Kamis, Oktober 10, 2024

Memahami Kepemilikan Media dalam Proses Demokrasi

Sidiq Aji Pamungkas
Sidiq Aji Pamungkas
Lulusan Pascasarjana UNS jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.

Media bisa dikatakan sebagai salah satu aktor penting dalam perjuangan politik. Media dapat memainkan berbagai macam peran politik, termasuk mendukung proses transisi demokrasi dan menggiring suara-suara kritis.

Peran media dalam membangun atau membentuk opini publik sangat mempengaruhi proses demokrasi di suatu negara. Salah satu aspek yang patut diberi perhatian dalam keberlangsungan proses demokrasi yaitu kepemilikan media. Ketika kepemilikan media atau kerjasama media telah berkonsentrasi pada tangan kepentingan politik maka hal tersebut memungkinkan terjadi politik narasi (penginformasian yang bias, membatasi akses terhadap alternatif perspektif, bahkan memanipulasi opini publik).

James Curran dalam buku Media and democracy menyampaikan bahwa fenomena kepemilikan media memberikan berbagai dampak yang signifikan dalam aspek pluralisme, kebebasan berpendapat, transparansi informasi, dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan politik.

Sementara, afiliasi media dengan partai politik sudah sejak lama terjalin. Media massa menjadi wadah bagi aktor politik untuk menyampaikan pada publik terkait segala aktivitas politik yang dilakukan.

Media menjadi tempat/sarana publikasi. Artinya, afiliasi daripada partai politik dengan media telah menjadi keharusan. Hal itu karena media massa menjadi alat partai politik untuk memperkenalkan diri, menunjukkan eksistensi pada masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi, partai politik mencoba memanipulasi wacana pemberitaan untuk membuat pencitraan politik. Berita dalam media bisa saja disusun sedemikian rupa agar mendapatkan citra positif masyarakat demi mendorong elektabilitas.

Dalam konteks sistem Demokrasi, kepemilikan media (atau kerjasama partai politik dengan media) mengakibatkan suatu ancaman bagi prinsip-prinsip demokrasi. Kerjasama politis dari tangan kepentingan politik dan pemilik media dapat berupa pengendalian media.

Menilik penelitian dari Milutinovic di Serbia (dalam penelitiannya yang berjudul Media ownership and democratic capacity of transitional society: The case of Serbia)transformasi kepemilikan media dalam proses demokratisasi periode pascasosialis menunjukkan bahwa media masa Serbia antara tahun 2000 hingga 2016 berhasil memberikan transposisi dan harmonisasi standar kebijakan dalam keputusan demokrasi. Dengan demikian, pengaruh kepemilikan media terhadap proses demokrasi di sini berdampak pada kesehatan sistem demokrasi yang sedang berjalan.

Media memang memiliki semacam kekuasaan (power) dalam memengaruhi ideologi masyarakat. Media memiliki peran penting untuk partai politik yang berkuasa dapat melakukan hegemoni kekuasaan. Pandangan Antonio Gramsci mengenai hegemoni yaitu keadaan individu masyarakat dimana dirinya tidak menyadari adanya dominasi dalam kehidupan mereka. Antonio Gramsci menjelaskan keberadaan sistem sosial yang didukung justu mengeksploitasi diri sendiri. Oleh karena itu, berita dalam media bisa menjadi senjata paling mujarab dalam melakukan suatu hegemoni kekuasaan.

Perusahaan media memungkinkan untuk memperoleh suatu tekanan politik, baik ancaman tuntutan hukum atau pemotongan dana. Tekanan tersebut berdampak pada tindakan media untuk bermain aman, mencoba menghindari pemberitaan yang dapat merugikan partai politik. Lebih kritis mengartikannya, pemilik media tidak punya pilihan lain selain berpartisipasi dalam pembuatan berita sesuai keinginan penguasa.

Sementara, tingkat kepercayaan masyarakat untuk menerima informasi secara instan relatif tinggi. Ideologi masyarakat mudah dikontrol melalui pemberitaan tersebut. Berdasarkan hasil survey Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia bersama Katadata Insight Center (KIC) pada tahun 2022 yang bertopik “Status Literasi Digital di Indonesia 2022”, Masyarakat Indonesia cenderung memiliki tingkat kepercayaan pada media sosial lebih tinggi dibandingkan media lain seperti televisi, media cetak, dan situs online. Hal tersebut karena media sosial bersifat mudah diakses dan memiliki kecepatan informasi. Sedangkan situs media online atau media massa akan membutuhkan waktu membaca yang relatif lama.

Secara psikologi seseorang mempercayai sebuah informasi menurut Elmy Bonavita Zahro, dosen Psikologi UNUSIA, bahwa seseorang cenderung memilih informasi yang familiar untuk memahami informasi yang baru atau kompleks. Seseorang tersebut menerapkan proses berpikir heuristik, yaitu sebuah mental shortcut untuk seseorang memecahkan dan memutuskan masalah dengan cepat.

Kekurangannya, seseorang cenderung mencari informasi yang mendukung pendapat yang disetujui (self-esteem) dan menolak/menghindari informasi yang tidak disetujui. Secara sederhana, orang cenderung mengonfirmasi kepercayaannya terkait suatu hal. Akibatnya, terjadi bias konfirmasi. Kondisi seseorang yang self-esteem ini membuat orang tidak mau mendengar pendapat yang bertentangan/kontradiksi. Walaupun terjadi disonansi kognitif (stres akibat dihadapkan dua informasi yang kontradiktif), seseorang cenderung memilih informasi yang familiar. Oleh sebab itu, pengawasan terhadap media publik menjadi titik sentral media yang mempengaruhi proses demokrasi.

Media dalam sistem demokrasi harus memiliki prinsip kebebasan pers. Media independen menjadi pilar penting dalam demokrasi karena berperan dalam penyediaan informasi yang objektif sebagai pemantauan kekuasaan. Terkait pers, jurnalistik harus bekerja tanpa campur tangan pihak luar yang dapat melanggar/mempengaruhi integritas dan objektivitas pelaporan informasi. Prinsip inti dalam etika jurnalistik ini memastikan bahwa informasi disuguhkan jelas, seimbang mungkin, serta berdasar berdasarkan fakta (bersifat objektif). Standar jurnalistik memegang teguh prinsip objektivitas dan netralitas.

Kebebasan pers dan partisipasi masyarakat yang aktif sangat penting dalam menjaga keseimbangan proses demokrasi. Perlu adanya transparansi, akuntabilitas, dan kebebasan media yang tidak jauh dari monopoli informasi. Peraturan hukum yang memadai dengan mekanisme pengawasan yang transparan perlu diberlakukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Selain itu, peraturan hukum untuk memastikan kebebasan berpendapat sebagai upaya untuk terus memantau pengaruh politik dalam kinerja media. Oleh karena itu, upaya kolaboratif antar pemangku kepentingan yang berkaitan (pemerintah, perusahaan media, dan masyarakat sipil) menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan proses demokrasi yang inklusif.

Sidiq Aji Pamungkas
Sidiq Aji Pamungkas
Lulusan Pascasarjana UNS jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.