Kamis, April 25, 2024

Melawan Virus Gawai

sintajkartika
sintajkartika
Sinta Johan Kartika. Lahir 21 Mei 1997. Alamat Jalan Prisma, Pojok, Tiyasan, Condongcatur, Yogyakarta. Saat ini menjadi mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi UPN "Veteran" Yogyakarta

Nyata kita sadari bersama kemajuan teknologi telah merasuki segala aspek kehidupan manusia. Seolah virus yang menyebar, teknologi tak hanya menguasai bagian paling umum dari masyarakat.

Keluarga, yang selama ini diyakini sebagai agen pertama dan paling utama dari kehidupan seseorang, nyatanya juga telah terjangkit virus teknologi. Keluarga tanpa gadget menjadi kelangkaan dari kehidupan keluarga masa kini.

Keluarga tanpa teknologi benar menjadi sebuah kelangkaan. Gadget hadir di tengah-tengah anggota keluarga. Ayah, ibu, kakak, adik, sampai seorang balita, tak mustahil menjadi tangan pertama pengguna teknologi, terutama smartphone. Tentu masing-masing memiliki maksud dan tujuannya yang berbeda-beda.

Semua akan baik-baik saja, bila sebuah teknologi tak benar-benar berhasil menguasai bagaimana sistem keluarga semestinya tercipta. Namun, sayangnya masih banyak ketidak tepatan penerapan gadget dalam anggota keluarga.

Awalnya, perhatian akan keberadaan gawai terpusat pada pihak anak. Banyak orangtua maupun pihak-pihak tertentu yang mengkhawatirkan dampak-dampak negatif dari gangguan gadget. Seperti ketergantungan pada anak, juga gangguan konsentrasi dan emosi anak. Semua kekhawatiran-khawatiran tersebut memang benar adanya. Namun, bagaimana jika gawai justru menjadi gangguan terbesar orangtua dalam sebuah keluarga.

Semakin hari, perhatian dampak intensitas penggunaan gawai juga meluas pada sisi orangtua. Perhatian ini tercipta karena memang banyak ketidak tepatan orangtua dalam menggunakan gadget mereka dalam keluarga. Tak dapat kita pungkiri, banyak sekali ayah dan ibu yang juga tak bisa terlepas dari teknologi, khususnya smartphone. Orangtua muda, sampai lanjut usia, banyak sekali dari mereka yang nyatanya juga ketergantungan pada gadget.

Jika teknologi menyerang anak, orangtua dapat hadir sebagai penyembuh. Namun bagaimana jika virus tersebut justru menyerang kuat orangtua? Kondisi keluarga menjadi kekhawatiran yang perlu lebih untuk diperhatikan. Jika agen pertama dalam kehidupan seseorang terganggu, bagaimana dengan agen selanjutnya?

AVG Technologies melakukan sebuah survei untuk mengetahui pendapat anak tentang kebiasaan orangtua mereka dalam menggunakan gadget. Survei ini ditujukan pada anak berusia 8-13 tahun di negara Australia, Brazil, Kanada, Republik Czech, Perancis, Jerman, Selandia Baru, Inggris, dan Ameria Serikat.

Dari survei daring tersebut menunjukan bahwa 54% anak merasa bahwa orangtua mereka terlalu sering mengecek gawai. Kemudian ada 32% anak menyatakan bahwa diri mereka merasa kurang penting saat orangtua terdistraksi dengan gawai di tangan mereka.

Sedangkan survei serupa yang diajukan pada pihak orangtua menunjukan bahwa sebanyak 52% orangtua setuju bahwa mereka terlalu sering mengecek gawai mereka. Sejumlah 28% oran tua merasa bahwa mereka tidak memberikan teladan yang baik dalam penggunaan gawai. Dan 25% dari orangtua mengaku ingin mengurangi frekuensi pengguanaan gadget. 

Walaupun Indonesia tak masuk dalam daftar negara yang disurvei, namun hasil dari penelitian tersebut patut untuk menjadi perhatian dan cerminan kita semua. Ketika sebuah virus gawai menyerang orangtua, tak hanya diri mereka yang menerima akibatnya, namun juga anak-anak dan akhirnya seluruh sistem keluarga.

