Kamis, Maret 28, 2024

Ma’ruf Amin: Antara Sikap Politik dan Hujatan Netizen

Yahya Fathur Rozy
Yahya Fathur Rozy
Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyyah Shabran, Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir

Belum terlepas dari suasana haru dan duka atas terjadinya tsunami di selat Sunda yang menimpa daerah Banten dan Lampung Selatan hingga menelan korban sebanyak 373 jiwa meninggal, 1.459 orang luka-luka, dan 128 orang dinyatakan hilang. Tak hanya itu, kerugian materiil pun tak kalah banyaknya yakni 681 rumah rusak berat, 69 hotel rusak berat, dan 420 kapal rusak (berdasarkan laporan terakhir yang diterima tanggal 24 Desember 2018 pukul 20.00 WIB).

Hal tersebut tentunya menjadi cambuk peringatan keras bagi BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) yang kurang tanggap memberikan peringatan dini tsunami terhadap penduduk pesisir pantai dan minimnya peralatan deteksi tsunami yang dimiliki. Semoga para korban tetap diberikan kesabaran, keteguhan, dan kelapangan hati dalam menghadapi musibah dan ujian ini, amin ya rabbal ‘alamin. 

Alih-alih media gencar memberitakan mengenai musibah tsunami selat sunda, munculah sosok Ma’ruf Amin, melalui sebuah unggahan video berdurasi 21 detik yang sudah viral (detik.com ), dengan sikap kontroversinya, menimbulkan kegaduhan baru di jagad gonjang ganjing dunia maya. Betapa tidak, Ma’ruf Amin secara sadar mengucapkan selamat Natal yang ditujukan kepada umat Kristiani.

“Saudara-saudara kami dari kaum kristiani, kami sampaikan selamat hari natal dan tahun baru, semoga berbahagia,” begitu pungkasnya  di video tersebut. (dikutip dari laman duta.co, 24/12/2018)

Sudah barang tentu, hal tersebut sontak menggegerkan para nitizen sehingga cepat-cepat meraih gawai dan mengirimkan respon dan komentar negatif atas sikap yang diambil Ma’ruf Amin di setiap kolom komentar akun media yang menayangkan video tersebut. Atau dengan cara mengunggah ulang video tersebut di status atau lini massa media sosial dengan membubuhkan komentar negatif, celaan, sarkasme, bahkan hujatan yang terkadang, secara tidak sadar, juga dapat memicu kejengkelan dan emosi bagi orang yang melihatnya.

Hal tersebut didasari atas sikap awal Ma’ruf Amin, saat masih menjabat sebagai Ketua MUI Bidang Fatwa , yang menganjurkan untuk tidak usah mengucapkan selamat natal. “ itu jadi perdebatan, sebaiknya enggak usahlah “ pungkasnya di Jakarta, Rabu 19 Desember 2012 silam ( tempo.co).

Inkonsistensi inilah yang membuat para netizen geram. Meskipun Ma’ruf Amin sudah memberikan klarifikasi yang dilansir oleh beberapa media, bahwasanya MUI hanya memfatwakan haram mengikuti misa/ritual Natal, namun netizen tak mau tahu menahu soal hal itu. Yang dilihat ialah sosok Ma’ruf Amin dengan sikap inkonsistensinya atas apa yang diucapkan.

Berikut ini, akan penulis paparkan ulasan dan alasan mengapa netizen begitu geram dan mengapa seharusnya hal ini disikapi dengan biasa saja. Pertama, pandangan tentang Ulama. Para Ulama yang berada di Indonesia ini masih dianggap “dewa” yang seluruh perkataannya sekaligus tindak tanduknya harus selalu benar dan mencerminkan keteladanan bagi yang lain. Tidak boleh ada celah kekurangan yang keluar dari sosok yang dianggap Ulama. Dan jika terdapat hal yang ganjal atau kesalahan sikap sedikit saja, maka reputasi kebaikannya akan segera luntur.

