Rabu, Januari 15, 2025

Materialistik dan Kapitalisasi: Negara Merawat, Rakyat Sekarat

Muhammad Dzikriyyan
Muhammad Dzikriyyan
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Advertisement -

Keunggulan Kompleks Negara Indonesia

Indonesia diapit oleh dua samudera dan dua benua. Terletak di garis khatulistiwa dan dilewati ring of fire, membuat tanamannya subur karena disinari matahari sepanjang tahun dan tanah yang kaya akan mineral. Di negeri Jepang, hasil tambang tidak semelimpah di Indonesia. Mulai dari minyak bumi hingga tambang tembaga dan emas.Wilayah Indonesia dilihat sebagai tempat strategis untuk pasar komoditi di Asia Tenggara.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditahun 2023 mencapai angka 5,05% jauh di atas Singapura yakin hanya 1,2%. Banyak barang-barang masuk dan perusahan luar berinvestasi di Indonesia. Keunggulan yang sangat kompleks ini memberikan peluang yang sangat besar untuk Indonesia menjadi negara makmur.

Kualitas Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat

Tiap-tiap penduduk mulai hidup mandiri dikisaran umur 20 tahun. Mereka mulai mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan pribadi maupun untuk keluarga. Berdasarkan data dari Kemenaker terdapat 140 juta penduduk yang bekerja di tahun 2023. Secara implisit menandakan bahwa ada 140 juta jiwa yang sedang berkompetisi mengambil keuntungan dari keunggulan kompleks negara Indonesia.

Di sisi lain Menkeu Sri Mulyani dalam wawancaranya mengatakan bahwa terdapat 1% penduduk Indonesia yang menguasai 50% aset nasional, sehingga jika diakumulasikan 90% rakyat Indonesia hanya memperebutkan 30% sisanya saja. (bisnis.tempot.co)

Kondisi ekonomi di atas menimbulkan efek domino. Alasan masyarakat bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, hingga tersier. Jumlah pendapatan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah kebutuhan yang dipenuhi dan kualitas dari pemenuhan tersebut. Misalnya, rakyat dengan penghasilan di bawah satu juta akan membeli kebutuhan yang sangat murah bahkan terkesan tidak layak. Sedangkan rakyat yang berpenghasilan di atas lima juta akan memperhatikan kualitas yang dibeli, sehingga yang dibeli adalah barang yang cukup prestise.

Realita Kehidupan Masyarakat

Kota-kota besar menunjukkan realitas sosial ekonomi yang begitu senjang. Terlihat antara permukiman kumuh dan permukiman mewah hidup berdampingan. Tidak jarang pengemis atau pemulung terlihat di tengah-tengah permukiman elit.

Hal demikian menimbulkan pertanyaan, “Apa yang salah dari kondisi ini? Bukankah si kaya layak mendapatkan kehidupan yang prestisius? Dan si miskin wajar jika hidup secukupnya?”. “Mengapa hal itu bisa tejadi? Kenapa terdapat sebagian orang kesulitan untuk sekadar membeli makanan dan di sisi lain orang membuang-buang makanan?”

“Apakah masyarakat menjadi miskin karena ia tidak memiliki kapasitas keterampilan untuk menghasilkan uang?” Terlalu terburu-buru jika jawabannya adalah mengafirmasi pernyataan yang ada pada pertanyaan tersebut. Sebab hal ini sudah termasuk dalam permasalahan struktural.

Materialistik dan Kapaitalisasi yang di Rawat Pemerintah

Pemerintah tersusun oleh rakyat-rakyat terpilih yang mewakili golongan lainnya. Sehingga membuatnya memiliki tugas lebih untuk membantu golongan yang diwakili. Memastikan kebijakan yang diambil mencerminkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat, serta memberikan affirmative action dan perlindungan kepada golongan tersebut.

Namun pada faktanya tidak jarang problematika demikian lamban diatasi.Sirkulasi kepemimpinan terus berjalan, kepala daerah silih berganti, wakil rakyat bertukar kursi, presiden memantapkan posisi. Namun, kesejahteraan rakyat mengalami degradasi, aktivis diintimidasi, pajak dikorupsi, hingga pada akhirnya cita-cita negara hanya sebuah ilusi.

