati-hati dalam memilih pemimpin bangsa.

Wawan Kuswandi
Wawan Kuswandi
Pemerhati Komunikasi Massa
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.