Dulu, Kita bisa melihat kasus Aa gym yang sontak nama dan popularitasnya redup akibat poligami, Tuan Guru Bajang Zainal Majdi yang dihujat akibat sikap politiknya, Bachtiar Nashir yang di-bully akibat minum air kencing unta, Arifin Ilham yang disindir lewat video parodi akibat memamerkan kedua istrinya di instagram, dan kini Ma’ruf Amin yang dihujat karena mengucapkan selamat Natal.

Tentunya dibalik itu, terdapat banyak motif, kepentingan dan faktor yang melatar belakangi seseorang melakukan suatu hal yang mungkin dianggap tidak cocok bagi orang lain. Namun jika kita bisa memposisikan Ulama sebagai orang biasa yang tak luput dari khilaf dan dosa, maka kita bisa memakluminya dan fokus terhadap motif atau maksud apa yang melatarbelakangi mereka bersikap sedemikian rupa tanpa harus memberikan hujatan yang tambah memperkeruh suasana. Kritik konstruktif nan elegan lebh bermanfaat dari pada hujatan dan makian.

Kedua, unsur kepentingan politik. Kita harus bisa secara bijak dan cerdas melihat dan menilai seseorang sesuai keadaan dan posisinya. Dahulu Ma’ruf Amin sebagai salah satu bagian dari MUI, hanya secara pribadi menghimbau untuk tidak mengucapkan selamat Natal, seperti yang dilansir diatas, karena ingin menghindari perdebatan dan polemik pro-konta yang terjadi dalam kubu umat Islam jika diungkapkan atas nama lembaga. Kalau toh diucapkan atas nama Lembaga, nama Ma’ruf Amin akan tetap terseret karena termasuk di dalamnya. Kini Ma’ruf Amin telah menjelma menjadi menjadi tokoh politik, dengan memposisikan diri sebagai Calon wakil Presiden Joko Widodo.

Tentunya, Ma’ruf Amin harus lihai memposisikan diri dan mengambil sikap yang tidak membahayakan efek elektoralnya. Pada kasus ini, tindakan yang dipilihnya ialah dengan mengucapkan selamat bagi kaum Kristiani.

Sebelum itu, pada tanggal 24 September 2018, Nusron Wahid mencoba untuk memepertemukan Ma’ruf Amin dengan Inisiator Relawan Nusantara di kediaman Ma’ruf Amin, Jalan Situbondo, Menteng, Jakarta. Organisasi tersebut ialah barisan pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)  yang termasuk kaget atas penujukan Ma’ruf Amin sebagai Calon Wakil Presiden Joko Widodo.

Salah satu hal yang diperbincangkan pada pertemuan tersebut ialah mengenai klarifikasi soal fatwa  larangan mengucapkan selamat Natal kepada non-muslim. Dalam pertemuan tersebut Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan fatwa tentang larangan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani (tempo.co).

Menurut hemat penulis, klarifikasi tersebut sarat dengan motif elektoralnya. Yang mana Ma’ruf Amin ingin menepis dan menghilangkan kesan buruk dan eksklusivitas yang ada dalam dirinya. Sehingga dapat meraih empati dan simpati dari pihak yang dituju.

Dan pada akhirnya munculah video ucapan selamat Natal yang sudah viral tersebut sebagai finishing point nya. Penulis rasa tak hanya Ma’ruf Amin yang inkonsisten akibat hasrat politiknya. Kapitra Ampera yang dulu menjadi pengacara Habib Rizieq, kini merapat ke kubu PDIP, partai yang dituduh sarang Komunis.

Yusuf Supendi pun demikian, salah satu pendiri Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) yang mendaku bartai berbasis Islam, kini berusaha masuk ke DPR pusat juga melalui jalur PDIP, La Nyalla yang dulu menuduh Jokowi PKI yang sangat ekstrem mendukung Prabowo, kini harus menelan ludahnya dalam-dalam karena juga merapat ke kubu Jokowi.

Jadi, harusnya kita biasa saja melihat sikap Ma’ruf Amin yang ditunjukan karena motif yang telah terpapar diatas.

Yahya Fathur Rozy
Yahya Fathur Rozy
Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyyah Shabran, Mahasiswa Ilmu Alquran dan Tafsir
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.