Jumat, Maret 29, 2024

Mari Cerita Secangkir Kopi…

Budicanggih
Budicanggih
Budi Hartono, biasa dipanggil budicanggih adalah seorang warganegara biasa pecinta kopi lokal, yang meminati masalah-masalah sosial politik dan media sosial.

Minum kopi menjadi budaya yang tak terbantahkan, tua-muda, laki-perempuan, kaya-miskin, semuanya mempunyai hak yang sama untuk menikmati kopi. Dari kopi sachet di warung seharga tiga ribuan hingga kopi kualitas gengsi seharga tiga puluh ribuan. Aktifitas keseharian pun tak lepas dari kedai kopi, meeting dengan klien, menunggu istri belanja, belajar kelompok sampai menunggu redanya traffic dikemacetan kota besar. Hingga ada tagline “ngopi dulu biar engga gila”. Walhasil, minum kopi adalah kekinian, upload secangkir kopi adalah bukti eksis supaya bisa dibilang keren. Anda boleh percaya boleh juga tidakbahwa Secangkir kopi tak pernah ingkar, ia tetap hitam dan pahit. Ini menegaskan, tak selamanya yang kelam itu hitam dan yang pahit itu menyebalkan. Cita rata kopi bisa membalikan fakta itu”. Hehehe.

Menurut etimologi, kopi berasal dari Ethopia, dulu dikenal dengan nama Abbysinia, ada sebuah desa bernama “kaffa”, disini kopi pertama kali berasal. Selanjutnya, kopi menjadi tren para kaum aristokrat dijazirah Arab. Maka, di Arab kopi pun disebut “qahwah”, lalu berkembang menjadi “kahveh” di Turki. Di Perancis dikenal “cafe”, pergi ke Italia disebut “caffe”. Orang Inggris menulisnya “coffee”. Populer di Belanda dengan nama “koffie”. Syahdan, orang melayu -termasuk Indonesia- menyerap kata tersebut menjadi kopi, walaupun awalnya mereka menyebut “kawa”. Faktanya hampir semua istilah untuk kopi di dunia memiliki kesamaan bunyi dengan istilah Arab. Rata-rata orang Melayu -termasuk Indonesia- suka minum kopi. Tapi budaya pop kedai kopi justru diimport dari Barat. Padahal kopitiam itu artinya kedai kopi. Dengan prosesnya yang panjang hingga ia hadir dalam cangkir yang siap dinikmati. Indonesia adalah negara ketiga penghasil kopi terbesar setelah Brazil dan Vietnam. Sehingga kita harus tahu, bahwa orang yang tidak menyukai kopi perlu dipertanyakan kewarganegaraannya. Cie..cieee.

Dimasa awal, kopi adalah minuman para aristokrat Arab. Kopi menjadi komoditas penting dunia islam. Di beberapa literasi, kopi bahkan menjadi salah satu unsur medis oleh Ibnu Sina. Di Mekkah dan Madinah, minum kopi menjadi ritual agar terjaga di malam hari ketika berzikir atau beribadah, meskipun beberapa kali dinyatakan sebagai minuman terlarang. Bahkan konon (jangan dibalik) katanya pernah dibuat aturan hukuman cambuk bagi rakyat yang meminum secangkir kopi. Padahal, kopi tak pernah memilih siapa yang akan meminumnya, karena dihadapan kopi, kita semua sama. Assyiikkk.

Kopi populer dimasa Kesultanan Utsmaniah. Minum kopi menjadi upacara wajib kenegaraan di wilayah kekhalifahan yang menguasai tiga benua ini. Hingga terjadi pertempuran Wina pada September 1683, dimana pasukan Utsmaniah dibawah kepemimpinan Kara Mustopa Pasya berperang melawan pasukan Austria, dan Kara dikalahkan. Pertempuran ini menandai titik balik dalam konflik sepanjang 300 tahun antara pasukan kerajaan-kerajaan Eropa Tengah dan Kesultanan Ottoman. Disaat itulah peran Eropa terhadap komoditas kopi mulai berkembang, setelah ditemukannya puluhan karung biji kopi di perkemahan pasukan Ottoman yang ditinggalkan. Dimulailah perdagangan kopi dengan membuka kedai-kedai kopi eropa. Tak ayal, hingga pada saatnya kita pun bisa menikmati kopi dicangkir yang sama, dimeja yang sama, namun dengan aroma dan rasa yang berbeda. Eeyyaaa.

