Sabtu, April 20, 2024

Mas Tommy Mongabay yang Saya Kenal

Saat awal mula saya dan kawan-kawan mahasiswa live in di Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo untuk menolak PT. Rayon Utama Makmur (RUM) karena limbah udara yang dihasilkan. Komunikasi saya dengan Mas Tommy Mongabay mulai terbangun, demi lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga terdampak.

Maklum, media lokal atau nasional memberitakan konflik warga dengan pabrik serat sintetis itu tidak berperspektif korban. Mas Tommy dan Mongabay Indonesianya merupakan oase di padang pasir bagi para aktivis lingkungan hidup yang berada di lapangan demi liputan kejadian yang sebenarnya. Termasuk memberi semangat moral bagi aktivis-aktivis mahasiswa itu bertahan dalam gerakan yang masih seumur jagung.

Sampai tulisan saya berjudul Mudik, Arus Balik dan Kelangkaan Air dimuat Geotimes tanggal 19 Juni 2019. Mas Tommy yang saya kenal adalah jurnalis cum aktivis yang selalu membela kepentingan petani dari ancaman kerusakan lingkungan hidup. Karena waktu itu kita sama-sama mudik ke Rembang untuk merayakan lebaran dengan dulur-dulur Kendeng. Entah kenapa, tulisan itu pertama kali saya bagikan ke Mas Tommy melalui akun media sosial yang ia miliki.

Mungkin berharap Mas Tommy membaca hasil pengamatan saya yang dangkal itu dengan pembacaannya yang kritis tentang perubahan lanskap geografi Kendeng di Rembang. Kemudian Mas Tommy menanggapi tulisan saya dengan analisis mendalam mengenai operasi produksi PT. Semen Indonesia yang menguras sumber-sumber mata air setempat. Tetapi hanya dilihat saja kiriman tulisan saya itu di akun media sosialnya. Saya yakin, Mas Tommy menyepakati perubahan fenomena alam yang terjadi saat ini di Kendeng melalui tulisan yang saya buat.

Apalagi mengingat keterlibatan Mas Tommy bersama ibu-ibu Kendeng yang begitu intens sejak tenda perjuangan berdiri kokoh di tapak pabrik. Seperti reportasenya berikut ini, ‘Setiap hari sidang, pukul dua dini hari mereka bangun. Memasak untuk anak dan suami, sebelum berangkat ke Semarang untuk menghadiri sidang. Duduk dan berimpitan di bak truk selama enam jam, hanya untuk alasan mencegah bencana ekologi terjadi suatu saat nanti.’ Berbeda jauh sekali pengamatan saya dengan pembacaan Mas Tommy yang diberi judul Menagih Janji Gubernur Ganjar (Geotimes, 7 September 2015) itu terhadap kelestarian Pegunungan Kendeng Utara.

Bayangpun, ketika saya masih mengamati persoalan ekologi secara _an sich_ dengan segala basis epistemologi yang saya pelajari di ruang kuliah yang kedap suara. Mas Tommy dengan kerja-kerja jurnalistiknya sudah menemukan hakikat keberadaan manusia dan alam di Pegunungan Kendeng Utara yang terpotret dalam setiap tulisan dan riset-riset yang ia kerjakan. Bahkan tak kurang film Sexy Killer yang sempat menggegerkan dunia politik tanah air, dan berhasil menyuarakan ketidakadilan sekaligus independensi karya jurnalistik yang mencerahkan itu merupakan hasil tangan dinginnya menggugah kesadaran publik.

Jujur saya tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya waktu itu jika tidak mengenal Mas Tommy Mongabay dalam pertarungan melawan kuasa modal terbesar se-Asia Tenggara. Mungkin kasus pencemaran PT. RUM sampai detik ini akan menjadi berita hoaks bagi informasi publik yang dikunyah mentah-mentah oleh pembaca amatiran. Bersyukurlah saya, akhirnya Mas Tommy sempat berkunjung ke desa-desa terdampak limbah pabrik PT. RUM untuk liputan. Bahkan pernah juga menonton bareng film dokumenter “Pesta Demokrasi Berlumur Batubara” di desa Plesan Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo.

Sehingga laporannya yang berisi, ‘Di Kecamatan Nguter, Sukoharjo, terjadi pencemaran dari pabrik industri rayon dari PT Rayon Utama Makmur (RUM), sudah memakan korban masyarakat sekitar dan kriminalisasi empat warga serta seorang mahasiswa gara-gara memperjuangkan hak lingkungan sehat. Mereka terancam pidana, sedang pelanggaran pidana RUM maupun tindak kekerasan aparat tak pernah diproses hukum. Pabrik pun, katanya,  masih berdiri dan berpotensi beroperasi serta kembali mencemari.’ (Mongabay.co.id 1 Juli 2018). Selebihnya merupakan informasi berharga yang mempunyai sudut pandang keberpihakan terhadap warga terdampak bagi pembaca budiman.

Dengan demikian, tanpa mengurangi rasa hormat jika Mas Tommy adalah jurnalis pemberani yang rajin menulis liputan-liputan kerusakan lingkungan hidup secara detil, tajam, dan menarik. Sementara saya adalah mantan aktivis mahasiswa yang menulis opini atau press release dengan cara membabi buta. Kesan saya berkenalan dengan Mas Tommy adalah orang baik yang selalu membagikan ilmunya demi masa depan lingkungan hidup yang lebih adil. Sekurang-kurangnya itulah yang dibawa pulang Mas Tommy ke rahmatullah tanggal 2 Februari 2020. Sehingga “menulis itu perlu tahu dan berani” merupakan pahala yang terus mengalir bagi Mas Tommy untuk kerja-kerja jurnalistik yang terus melawan.Selamat jalan Mas Tommy.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.