Jumat, Maret 29, 2024

Mari Bela Buruh

Arsi Kurniawan
Arsi Kurniawan
Minat pada isu Agraria, Pembangunan, Gerakan Masyarakat Sipil, dan Politik Lokal

Dalam sejarahnya buruh memiliki peran yang signifikan dalam menciptakan tatanan ekonomi-politik yang adil. Sejarah buruh adalah sejarah perjuangan dan perlawanan terhadap sistem ekonomi-politik yang tidak adil. Dalam sistem ekonomi-politik yang tidak adil itu, kita menemukan ada penindasan sistemik terhadap kesejahteraan buruh.

Buruh ditempatkan dalam sebuah format kebijakan politik yang tidak adil serta mesegregasi kepentingan buruh dari domain kesejahteraan yang seharusnya menjadi milik buruh melalui kebijakan yang berwatak politis.

Misalnya, kita menyaksikan bagaimana Orde Baru mengkooptasi dan menciptakan ketegangan diantara organisasi buruh dengan mengamputasi pergerakan buruh. Bahkan sampai hari ini pun kebijakan terhadap buruh justru merugikan kepentingan buruh, misalnya pemberlakuan Undang-Undang Omnibus Law yang sangat problematis bagi kepentingan buruh.

Lantas, apa urgensi dari hari buruh (may day) bagi kepentingan buruh. Apakah artikulasi kepentingan buruh mampu dijawab melalui format kebijakan yang diputuskan negara? Nyatanya tidak banyak hal artikulasi kepentingan buruh terjawab. Justru makin kesini setiap kebijakan selalu menyepelekan kepentingan buruh, alih-alih menyediakan karpet merah bagi kepentingan pemodal. Di sinilah saya kira kita perlu membela buruh atas kondisi yang mereka alami.

Namun perlu dicatat, bahwa, negara sepenuhnya tidak gagal dalam mengakomodasi kepentingan buruh. Yang ada ialah negara sampai sejauh ini masih terperangkap kedalam logika bisnis dengan merangkul baik pemodal di satu sisi dengan menyediakan saluran-saluran alternatif bagi kepentingan bisnis mereka.

Misalnya, negara menciptakan tatanan birokratis yang sedemikian longgar, pemenuhan hukum bagi pebisnis serta minimnya pengawasan. Sementara pada sisi lain, kita menyaksikan suatu kondisi dimana buruh justru kian terekslusi dan kurang diperhatikan oleh negara.

Akibatnya buruh semakin tertindas. Lebih jauh lagi, kondisi ini semakin diperparah oleh keadaan dimana buruh nyatanya kurang membangun basis kolektif yang kuat diantara mereka. Sejarah mencatat, bagaimana pada masa Orde Lama antara organisasi buruh terbesar dan terorganisir pada saat itu yakni Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) dan organisasi buruh yang lain justru semakin bersaing dalam menegakkan kepentingan versi mereka sendiri.

Alhasil, yang tampak ialah tidak ada satu kekuatan kolektif dari kalangan buruh yang dibangun dalam rangka menegakkan kepentingan mereka. Karena pada saat itu kuatnya kecenderungan ideologis yang dianut organisasi buruh sangat berpengaruh terhadap munculnya persaingan diantara buruh.

Hingga dipenghujung runtuhnya rezim otoriterianisme Soeharto, buruh tetap tidak nampak sebagai satu kekuatan yang mampu mengambil tampuk kekuasaan pada masa-masa kejatuhan rezim. Sementara jika buruh memiliki kesadaran politik yang sama serta membangun basis solidaritas yang kuat tentu saja tampuk kekuasaan mampu dikendalian oleh buruh. Namun hal itu persis tidak terjadi, dikarenakan kekuatan buruh malah terpecah-pecah kedalam berbagai organisasi yang saling bersaing satu dengan yang lain.

Yang nampak ialah kekuatan oligarki malah semakin memantapkan diri dari bahaya keruntuhan rezim, sedangkan buruh malah tersingkir sedemikian jauh. Vedi Hadiz (2005) menggambarkan hal ini dikarenakan gerakkan buruh dihambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mencapai kerja sama di antara mereka.

Kondisi seperti ini tentu dengan sendirinya tidak menguntungkan buruh, sebab di samping mereka harus berhadap-hadapan dengan kebijakan korporasi bisnis besar, berhadapan dengan negara yang latah dihadapan investor, kekuatan buruh sendiri malah tidak menjadi satu kekuatan alternatif sebagai sebuah gerakkan dalam rangka membangun basis kepentingan mereka.

Pada tingkat semacam ini tidak pelak bahwa aliansi birokratis-politis dan bisnis besar justru mudah menyingkirkan perlawanan buruh. Bahkan temuan Ian Douglas Wilson (2021) menemukan satu fakta menarik, kekuatan preman dijalanan dimanfaatkan betul oleh negara dan korporasi dalam rangka mengamputasi kekuatan gerakkan buruh yang hendak melakukan perlawanan. Sehingga tuntutan-tuntutan buruh dengan mendesakkan rezim melalui demonstrasi jalanan justru berakhir ricuh dengan kelompok lain yang tentu saja dari kalangan preman yang dimanfatkan untuk menghancurkan gerakkan buruh tersebut.

Harapan Dimasa Depan

Ditengah kesemrawutan format kebijakan negara yang tidak menguntungkan buruh, harapan bagi kepentingan kesejahteraan buruh tetap harus diletakkan sebagai sebuah cita-cita yang harus dicapai. Karena itu, dalam kondisi dimana buruh kurang diperhatikan oleh negara, kekuatan dari bawah harus terus digalakan dalam rangka menciptakan satu kekuatan alternatif dalam mendesakkan kepentingan buruh dimasa-masa yang akan datang.

Kekuatan dari bawah yang saya maksudkan ialah suatu kekuatan kolaborasi diantara buruh, aktivis buruh, mahasiswa, dan civil society untuk menjadi satu kekuatan ditengah siatuasi politik yang semakin dihegemoni oleh kepentingan korporasi-oligarki.

Saya sendiri selalu optimis bahwa dengan kolaborasi semacam itu, tentu saja kepentingan buruh dimasa depan akan dicapai. Pada tempat lain, saya justru sangat pesimis bahwa buruh harus didesak untuk mendirikan satu partai buruh dalam rangka mengorganisir kepentingan mereka.

Sebab, untuk menjadi satu partai politik di negeri ini harus melewati berbagai macam regulasi yang tidak mudah. Regulasi tersebut tentu saja sulit dicapai oleh kalangan buruh bila hendak mendirikan partai buruh.

Sebagai sebuah solusi, saya justru ingin agar kolaborasi gerakkan buruh diantara segmen masyarakat kelas bawah harus tetap dirangkul dalam rangka menciptakan suatu format ekonomi-politik yang tidak timpang namun adil bagi semua.

Sebab itu, gerakkan dari bawah harus digalakan terus-menerus hingga mampu menawarkan satu gerakkan alternatif sebagai sebuah usaha untuk meredam format kebijakan yang oligarkis. Itulah harapan kita. Oleh karenanya semua harus merasa terpanggil untuk membela buruh di momen haru buruh.

Arsi Kurniawan
Arsi Kurniawan
Minat pada isu Agraria, Pembangunan, Gerakan Masyarakat Sipil, dan Politik Lokal
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.