Kamis, April 18, 2024

Mempertahankan Waduk Sepat Surabaya

Wahyu Eka Setyawan
Wahyu Eka Setyawan
Alumni Psikologi Universitas Airlangga. Bekerja di Walhi Jawa Timur dan sebagai asisten pengajar. Nahdliyin kultural.

Sabtu, 5 Mei 2018, Warga Sepat Lidah Kulon menggelar hajatan sedekah waduk yang rutin diperingati setiap setahun sekali, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah karena telah memberikan anugerah berupa waduk yang menjadi sumber kehidupan warga sekitar.

Namun peringatan kali ini masih sama dengan tahun kemarin, warga hanya bisa melakukan kegiatan sedekah waduk dibalik tembok beton Ciputra, jika pada tahun 2012 ke belakang mereka melakukan ritual peringatan di area waduk dengan berbagai acara yang meriah. Sedekah waduk sendiri merupakan sebuah upaya syukur nikmat, penghormatan bagi alam, bentuk pelestarian tradisi leluhur serta kegiatan yang bertujuan untuk mempererat tali siaturahim antar warga pedukuhan Sepat.

Waduk Sepat sebelum dikuasi sepihak oleh Ciputra melalui ruislag (tukar guling) lahan dengan Pemerintah Kota Surabaya, pada tahun 2008 dengan SK Walikota Surabaya Nomor 188.45/366/436.1.2/2008. Waduk Sepat memiliki luas sekitar 6,675 hektar sesuai dengan GS Nomor 109/S/1991 yang tercatat dalam regristrasi nomor 0335754, merupakan area yang menjadi simbol budaya juga merupakan sarana perekonomian serta ruang terbuka hijau yang menjadi penyokong wilayah sekitar Lakarsantri, khususnya sebagai penampungan air hujan agar tidak membanjiri rumah-rumah warga.

Fungsi itulah yang dihilangkan melalui ruislag yang dilakukan sepihak tanpa melibatkan warga sekitar, bahkan terkesan dipaksakan seperti tidak adanya Kajian Lingkungan Hidup Strategis, izin lingkungan serta dokumen pendukung lainnya.

Dalam proses ruislag dokumen pendukung yang menjadi sumber klaim oleh Ciputra murni cacat prosedur, karena dalam dokumen tersebut Waduk Sepat dianggap sebagai tanah pekarangan, sampai saat ini BPN Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya masih kukuh dalam argumentasinya, mereka mengatakan bahwa Waduk Sepat sudah menjadi bagian dari Ciputra, tetapi fakta soal cacatnya ruislag diabaikan, dan terkesan dipaksakan.

Warga beberapa kali telah melayangkan protes mulai dari aksi ke Balai Kota, berharap menemui Wali Kota Tri Risma, namun sampai detik ini tidak pernah ditemui. Tidak hanya itu saja berbagai upaya dilakukan seperti melayangkan gugatan ke PTUN, melaporkan ke Polda hingga melakukan Pra Peradilan kepada pihak Polda yang menghentikan penyidikan sepihak, semuanya gagal ketika hakim berkata lain di luar kenyataan dan bukti yang sudah gamblang bahwa banyak kecacatan prosedur.

Bahkan dalam gugatan informasi warga memenangkan gugatannya hingga ke tingkat Mahkamah Agung, fakta menunjukan jika Pemkot Surabaya tidak memiliki dokumen-dokumen terkait ruislag dan izin pembangunan di area Waduk Sepat.

Waduk Sebagai Kawasan Konservasi

Merujuk pada  Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 pasal 25 menyebutkan jika, kawasan konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan pantai. Hal ini juga didukung oleh PP Nomor 37 Tahun 2010 di bagian keempat pasal 92 mengenai konservasi waduk.

Sehingga sudah jelas, Waduk Sepat tidak dapat dialihfungsikan karena menurut peraturan merupakan daerah tampungan air, yang mempunyai fungsi lingkungan. Tidak hanya itu saja, dalam kajian Islam menurut KH. Drs. Asyhari Abta dalam konsep Islam mengenai pelestarian lingkungan, beliau mengatakan jika ada tiga persoalan lingkungan yang menjadi sorotan atau yang cukup dikhawatirkan, yaitu hutan, laut dan komersialisasi sektor alam.

Dalam perspektif Al-Quran, maka dalam konteks Waduk Sepat sebagai daerah tampungan air memiliki fungsi yang cukup signifikas, dan masuk sebagai kawasan konservasi. Jika merujuk pada persoalan pelestarian lingkungan, maka menjaga kawasan konservasi merupakan kewajiban, hal ini diperkuat oleh dalil di Al-Quran, terutama pada Surat Ar-Rum ayat 41-42:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ ۚكَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).

Kemudian posisi ini dipertegas dalam surat Al-A’raf ayat 57-58 yang substansial dengan semangat pelestarian lingkungan, sebagai himbauan agar tidak merusak kawasan yang menjadi penyokong lingkungan sekitar, dalam surat Al-A’raf mengatakan bahwa:

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لا يَخْرُجُ إِلا نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.

Mempertahankan Sebagai Kewajiban

Maraknya komersialisasi pada berbagai sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak (umat/rakyat), yang dalam realitasnya digunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan dan kelestarian kawasan yang didiami rakyat (umat). Kini harus menghadapi berbagai eksploitasi terhadap waduk, mata air, dan tanah-tanah adat yang mengandung tambang yang kemudian dikuasi oleh perusahaan, baik dalam negeri maupun asing. Secara tidak langsung dampak dari keserakahan perampasan ruang hidup rakyat (umat), telah mengakibatkan menyusutnya sumber daya air dan rusaknya sumber daya alam di Indonesia, kondisi tersebut lambat laun menyengsarakan rakyat (umat) sekitarnya ( KH. Drs. Asyhari Abta, konsep Islam mengenai pelestarian lingkungan Hal 77, dalam buku Fiqh Lingkungan, 2006).

Jika merujuk pada argumentasi mengapa Waduk Sepat harus dilindungi, maka sudah jelas hukumnya dalam melindungi waduk, sebagai kawasan konservasi yang memiliki banyak fungsi. Atas pertimbangan itulah, merupakan sebuah keharusan dalam melindungi alam, sebagai bagian dari menyelamatkan alam, guna menghindari mudharat yang lebih besar.

Oleh karena itu lingkungan harus diselamatkan, tidak dialihfungsikan untuk kepentingan komersil. Waduk Sepat merupakan milik umum, ruang terbuka hijau, yang memiliki fungsi lingkungan. Kelestarian Waduk Sepat adalah kewajiban dan harus dilindungi oleh setiap insan yang berada disekitarnya.

Wahyu Eka Setyawan
Wahyu Eka Setyawan
Alumni Psikologi Universitas Airlangga. Bekerja di Walhi Jawa Timur dan sebagai asisten pengajar. Nahdliyin kultural.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.