Sabtu, April 20, 2024

Melawan Caleg Eks Napi Rasuah

Ari Wirya Dinata
Ari Wirya Dinata
Peneliti Muda Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas 2012-2018 dan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (2019- sekarang)

Pepatah atau seloko adat sebagai salah satu nilai yang hidup didalam keragaman masyarakat Indonesia yang beradab adalah sebuah petuah yang perlu dimaknai isinya, pepatah/ungkapan tidak hanya berisi nilai yang hidup dalam masyarakat tetapi sejatinya pepatah tersebut adalah hukum yang hidup didalam masyarakat (the living law).

Kerapkali, kita mendengar pepatah yang mengatakan “Sekali berbohong maka selamanya orang tak kan percaya”. Pesan tersebut memiliki pemaknaan yang amat dalam apabila kita mampu menyelaminya artinya.

Pertama, himbauan untuk selalu berbuat jujur dan menjaga integritas pribadi. Apabila kita tidak mampu berbuat jujur maka selamanya masyarakat tidak akan percaya kepada kita, terlebih apabila kesalahan yang dilakukan adalah suatu perbuatan tercela yaitu korupsi dengan menggunakan jabatan publik yang pernah diamanahkan kepadanya.

Kedua, pepatah tersebut adalah pengingat kepada publik untuk jangan sekali-sekali kembali meletakan kepercayaan kepada orang yang pernah tidak amanah. Justru publik beramai-ramai melakukan apa yang dikenal dengan pendekatan menandai dan mempermalukan (naming and shaming) kepada oknum yang pernah berbuat kesalahan semasa mendarma baktikan kekuasaannya.

Dengan begitu, akan menjadi efek jera bagi pelaku dan pelajaran bagi kaum penguasa selanjutnya untuk tidak melakukan hal yang serupa. Oleh sebab itu, keberadaan para calon legislatif yang merupakan mantan Napi rasuah adalah suatu kerusakan dalam demokrasi Indonesia yang pancasilais.

Sebab dalam berdemokrasi tidak melulu bercerita pada tataran hukum formal yang memberikan ruang yang menjamin HAM bagi para Napi untuk tetap mempertahankan hak politiknya sebagaimana dikuatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan UU Pemilu terkait hal tersebut, tetapi juga berkelindan isu moralitas seorang calon pejabat publik.

Sebagaimana di khitmad-kan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa moralitas itu diatas segalanyanya termasuk diatas hukum ia bak buih-buih air di samudera yang luas, demikianlah Jimly menggambarkan betapa moralitas menjadi sangat penting bahkan lebih penting dari hukum yang mengatur itu sendiri.

Oleh karenanya, calon pejabat publik yang dipilih secara demokratis haruslah sosok yang dapat dicontoh, diteladani, dan memiliki jejak rekam yang bersih. Membiarkan libido partai politik menominasikan Bacaleg bermasalah dalam kontes pemilu sama halnya membiarkan para rubah masuk kedalam kandang ayam dan siap memangsa (baca: mengkorupsi) kesejahteraan rakyat. Partai-partai yang demikian perlu diberi lapor merah oleh rakyat.

Berdasarkan data Bawaslu mengatakan terdapat temuan sebanyak 199 bacaleg mantan narapidana korupsi dengan sebaran di Provinsi (30 orang), Kabupaten (148 orang), Kota (21 orang).

Mencengangkannya lagi adalah hampir semua Partai mencalonkan para eks koruptor di pemilihan legislatif baik pusat, provinsi maupun kab/kota, adapun 5 partai paling banyak berternak eks koruptor adalah Partai Gerindra (27), Golkar (23), Partai Berkarya (16), Hanura (14), dan Nasdem dan Demokrat (13), selebihnya dikisaran 5-8 orang.

Meskipun saat ini terdapat penyelesaian berupa adanya penandatangan Pakta integritas oleh masing-masing parpol peserta pemilu dan pengembalian berkas Bacaleg yang bermasalah ke partai masing-masing oleh KPU. Namun esensi yang lebih dari sekedar hal tersebut perlu kita renungkan.

Bahkan, baru-baru ini Pengawas Pemilu (Panwaslu) Aceh justru memenangkan gugatan yang diajukan mantan eks napi, Abdul Puteh, koruptor yang akan mencalonkan anggota DPD, demikian pula yang terjadi di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Pengawas Pemilu membatalkan putusan KPUD terkait Bacaleg eks napi koruptor yang diajukan oleh Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Negara kita dapat dikatakan negara edan dalam bertata krama politik dan berdemokrasi ketika parpol tetap mengirimkan Bacaleg yang notabenenya pernah bermasalah sebelumnya padahal telah ada pakta integritas dan komitmen untuk menciptakan demokrasi yang substansial bagi rakyat.

Lebih edan-nya lagi ialah mereka yang terindikasi sebagai eks napi koruptor tetap bersiteguh tanpa ada urat malu tetap berani mencalonkan dirinya sebagai wakil rakyat yang pernah mereka kelabui, dan akan lebih ironis apabila penyelenggara negara tetap memberi ruang kepada mereka untuk dicalonkan dan dipilih pula oleh masyarakat Indonesia.

Oleh sebab itu kehadiran partisipasi publik seperti kaum muda, akademisi, LSM, dan pemerhati demokrasi dan pemilu Indonesia sangatlah urgen dan krusial untuk ikut serta menutup celah terpilihnya kandidat-kandidat yang bermasalah secara hukum tersebut sebagai wakil rakyat.

Hal demikian dapat dilakukan salah satunya ialah apabila angka apatisme pemilih muda dapat diminimalisir, menstimulus pemilih muda untuk memiliki kepedulian menyuarakan menolak kandidat bermasalah untuk dinominasikan. Sebagai contoh bagaimana YB Syedd Saddiq, Menteri Belia dan Sukan Malaysia, yang dengan semangat berapi-api ingin membasuh najis rasuah di negeri Jiran.

Ia sedang memperjuangkan bagaimana batasan umur untuk pengundian (pemilihan) di Malaysia di turunkan dari 21 Tahun menjadi 17 Tahun layaknya negara kita, sehingga pemuda Malaysia dapat terlibat lebih masif dalam menyuarakan kepentingan politiknya terhadap isu negaranya salah satunya korupsi.

Dari situ dapat kita simpulkan betapa pentingnya menggerakkan kekuatan pemilih millineal untuk tidak apatis dengan caleg-caleg yang dianggap bermasalah. Para pemilih muda Indonesia harus disadarkan jelang pesta demokrasi 2019 untuk mencermati tiap-tiap calon wakil rakyat agar tidak terjadi drama membeli kucing dalam karung.

Ari Wirya Dinata
Ari Wirya Dinata
Peneliti Muda Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas 2012-2018 dan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (2019- sekarang)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.