Namun demikian, Belanda adalah negeri pengekspor terbesar komoditas kopi untuk pertama kalinya dalam sejarah perkopian dunia. Pada tahun 1696 Belanda mendatangkan kopi dari Malabar, India, ke Pulau Jawa. Tiga tahun kemudian Belanda mendatangkan kembali stek kopi dari Malabar. Upaya kali ini menuai sukses. Kopi tumbuh dengan baik di perkebunan-perkebunan tanah Jawa. Hasil produksinya menggeser dominasi kopi Yaman. Belanda pun memperluas areal budidaya kopi ke Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor dan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Dengan demikian, dimulailah era kapitalisasi komoditas kopi dunia dari Jawa oleh Belanda. Indonesia menjadi produsen kopi terbesar dunia hampir satu abad lamanya. Posisi ini digeser Brasil pada tahun 1830, sampai sekarang, jangan sedih!. Saat ini, kopi merupakan minuman kedua yang dikonsumsi di seluruh dunia, setelah air. Dan kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan setelah minyak bumi!

Popularitas kopi membuat Paus Clement VIII pada tahun 1600 merasa terganggu dan mengeluarkan fatwa yang menegaskan untuk mempertimbangkan bahwa ‘budaya ngopi’ merupakan sebuah bid’ah, dan ‘budaya luar’ yang dapat mengancam, karena itu berdosa bagi umat kristen yang meminumnya, walaupun fatwa ini kemudian diralat kembali. Tak terkecuali itu, banyaknya kedai kopi di London merisaukan Raja Charles II yang merasa wibawa kepemimpinannya dirongrong dengan banyaknya kedai kopi. Sang raja pun memaklumatkan untuk menutup seluruh kedai kopi di London. Tuduhan utamanya adalah kedai kopi sebagai tempat pemufakatan makar. Perlahan budaya minum bir di Eropa mulai tergantikan dengan adanya kopi. Perubahan budaya ini mendapatkan perlawanan yang menelan korban jiwa dan airmata. Begitulah kopi, ia tidak pernah mengajarkan kejahatan, dia hanya memberikan rasa pahit dan manis, serta sedikit efek samping. Cittcuiiitttt.

Lalu bagaimana Indonesia, adakah larangan meminum kopi? Tentu saja ada. Namun pribumi para pekerja kopi sangat cerdik. Mereka menemukan bahwa ada sejenis Musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Musang itu dikenal oleh orang Jawa sebagai Luwak. Dari biji kopi dalam kotoran Luwak ini kemudian terciptalah kopi Luwak. Salah satu kopi termahal di dunia, berasal dari Indonesia. Aroma dan rasa kopi luwak memang terasa spesial bagi penikmat kopi. Segelas Kopi luwak bercerita kepadaku bahwa yang hitam tak selalu kotor dan yang pahit tak selalu menyedihkan, ehem, uhuk…uhuk…

Dikedai kopi didiskusikan banyak hal, mulai dari topik aktual kekinian tentang PKI hingga pilkada dan opini peluang capres para panglima, dari kasus korupsi petinggi negeri hingga poligami berujung bui. Mulai isu 5000 pucuk senjata hingga sibuk sebar hoax sampai lupa kehabisan kuota. Dari curhatan hati, hingga gebetan dan mantan yang telah move on. Semua didiskusikan di depan secangkir kopi sebagai saksi dimulainya aksi unik nomor cantik hari ini, 299. Sambil mengaduk kopi, mari mengadu pada sepi, janganlah berkisah tentang patah hati, karena pelukanmu, mungkin akan melengkapi. cihuyyy.

Film Filosofi Kopi meninggikan rating minum kopi. Kasus kematian Mirna akibat Vietnam Ice Coffee yang di campur sianida oleh Jessica juga meningkatkan “citra” kopi. Di pengadilan Hakim bertanya : “Vietnam ice Coffee itu dingin atau panas?” dengan tenang Jessica menjawab “menurut bapak bagaimana? dari namanya?”. Jawaban itu membuat Jessica divonis 20 tahun penjara! Tentu saja ini hanya joke belaka, meskipun dialog itu memang ada dipersidangan.

Secangkir kopi adalah sebuah cinta akan cita rasa. Mereka yang suka kopi, mempunyai cita rasa dan selera humor pada sahabat. Begitulah ceritaku tentang kopi, mana kopimu? mari ceritakan…..

In a Coffee we trust.International Coffee Day, 29/9/2017

Budicanggih
Budicanggih
Budi Hartono, biasa dipanggil budicanggih adalah seorang warganegara biasa pecinta kopi lokal, yang meminati masalah-masalah sosial politik dan media sosial.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.