Kamis (24/4) 2025, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Fiji Stiveni Rabuka di istana merdeka. Pada pertemuan ini, kedua negara telah setuju untuk memperkuat kerjasama dan kemitraan kedua negara di berbagai bidang seperti pendidikan, pertahanan, ekonomi global, pemberdayaan umkm, pariwisata, budaya, dan lingkungan.
Ditengah semakin kompleksnya kondisi dinamika Indo-Pasifik, langkah ini membuka peluang Indonesia untuk menghidupkan kembali diplomasi selatan selatan yang selama ini cukup stagnan, khususnya di subkawasan pasifik selatan.
Secara historis, Indonesia memiliki hubungan yang kurang strategis dan cenderung simbolis dengan negara negara di kawasan pasifik. Meskipun Indonesia terlibat dalam berbagai forum seperti Pacific Islands Forum (PIF) dan Melanesian Spearhead Group (MSG) sebagai mitra, keterlibatan Indonesia selama ini ternilai belum maksimal. Salah satu penghalang maksimalnya Indonesia dalam keterlibatannya di forum-forum tersebut adalah sensitivitas isu Papua yang selalu disuarakan oleh negara-negara Pasifik di forum internasional seperti Vanuatu dan Fiji di masa lalu.
Akan tetapi, di tengah rivalitas oleh negara berkekuatan besar seperti Tiongkok, Australia, dan Amerika Serikat yang semakin intens di wilayah pasifik, Indonesia justru memiliki peluang untuk mengambil peran sebagai aktor netral dan relevan. Hal ini sangat berbeda dengan dari kekuatan eksternal yang cenderung transaksional, Indonesia bisa menawarkan pendekatan-pendekatan yang berbasis solidaritas Selatan-Selatan, diplomasi pembangunan, dan kerja sama teknis.
Fiji merupakan mitra dagang terbesar keempat Indonesia di kawasan Oseania. Selain itu, Fiji merupakan negara yang memiliki posisi kepemimpinan di antara negara-negara kepulauan, Fiji juga aktif berperan dalam isu perubahan iklim, ketahanan bencana, serta keamanan maritim yang dimana tiga isu tersebut juga menjadi perhatian Indonesia. Adanya kesamaan kepentingan ini bisa menjadi dasar dari kerjasama yang konkret, seperti membuat program pelatihan penanggulangan bencana dan pertukaran teknologi pertanian tropis.
Jika ditinjau lebih jauh, Fiji dapat berperan sebagai pintu masuk untuk Indonesia dalam memperluas pengaruhnya ke kawasan Pasifik melalui pendekatan yang lebih komperhensif. Contohnya, dengan merevitalisasi forum Indonesia-Pacific Island Dialogue, mendorong pertukaran pelajar dan akademisi, serta memperkuat diplomasi pertahanan yang berorientasi pada bantuan kemanusiaan dan keamanan non-tradisional.
Untuk memaksimalkan kerjasama dengan Fiji dalam memperluas pengaruh ke kawasan pasifik, beberapa langkah kebijakan yang bisa diambil pemerintahan Prabowo adalah:
Membentuk gugus tugas khusus Pasifik di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri
Selama ini kawasan Pasifik belum menjadi prioritas utama dalam struktur kelembagaan diplomasi Indonesia. Pembentukan gugus tugas akan memberikan adanya koordinasi lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian lainnya, dalam menyusun pendekatan yang terencana serta konsisten terhadap negara-negara Pasifik.
Mengembangkan program kerjasama Selatan-Selatan berbasis iklim, maritim, dan pangan
Fiji dan negara-negara Pasifik lainnya tengah menghadapi tantangan eksistensial yang diakibatkan oleh perubahan iklim ekstrem, ketergantungan impor, dan ancaman terhadap sumber daya laut. Indonesia merupakan negara yang memiliki keahlian dan pengalaman yang relevan dan bisa berbagi teknologi dan model kebijakan berbasis komunitas. Kebijakan ini bisa meningkatkan posisi Indonesia sebagai mitra yang solutif, bukan sekedar donor.
Mengintensifkan kunjungan ke negara-negara Pasifik yang dimulai dari Fiji
Kunjungan kenegaraan merupakan salah satu bentuk diplomasi simbolik yang kuat dan menunjukkan komitmen kerjasama dengan jangka panjang. Fiji menjadi fokus utama karena Fiji memiliki reputasi sebagai pemimpin pada kawasan Pasifik. Dengan memulai kunjungan ke Fiji, Indonesia bisa mendapat perhatian dan minat dari negara-negara kawasan Pasifik lainnya untuk membangun kerjasama berupa kesepakatan ekonomi, kerjasama iklim, dan juga kerjasama pertahanan.
Menyusun peta jalan diplomasi Indonesia-Pasifik dengan jangka panjang
Kebijakan luar negeri Indonesia terhadap kawasan Pasifik sering bersifat ad-hoc dan reaktif yang dimana kebijakan dan tindakan dilakukan ketika ada momentum atau tekanan tertentu tanpa adanya rencana jangka panjang terutama pada isu Papua. Dengan menyusun peta jalan diplomasi Indonesia ke kawasan Pasifik akan memberikan arah yang jelas dan memungkinkan adanya evaluasi berkala, peta diplomasi bisa menjadi dokumen strategis yang bisa digunakan pada dialog bilateral ataupun multilateral di kawasan tersebut.
Dengan adanya pendekatan pendekatan ini, Indonesia tidak hanya merespons terhadap perkembangan geopolitik, akan tetapi juga membangun solidaritas yang setara di antara negara-negara berkembang. Poros selatan yang dimaksud bukanlah sekedar jargon, melainkan sebuah inisiatif yang strategis untuk menempatkan Indonesia sebagai pemimpin global selatan yang berdaya serta disegani.
Jika kerjasama dengan Fiji bisa dimanfaatakn dengan baik dan tepat, momen pertemuan diplomatik antara Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Fiji Stiveni Rabuka dapat menjadi batu loncatan menuju era baru bagi kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih proaktif, inklusif, dan berbasis solidaritas terhadap kawasan.
