Kamis, April 25, 2024

Memaafkan Sukmawati

Holy Adib
Holy Adib
Penulis Buku Perca-Perca Bahasa [Diva Press, 2021]

Puisi Sukmawati berjudul Ibu Indonesia diributkan oleh orang-orang karena dianggap menghina Islam. Putri sulung Presiden Sukarno itu telah meminta maaf, tetapi ia tetap dilaporkan ke kepolisian oleh sejumlah pihak dengan tuduhan menistakan agama. Anehnya, para pelapor tersebut memberikan maaf, tetapi tidak mencabut laporan. Lalu, apa arti maaf yang mereka berikan?

“Dimaafkan, tetapi proses hukum harus tetap berjalan.” Demikianlah kalimat kontradiktif yang dilontarkan oleh para pelapor dan pendukung pelaporan terhadap Sukmawati di media massa dan media sosial. Karena barangkali belum puas dengan hanya mengucapkan kalimat tersebut, mereka berdemonstrasi menuntut kepolisian memproses laporan terhadap Sukmawati.

Memahami maaf

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, maaf bermakna ‘pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda, dan sebagainya) karena suatu kesalahan’. Definisi tersebut berarti bahwa dengan meminta maaf, pemohon maaf memohon untuk dibebaskan dari hukuman atas kesalahan yang dilakukannya. Dengan begitu, jika sudah memaafkan, pemberi maaf berarti membebaskan pemohon maaf dari tuntutan hukuman.

Bila dikaitkan dengan kasus puisi Sukmawati, definisi maaf dalam KBBI tidak cocok dengan maaf yang diberikan oleh pihak yang memaafkan Sukmawati karena mereka tetap menuntut Sukmawati untuk diproses hukum. Dengan kata lain, maaf yang mereka berikan hanya sampai di bibir alias tidak memafkan dalam arti yang sebenarnya. Apakah mereka tidak memahami arti kata maaf? Apakah mereka punya referensi lain tentang arti kata maaf? Yang jelas, maaf yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan definisi kata maaf.

Pengertian kata maaf di dalam KBBI cocok dengan maaf yang diberikan Allah, Tuhan yang disembah muslim, kepada makhluk yang berdosa. Jika memaafkan seseorang, Allah tidak akan menghukumnya apabila ia bertobat.

Jadi, orang-orang yang katanya memaafkan Sukmawati, tetapi tetap menuntut proses hukum dilanjutkan, sebenarnya tidak memaafkan Sukmawati. Mereka hanya mengucapkan maaf, tetapi tidak memaafkan. Artinya, ucapan mereka tidak sesuai dengan tindakan. Bukti ucapan maaf yang sesuai dengan tindakan maaf adalah mengucapkan maaf sekaligus mencabut tuntutan atas kesalahan yang dilakukan oleh pemohon maaf.

Sebenarnya, orang-orang berhak tidak memaafkan Sukmawati. Mereka juga berhak melakukan unjuk rasa untuk menuntut Sukmawati dihukum karena demonstrasi dibolehkan oleh undang-undang. Masalahnya, mereka ingin dianggap sebagai kaum pemaaf, tetapi tidak mau memaafkan.

“Jika setiap masalah dapat diselesaikan dengan maaf, tidak perlu ada hukum.” Pendapat ini beredar di media sosial dan diamini oleh banyak orang. Tidak ada keharusan bagi seseorang untuk memaafkan seorang lainnya. Yang ada hanya anjuran untuk memaafkan. Orang boleh memaafkan dan boleh tidak memaafkan.

Orang-orang juga boleh menuntut Sukmawati dihukum atas puisinya. Hal itu tidak salah karena setiap orang berhak melakukan tuntutan. Namun, jangan ucapkan maaf tanpa mencabut tuntutan hukum. Kalau tidak mau memaafkan, mereka tidak perlu mengatakan bahwa mereka memberikan maaf. Jika mengucapkan maaf, tetapi tidak mencabut tuntutan hukum, mereka menjadi orang yang tidak jujur: bilang maaf, tetapi tidak memaafkan.

Akan tetapi, pada sisi lain, jika tidak mau memaafkan, orang-orang itu akan dianggap sebagai kaum yang tidak pemaaf, sementara agama mereka mengajari penganutnya untuk memberikan maaf, seperti yang tertulis pada Surat Asy-Syura Ayat 43, “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”

Kesempatan memaafkan

Polemik puisi Sukmawati dan maaf untuknya merupakan kesempatan bagi sebagian kalangan muslim Indonesia untuk menunjukkan bahwa mereka ialah kaum yang pemaaf. Sebelumnya, mereka melewatkan kesempatan untuk membuktikan diri sebagai kaum pemaaf pada kasus ujaran Ahok yang dianggap menistakan Islam.

Pada waktu itu, jutaan orang berdemonstrasi beberapa kali untuk menuntut Ahok dipenjara, padahal mereka bilang memaafkan Ahok. Ahok akhirnya dipenjara sebagai bukti bahwa ia tidak dimaafkan.

Allah saja, sang pencipta, memberikan maaf. Mengapa kita, manusia yang cuma makhluk ciptaan, tidak mau memaafkan sesama manusia? Seandainya puisi Sukmawati itu terbukti menistakan Islam—sebelumnya ia sudah mengklarifikasi bahwa ia tidak berniat menghina Islam dengan puisinya—toh dia sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Berilah ia kesempatan untuk membuktikan bahwa ia tidak akan mengulangi perbuatannya

Holy Adib
Holy Adib
Penulis Buku Perca-Perca Bahasa [Diva Press, 2021]
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.