Mulai saat ini rasanya bahaya gawai yang berlebihan pada orangtua menjadi perhatian penting untuk seluruh orangtua dan keluarga. Ada beberapa alasan mengapa virus gawai lebih bahaya menyerang orangtua daripada anak.

Pertama, anak-anak, khususnya para milenial ini, mereka lahir bersamaan dengan teknologi yang selalu berkembang. Dari kecil hingga tumbuh dewasa mereka menjadi tangan pertama sekaligus saksi dari kecanggihan teknologi masa kini. Berbeda dengan para orangtua, khususnya bukan orangtua baru. Mereka lahir dan tumbuh ketika teknologi tak berkembang sepesat ini. Jelas akan muncul perbedaan dari bagaimana kedua sisi ini menghadapi virus teknologi.

Rata-rata orangtua akan cenderung lebih kaget dalam menerima kecanggihan tersebut. Revolusi teknologi yang secepat dan secanggih ini dibanding jaman dahulu pastinya akan lebih menarik perhatian orangtua. Berbeda dengan anak-anak, karena mereka lahir dan tumbuh bersamaan dengan revolusi teknologi, gairah mereka pada teknologi baru tak akan sebesar para ayah dan ibu. Orangtua yang ketergantungan pada gawai banyak diibartakan sebagai seseorang yang telat puber. Penyembuhannyapun akan lebih sulit.

Kedua, jika memang dampak gawai sama bahayanya untuk orangtua dan anak, maka bagaimana porsi keduanya dalam sebuah keluarga? Seperti yang telah dituliskan di atas, bila anak terserang virus teknologi, orangtua wajib hadir sebagai pihak yang mendidik dan menyembuhkan.

Namun, jika ayah dan ibu yang justru terserang, anak tak akan bisa memiliki porsi tepat untuk menyembuhkan dan mendidik orangtua. Terutama anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Ibaratnya, dalam sebuah rumah jika tiangnya keropos dan roboh, rumah akan runtuh. Begitu juga dengan keluarga.

Ketiga, membahas lebih lanjut pula dari tulisan dalam beberapa paragraf sebelumnya. Bila orangtua terserang virus, akibat besar tak hanya dirasakan diri mereka sendiri, namun juga sang anak dan akhirnya seluruh sisi dari keluarga tersebut. Anak-anak adalah fase di mana seseorang membutuhkan perhatian besar, kasih sayang, perhatian, dan didikan yang tepat sesuai apa yang mereka butuhkan.

Gawai hadir sebagai pihak ketiga di antara anak dan orangtua. Jelas, pertumbuhan dan perkembangan anak tak akan berjalan semestinya. Akan ada waktu dan perhatian untuk anak yang teralih pada gawai, teknologi yang pastinya jauh lebih menarik untuk siapapun di dunia ini.

Perceraian, kemiskinan, tak menjadi faktor utama seorang anak tumbuh dengan kondisi yang tak sewajarnya. Tidak lagi menjadi indikator sebuah keluarga tercipta secara tidak sempurna. Kehadiran gawai di tengah keluarga secara tak lazim dan tak ideal nyatanya dapat menjadi senjata makan tuan para penggunanya.

Benar memang anak dan orangtua adalah dua hal yang patut disembuhkan dari penyakit teknologi. Oleh karena itu, mulai saat ini setiap dari diri kita penting untuk menyadari betapa kejamnya sebuah teknologi yang hadir secara tak sehat di tengah-tengah keluarga. Anak membutuhkan orangtua, begitu pula dengan orangtua yang menginginkan anak tumbuh dan berkembang dengan baik.  Seluruh bagian dari keluarga adalah satu kesatuan. Melawan virus gawai adalah tugas bersama. Selamat Hari Keluarga Internasional.

sintajkartika
sintajkartika
Sinta Johan Kartika. Lahir 21 Mei 1997. Alamat Jalan Prisma, Pojok, Tiyasan, Condongcatur, Yogyakarta. Saat ini menjadi mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi UPN "Veteran" Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.