Jumat, April 19, 2024

Memasuki Era Penjabat Kepala Daerah

Naufal Jihad
Naufal Jihad
Alumni Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas

Penjabat kepala daerah ibarat “pisau bermata dua” yang akan menentukan arah pemerintahan daerah di Indonesia selama kurang lebih dua tahun ke depan, hingga memasuki kontestasi politik tahun 2024.

Mengapa kemudian penulis mengatakan demikian, sebab akan muncul berbagai tantangan dan dinamika yang dihadapi oleh penjabat kepala daerah sebagai pejabat birokrasi yang akan memegang kekuasaan tertinggi di lingkungan pemerintah daerah menggantikan posisi para gubernur dan bupati/walikota yang telah memasuki akhir jabatannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Merujuk sebuah pesan yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Tasdik Kinanto dalam Webinar “Menjaga Netralitas Birokrasi dalam Era Penjabat Kepala Daerah” pada hari Rabu, 15 Juni 2022.

Tasdik mengatakan bahwa pada masa transisi saat ini, diperlukan sosok penjabat kepalla daerah yang berkapasitas dan berintegritas tinggi. Penjabat kepala daerah juga harus mampu menlanjutkan program pembangunan daerah dan menjaga netralitas birokrasi menjelang penyelenggaraan pemilu dan pilkada 2024.

Pada gelombang pertama, setidaknya terdapat 5 penjabat gubernur, 37 penjabat bupati, dan 6 penjabat walikota yang diamanahkan untuk menlanjutkan roda pemerintahan di beberapa daerah, terhitung sejak tahun 2022. Merujuk pada Undang-Undang Pilkada pada pasal 201 ayat 10 dan 11 yang menyatakan, kekosongan jabatan gubernur dapat diisi penjabat yang berasal dari jabatan tinggi madya. Sementata untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/walikota, dapat diisi penjabat dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Mekanisme pemilihannya tentu berangkat dari putusan Kemendagri yang memberikan tiga nama calon penjabat gubernur kepada presiden, kemudian presiden akan memilih penjabat gubernur. Sedangkan untuk penjabat buapti/walikota akan dipilih langsung oleh Kemendagri berdasarkan usulan dari gubernur.

Semua itu dilakukan menimbang pelaksanaan Pilkada 2024 yang akan dilakukan secara serentak untuk seluruh wilayah di Indonesia, sehingga menjadi konsekuensinya untuk masa pemerintahan daerah yang hanya sampai pada tahun 2022 dan 2023 dilanjutkan oleh penjabat kepala daerah sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya. Sebagai penjabat birokrasi yang akan memimpin pemerintah daerah selama periode waktu yang telah ditentukan, akan menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam menentukan arah pemerintahan daerah kedepannya.

Sebuah Tantangan

Penjabat yang akan dipilih tentunya harus dilakukan dengan mengedepankan asas demokrasi, sehingga perlu dilakukan secara terbuka dan akuntabel untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah, karena penerapan sistem otonomi daerah yang menekankan pada kewenangan dan kebebasan yang dimiliki oleh daerah dalam menentukan arah pemerintahannya secara mandiri perlu dipertahankan, namun tetap memperhitungkan intervensi politik yang memasuki ranah tersebut.

Hal itu yang menjadi tantangan karena, sebelumnya kepala daerah yang notabene berasal dari produk partai politik, kemudian digantikan oleh penjabat yang berasal dari aparatur sipil negara (ASN) dengan tidak adanya kekuatan politik yang dimiliki pada lingkup parlemen daerah berpotensi mengalami kesulitan untuk menciptakan check and balances antara eksekutif dan legislatif.

Akan muncul ketidakseimbangan antara penjabat kepala daerah dengan dewan perwakilan yang ada di daerah tersebut. Ada beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan penjabat kepala daerah, salah satunya berakaitan dengan pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah ada, hingga membuat sebuah produk kebijakan yang tidak dapat dilakukan oleh penjabat kepala daerah.

Walaupun di sisi lain terdapat keuntungan tersendiri bagi pelaksana pemerintahan, yaitu mengingat birokrat memiliki pengalaman tata kelola internal pemerintahan dan selama ini terlibat dalam penguatan aspek eksternal seperti mengelola stabilitas politik, masyarakat, dan media. Lebih lanjut, secara khusus pada aspek birokrasi memang penjabat kepala daerah sudah memiliki bekal dan kekuatan yang mampu mendorong dirinya untuk memaksimalkan roda pemerintahan daerah dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Aspek birokrasi maupun aspek tata kelola pemerintahan lokal secara umum dapat terselesaikan dengan baik oleh penjabat kepala daerah karena latar belakang yang dimilikinya cukup mampu menjawab tantangan tersebut. Akan tetapi yang menjadi permasalahannya ketika menghadapi realita politik yang akan terjadi kedepannya.

Penulis meminjam pernyataan dari Thoha dalam sebuah karyanya yang mengatakan bahwa antara politik dan birokrasi pemerintah yang berasal dari kelompok masyarakat yang membentuk sebuah tata pemerintahan tidak dapat dilepaskan dari aspek politik. Karena selain politik secara umum berhubungan dengan aspek kekuasaan dan kebijakan, tentu secara tidak langsung juga bersinggungan dengan konflik kepentingan oleh beberapa kelompok kepentingan.

Dinamika Politik

Penjabat kepala daerah yang ditunjuk atau dipilih melalui keputusan Kemendagri dan pengawasan KASN secara umum akan memberikan angin segar bagi ranah birokrasi pemerintahan, namun secara khusus dapat disaksikan penjabat birokrasi tersebut tidak akan terlepas dari intervensi kelompok kepentingan tertentu.

Pasalnya struktur pemerintahan daerah yang dibangun oleh kepala daerah sebelumnya bisa saja berupa produk kepentingannya dalam menata struktur birokrasi dengan menghadirkan aspek politik atau intervensi secara pribadi, baik itu dari pribadi kepala daerah maupun dorongan dari partai politik yang berkuasa.

Seperti temuan data yang dihimpun oleh KASN mengenai Pilkada 2020 lalu, menunjukkan adanya pelanggaran netralitas ASN di 109 daerah dari total 137 daerah. Dalam persentasenya menunjukkan pada angka 79% pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020 lalu, pelanggaran tersebut cukup bervariasi, seperti imbauan kepada ASN untuk memilih calon tertentu, hingga pelaksanaan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan.

Jika dihubungkan dengan posisi penjabat kepala daerah yang akan melanjutkan roda pemerintahan daerah, tidak menutup kemungkinan akan disusupi oleh intervensi politik dari berbagai pihak. Akan banyak dorongan dari berbagai kelompok kepentingan yang akan mempengaruhi pergerakan penjabat kepala daerah karena posisinya sangat strategis.

Keinginan dan harapan kita hari ini adalah bagaimana penjabat kepala daerah yang berasal dari birokrat, akan mampu memperbaiki tata kelola pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsipnya. Namun tidak dapat dipungkiri akan mendapat tekanan secara politik dari berbagai kelompok, untuk itu perlu pengawasan dan pengawalan yang ketat terhadap penjabat kepala daerah yang sudah dilantik maupun yang akan dilantik pada periode mendatang karena besar harapan masyakarat terhadap pejabat birokrasi yang akan memimpin daerah kedepannya.

Naufal Jihad
Naufal Jihad
Alumni Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.