- Advertisement -

Materialistik dan kapitalisasi telah mengungkung kehidupan rakyat Indonesia. Turut dipelihara oleh negara melalui kebijakannya. Sehingga lambat laun mengkonstruksi pola pikir, pola bermasyarakat, pola ekonomi, pola politik, dan lain sebagaiannya. Tanpa disadari memungut kotoran penguasa lebih baik daripada berkubang lumpur bersama petani.

Hal-hal demikian menggerogoti etis yang hidup di masyarakat. Perlakuan yang berbeda akibat dari status ekonomi menciptakan kesenjangan yang kritis.Titik masalahnya adalah pada pola-pola negatif yang terbentuk. Pola-pola yang menyentuh psikologis manusia. Aspek yang mampu menggerakan seseorang manusia untuk melakukan hal baik atau hal buruk, mencipatkan perbaikan atau kehancuran, melahirkan revolusi atau degradasi.

Pengaruh psikologis terhadap strata sosial yang berasal dari pola-pola tersebut bisa terlihat pada cara individu berinteraksi dengan lingkungannya, bagaimana mereka membentuk hubungan sosial, dan bagaimana mereka memandang superioritas diri mereka sendiri dalam konteks hierarki sosial. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakadilan sosial, ketimpangan memperoleh akses, dan berbagai bentuk diskriminasi yang memperburuk kondisi masyarakat secara keseluruhan.

Pemerintah ikut mempertahankan pola-pola tersebut melalui kebijakannya. Contohnya, kebijakan ekonomi yang mengutamakan kepentingan kelas atas dapat memperparah kesenjangan sosial. Subsidi untuk industri besar tanpa adanya dukungan yang memadai untuk usaha kecil dan menengah dapat menghambat mobilitas sosial. Selain itu, kebijakan pendidikan yang tidak merata, seperti alokasi anggaran yang lebih besar untuk sekolah-sekolah di daerah perkotaan daripada di pedesaan, dapat memperkuat pola ketidakadilan.

Kembali pada pertanyaan awal, “Apakah masyarakat menjadi miskin karena ia tidak memiliki kapasitas  untuk menghasilkan uang?” Mungkin sekarang kita tidak perlu terburu-buru untuk menjawab itu.

Bahwa das sein (Peristiwa konkret yang terjadi) menyatakan Indonesia sedang terjebak pada pola-pola negatif yang ikut dirawat oleh Pemerintah. Kita menemukan akar masalah baru yaitu masalah ini terus terjadi karena kegagalan sistemik pemerintah untuk memutus pola-pola negatif yang timbul akibat dari materialistik dan kapitalisasi. Sehingga Keunggulan kompleks negara Indonesia tidak dapat dimanfaatkan dengan baik dan maksimal.

Rekonstruksi dan Transformasi Sistemik Pemerintah

Sebelum merekonstruksi negara, terdapat satuan terkecil yaitu individu yang harus diperbaiki. Apabila elit politik, aparatur sipil negara, dan para pemimpin tidak menormalisasi sebuah kesalahan, tidak gila kuasa, serta merasa cukup dengan harta yang dimiliki atau lebih tepatnya meritokrasi pemerintahan. Kekayaan Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal, efisien, efektif, dan merata kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Melalui standarisasi kompetensi pejabat pemerintah, perbaikan sistem rekrutmen ASN, sistem operasional pemerintah, reorientasi pembangunan, reformasi birokrasi, pengawasan kinerja, dan penegakan supremasi hukum. Kesenjangan sosial secara bertahap dapat dituntaskan. Dengan demikian, rakyat-rakyat kecil merasa terbantu dari setiap kebijakan yang dikeluarkan. Tidak terbebani dengan konstruk pola pola pikir, pola bermasyarakat, pola ekonomi, dan pola politik yang negatif, hingga pada akhirnya kesenjangan sosial ekonomi membaik.

Upaya tersebut tidaklah mudah dan cepat untuk diraih. Namun, bermula dari saling menyadarkan dan eksekusi pada rana keahlian atau profesional masing-masing. Diharapkan mampu menggerakan cakram perubahan negara Indonesia menuju masyarakat makmur yang berkeadilan.

Muhammad Dzikriyyan
Muhammad Dzikriyyan
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.