Jumat, Maret 29, 2024

Membela Perppu Ormas: Ketika YLBHI Akan Menggugat Perppu Ormas

“Koalisi masyarakat sipil berencana menggugat perppu ormas ke mahkamah konstitusi.”

(Tempo, Minggu, 13 Agustus 2017)

Terhadap berita tersebut, Saya tercengang atas sepirit penggugatan perppu ormas. Mereka sama sekali tidak melihat bahaya yang lebih besar. Mereka sepertinya  memiliki misi besar untuk menghancurkan keutuhan bangsa – yang  ingin melibatkan aksi menggugat perppu ormas. Parahnya lagi didukung oleh beberapa kaum elit politik – yang menurutnya pembubaran tersebut akan menambah runyam situasi politik nasional. Hanya saja, saya khawatir, gugatan mereka terjebak dalam jargon – jargon demokratisme sepihak bukan menjurus pada masalah substantif dan ideologis.

Bila dicermati, dari apa yang mereka kemukakan untuk mengkritisi perppu ormas sebenarnya memiliki tujuan yang baik: merawat dan mengimplementasi demokrasi yang adil dan bijak sehingga bukan hanya ormas tertentu yang bisa struggle di Indonesia namun HTI pun beserta kaumnya bisa menerima manfaatnya hidup di Indonesia. Namun yang sulit dimengerti, apakah mereka tidak berfikir tentang bahaya yang mengancam keutuhan NKRI ketika HTI dibiarkan begitu saja.

Mereka menyurarakan bahwa  pemerintah yang bertindak dikdator yang secara sepihak  membubarkan ormas tanpa “due process of law” atau proses penegakkan hukum dan adil dan benar sesuai asas hukum yang kita anut.

Sebenarnya pendapat di atas bertujuan menyampaikan hak sebagai warga Negara serta sebagai dasar empirik yang benar. Jika HTI dibubarkan melalui prosedur yang ada dalam UU No 17 tahun 2017 tidak bisa dipergunakan. Sebab menurut Prof Mahfud MD pembubaran ormas harus melalui beberapa tahap, tahap pertama peringatan sampai 3 kali kemudian penghentian bantuan, pembekuan kegiatan dan tahap terakhir pencabutan status badan hukumnya melalui pengadilan.

Namun, mereka akan mendapatkan ancaman yang lebih besar dari upaya gugatan tersebut. Sebagai contoh, Indonesia memiliki 6 agama yang dilindungi payung hukum, semuanya hampir ribuan yang tersebar di pelosok negeri, sehingga lebih dari 50 % orang di Indonesia berstatus selain HTI. Jadi yang menjadi persoalan bukan pada demokrasinya. Secara terang-terangan HTI menyatakan akan membangun Negara transnasional yang berbentuk khilafah yang direncanakan akan diperluas sampai Thailand sampai Australia. Sehingga demokrasi ini dilihat sebagai kemaslahatan yang kecil dibandingkan keburukan yang besar yang akan melanda Republik Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Prof Yudian Wahyudi bahwa “HTI tidak cocok hidup di Indonesia, dan Indonesia sama sekali tidak butuh ormas seperti HTI. Dengan kata lain, ini merupakan persoalan eksistensi Negara.

(pendapat yudian saat di metro tv)

Lebih lanjut, mereka tidak menyadari pentingnya elemen-elemen masyarakat dan institusi publik yang berada di Negara seperti lembaga pendidikan yang akan terganggu dan terongrong sebab kehadiran HTI. Padahal upaya pemerintah dalam merumuskan Perppu ormas sebenarnya secara tersirat bertujuan menjunjung tinggi demokrasi yang representatif dalam konteks kenegaraan dengan menjaga beberapa ormas lintas agama dan budaya yang beragam di Indonesia.

Penerbitan Perppu dimaksudkan untuk menjaga keberagaman individu.  Lebih jauh lagi pemerintah sebagai tindakan preventif dengan melindungi sistem demokrasi bukan mencerminkan tirani, dengan melihat dampak yang lebih jauh jika HTI masih saja berkoar-koar di tanah air. Sudah sepantasnya, jika ada ormas satu yang akan merusak keberadaan orang yang jumlahnya lebih besar maka dibubarkan. Jadi, Perppu ini mengupayakan dan menjawab keluhan mereka yang mengatasanamkan demokrasi untuk menggugat Perppu ormas.

Mereka juga melihat demokrasi sebagai interpretasi yang sempit dengan membebaskan hak-hak individu sebebas-bebasnya. Padahal kebebasan tersebut akan lenyap apabila mayoritas orang tidak menyetujui dengan suara tertentu (Misalnya HTI). Lebih jelas lagi, Hannry B Mayo berpendapat demokrasi merupakan kebijaksanaan umum atas mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat. (Id.wikipedia.org) Padahal, kebanyakan rakyat Indonesia adalah beragama islam seperti ormas NU Muhammadiyah – yang terang-terangan  menolak kehadiran HTI.

Di beberapa media sosial atau media cetak menujukkan bahwa rakyat merasa gelisah atas hadirnya HTI yang memplokamatirkan akan mendirikan khilafah dan menghapus pancasila sebagai roh bangsa. Bahkan, UIN sunan kalijaga yang dipimpin oleh Prof KH Yudian Wahyudi mendirikan pusat studi pancasila dan bela Negara.(uin-suka.com) UGM pun ikut Mendeklarasikan dirinya sebagai universitas pancasila.(ugm.com) Kalau di survey, jumlah orang yang membela pancasila sebagai ideologi bangsa akan jauh lebih banyak. HTI ini tidak perlu dibela untuk tetap berada di Indonesia. Demokrasi bukan jadi alasan utama untuk membela keberadaan HTI. Affirmative action tidak tepat diberikan untuk HTI, mengingat HTI berpotensi besar menghapus hak-hak rakyat Indonesia yang tidak sejalan dengan misi HTI. Alhasil, tidaklah logis kalau opini publik terus-terusan membela HTI, karena dilandasi asas demokrasi dan semangat khilafahisme

Perppu ormas adalah upaya menyelematkan demokrasi. Melalui regulasi ini, tujuan jangka panjang akan terwujud yakni hak dan suara rakyat tersalurkan bagi kalangan yang berpegang teguh pada pancasila. Kalaupun perppu ormas bukanlah cara yang baik, dan tidak membela perilaku intoleransi semestinya mereka berfikir kembali untuk mencari cara untuk menangani HTI.

Oleh karena itu, saya pribadi berharap gugatan perppu ormas ini tidak dipenuhi atas dasar pertimbangan ideologi bangsa dan keselamatan rakyat. Kalau semua itu terjadi, bukan hanya rakyat yang mengalami penderitaan tapi identitas Negara dipertaruhkan.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.