Rabu, April 24, 2024

Media yang Ramah Anak

Beni Harmoni Harefa
Beni Harmoni Harefa
Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta

Akhir-akhir ini pemberitaan terkait dengan anak, acapkali melanggar hak-hak anak dan tidak berpihak pada prinsip kepentingan terbaik anak (the best interest of the child).

Pemberitaan mengenai anak yang dilibatkan pada situasi politik nasional, pemberitaan kekerasan anak di Pontianak, serta pemberitaan anak pada beberapa berita nasional dan lokal lainnya, terkadang tanpa disadari diberitakan secara berlebihan dan tanpa berpihak pada kepentingan terbaik anak, sehingga menimbulkan dampak buruk bagi tumbuh kembang anak itu sendiri.

Dewan Pers bersama Kementerian Pendayagunaan Perempuan dan Perlindungan Anak, baru-baru ini merumuskan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Hal ini patut diapresiasi, mengingat sudah menjadi kewajiban bersama untuk melindungi hak-hak anak termasuk dalam hal pemberitaan media.

Perlindungan anak tidak hanya tanggungjawab orangtua, guru, aparat penegak hukum, namun semua pihak harus turut berperan termasuk media, baik media cetak maupun elektronik harus turut andil dalam upaya perlindungan terhadap anak.

Pedoman Pemberitaan Anak

Hal-hal yang diatur dalam Pedoman Pemberitaan Ramah Anak antara lain:Pertama, merahasiakan identitas anak khususnya anak sebagai tindak pidana. Hal ini juga dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Dalam pasal 19 ayat 1 dan 2 UU SPPA, menegaskan bahwa identitas anak pelaku tindak pidana, wajib dirahasiakan.

Identitas itu meliputi nama anak, nama orangtua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkap jati diri anak. Pada pasal 97 UU SPPA ditegaskan bahwa pelanggaran terhadap pasal ini dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun.

Hal ini tidak berarti Negara melegalkan atau melindungi perbuatan jahat yang dilakukan anak, tetapi perlu ditegaskan bahwa kenakalan yang dilakukan anak tidak sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa.

Anak tetaplah anak dengan segala keterbatasannya, meskipun apa yang dilakukan secara kasat mata merupakan hal sadis dan sulit diterima akal, namun Negara melalui UU SPPA menegaskan bahwa anak tetap harus mendapatkan perlindungan.

Kedua, kalimat berita bernarasi positif dan penuh empati. Dapat dipahami pemberitaan yang bernarasi negatif apalagi menyudutkan anak berdampak buruk dalam tumbuh kembang anak.

Ketiga, tidak menggali informasi yang menimbulkan traumatik pada anak, seperti kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua atau keluarganya. Hal ini dipahami bahwa usia anak memiliki psikis yang masih labil. Oleh sebab itu hal-hal menyangkut informasi pribadi yang dapat menimbulkan traumatik anak, harus dihindari.

Keempat, tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak. Kelima, dalam pemberitaan bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan. Keenam, tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Ketujuh, tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan. Kedelapan, menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku, apabila sudah diberitakan, maka segera menghentikan pengungkapan identitas anak.

Kesembilan, dalam hal berita anak hilang atau disandera apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapuskan. Hal ini juga untuk menjaga cap/ stigma yang tidak baik bagi anak. Kesepuluh, tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.

Kesebelas, tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) dari media sosial. Kedubelas, dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada akhir pedoman ditegaskan bahwa penilaian akhir atas sengketa pelaksanaan Pedoman ini diselesaikan oleh Dewan Pers, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers yang berlaku.

Kini, dengan adanya 12 butir ketentuan yang cukup detail ini, maka semua media baik cetak maupun elektronik, harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan pemberitaan tentang anak. Media didorong untuk menghasilkan berita yang bernuansa positif dan berempati kepada anak. Tidak justru menyudutkan bahkan turut menciptakan cap/ stigma negatif pada anak.

Mengapa Anak Harus Dilindungi

Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, kiranya dipandang sebagai suatu upaya untuk memberikan perlindungan bagi anak. Bukan berarti anak tetap dibenarkan pada saat melakukan kesalahan, namun harus dipahami bahwa apa yang dilakukan anak merupakan akumulasi dari apa yang diterima anak sejak dilahirkan, dibesarkan, hingga dewasa. Lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan lingkungan sekitar anak sangat menentukan.

Oleh sebab itu, kenakalan yang dilakukan anak sekalipun, tidak dapat dipersamakan dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa, karena banyak faktor yang datangnya dari luar diri anak dan tidak berasal dari dalam dirinya, sehingga mendorong melakukan penyimpangan.

Hadirnya Pedoman Pemberitaan Ramah Anak memberikan penegasan bahwa hak-hak anak harus dilindungi termasuk dalam pemberitaan media. Berbagai aturan untuk melindungi anak dalam pemberitaan, seperti Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

Semua aturan ini pada intinya telah mengakomodir perlindungan bagi anak khususnya dari pemberitaan negatif, agar anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang kondusif.

Sebagian kalangan menilai, hal-hal yang diatur dalam Pedoman Pemberitaan Ramah Anak lebih ketat, tetapi sebenarnya juga mencegah media dikriminalkan karena melanggar Undang-Undang khususnya Pasal 19 ayat (1) jo Pasal 97 UU SPPA. Bahwa identitas anak wajib dirahasiakan, apabila melanggar maka diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda Rp 500 juta.

Kesadaran Bersama

Di luar pedoman pemberitaan ramah anak yang menjadi acuan media, lebih penting lagi menumbuhkan kesadaran semua pihak untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang baik dan sehat bagi anak. Sebab lingkungan yang baik dan melahirkan anak-anak berbudi luhur dan berkualitas tinggi yang sangat dibutuhkan bangsa ini.

Pemberitaan tentang anak dengan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik anak (the best interest of the child) merupakan hal terpenting dalam karya jurnalistik. Sudah saatnya media pemberitaan kita, baik cetak maupun elektronik sungguh-sungguh menyuguhkan pemberitaan yang ramah anak. Sebagai generasi penerus bangsa, anak harus mendapat perlindungan, termasuk dalam hal pemberitaan.

Beni Harmoni Harefa
Beni Harmoni Harefa
Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.