Jumat, November 8, 2024

Mapan, Tuntutan Milenial dan Gen Z

Dionisius Sahala
Dionisius Sahala
Hanya mahasiswa Kalbis Institute biasa
- Advertisement -

Hidup di negara yang dituntut untuk serba bisa dan serba cepat memang sudah jadi makanan warga Indonesia setiap harinya. Khususnya di kota kota besar. Tuntutan tersebut bisa dari mana saja datangnya. Bukan dari tempat kerja saja, melainkan juga kehidupan sosial disekitar mereka, sampai dari keluarga. Mungkin semua kondisi dan peristiwa tersebut bisa kita rangkum dengan satu kata, yaitu ‘Mapan’.

Jadi, khususnya untuk para pria. seberapa penting sih mapan di era sekarang? Apa yang ngehambat para anak muda zaman sekarang untuk jadi mapan? Halo, perkenalkan nama saya Dionisius dari Kalbis Institute prodi Ilmu Komunikasi dan izinkan saya menyampaikan opini saya tentang mengenai problematika ke-mapan-an di sekitar anak muda zaman sekarang.

Definisi Mapan

Kalau dilihat dari kondisinya di zaman sekarang, mapan berarti sudah punya pekerjaan yang tetap, karir yang setidaknya bisa di sombongin ke teman alumni SMA,  merdeka secara finansial, punya rumah, punya mobil, dan sebagainya. Menurut KBBI, mapan sendiri berarti mantap dan tidak goyah. Jadi, mapan bisa diartikan kondisi dimana seseorang sudah siap dan mantap secara mental, finansial, dan juga karir untuk menjalani masa hidupnya.

Definisi mapan sendiri tidak selalu tentang finansial, harta, atau karir. Mapan juga tentang bagaimana mental seseorang itu sudah siap dalam menghadapi dan menjalankan kehidupannya. Seberapa sering seseorang sudah dihantam oleh realita hidup dan seberapa pahamnya seseorang dalam memahami orang lain disekitarnya atau sosialnya juga merupakan tolak ukur seberapa mapan orang tersebut.

Bagaimana tidak? Bayangkan bila seorang ‘anak papi’ yang sudah kaya dalam finansial, karir, serta hartanya berkat kelimpahan ayahnya, namun masih laporan dengan nada tinggi ke ayahnya kalau kartu kredit luar negerinya tidak bisa di pakai di supermarket. Apakah hal tersebut sudah layak disebut mapan?

Kenapa Harus Mapan?

Mungkin contoh di atas sudah bisa menjelaskan beberapa dari ciri-ciri seseorang yang sudah mapan itu seperti apa. Lalu pertanyaannya, mengapa kita harus mapan? Apakah mapan suatu hal yang sudah kewajiban kita sebagai manusia? Khususnya bagi para pria.

Menurut saya, pria sudah harus mapan dari umur 30 tahun. 30 tahun hidup di dunia ini menurut saya waktu yang cukup untuk belajar, mencoba, dan memahami bagaimana dunia nyata ini berjalan. Saya tau setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan-nya masing-masing yang memberikan efek kepada proses kemapanan individu tersebut.

Namun, di era yang mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan hanya dengan sentuhan jari saja menurut saya sudah menjadi alasan yang cukup untuk bisa mapan di umur 30. Tapi balik lagi, ini semua tergantung dari kemampuan individu tersebut dalam memanfaatkan waktu dan fasilitas, dan juga kepribadian individu tersebut.

Mapan mungkin hal yang sudah di idam-idamkan oleh milenial. Kenapa tidak? Semua orang mendambakan hidup yang tentram. Dengan mapan, hidup yang tentram akan jauh lebih mudah untuk digapai. Keuangan yang stabil, healthy life, healthy mental, semua itu menjadi jauh jauh lebih harmonis. Impian seorang anak dari dulu sampai sekarang masih tentang membahagiakan kedua orang tua mereka. Orang tua akan merasa bangga bila buah hatinya sudah besar dan punya kehidupan yang mapan.

Jadi, tidak hanya hidup kita saja yang tentram melainkan orang tua kita pun juga ikut tentram. Lalu, saat kita mapan, kita tidak perlu mengkhawatirkan hal kecil. Individu yang mapan cenderung dapat menghadapi permasalahan di hidupnya, terutama yang tidak terlalu berpengaruh terhadap keberlangsungan hidupnya. Mungkin juga, hal itu didorong oleh kesiapan mental mereka yang sebelumnya sudah mereka bentuk sebelum mereka menjadi mapan.

- Advertisement -

Problematika Milenial terhadap Kemapanan

Tak jarang kita melihat fenomena dimana banyak masyarakat yang sudah berumur 30an bahkan 40an yang masih belum mapan. Entah itu karena dia masih pengangguran, masih belum punya rumah, atau merasa masa bodoh dengan mapan itu sendiri dan memilih untuk bermalas malasan. Masalah-masalah ini lah yang membuat para milenial merasa masih merasa jauh dari kata mapan. Tapi harus diingat juga, tidak semua orang mapan dikarenakan masalah internal. Masalah eksternal juga menjadi faktor dari lambatnya proses kemapanan masyarakat.

Beberapa masalah yang menjadikan proses kemapanan masyarakat menjadi lambat seperti isu-isu yang akhir akhir ini terjadi. Banyak anak muda zaman sekarang susah untuk mendapatkan rumah dikarenakan harga rumah yang selalu meningkat setiap tahunnya. Bukan itu saja, banyaknya mafia tanah dan investor yang mengeluarkan uangnya untuk membeli tanah mengakibatkan milenial menjadi kesusahan untuk mendapatkan rumah dengan harga yang terjangkau.

Lalu, masalah lainnya dikarenakan kepribadian masyarakat yang masih ingin selalu bagian enaknya saja dan serba instan. Masyarakat sekarang cenderung menginginkan sesuatu tanpa harus mengeluarkan keringat yang banyak. Zaman sekarang memang sudah mudah sekali untuk mendapatkan uang. Judi saja sekarang sudah via online. Namun hal itu lah yang memundurkan para masyarakat.

Hal lainnya seperti kesiapan diri masyarakat yang tidak dilatih untuk hidup mapan. Milenial sekarang masih ingin mencoba hal-hal baru. Mereka masih ingin mengeluarkan uang mereka untuk hal yang konsumtif dan bersifat kepuasan sementara saja. Hal tersebut wajar di kalangan anak muda zaman sekarang, namun tidak jarang kita temui banyak anak muda juga yang berlebihan melakukan hal-hal baru tersebut dan bersembunyi di balik kata kata “hidup cuman sekali”.

Mencari pekerjaan di era sekarang sudah mudah sekali. Sudah banyak bermunculan lapangan pekerjaan baru yang sangat membantu anak muda untuk mendapatkan pekerjaan. Juga, munculnya media online juga memudahkan anak muda zaman sekarang mendapatkan info lowongan pekerjaan.

Namun dikarenakan kemudahan-kemudahan itu semua lah yang membuat anak muda zaman sekarang menjadi kesulitan. Kenapa? Sekarang, untuk bekerja di kota-kota besar kita memerlukan syarat yang sangat banyak dan cukup merepotkan. Tanpa ijazah, kita tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di daerah tersebut. Belum lagi dengan syarat sebanyak dan seribet itu gaji yang didapatkan masih terbilang kurang.

Mungkin saran saya bagaimana kita harus menyikapi fenomena ini adalah kita harus beradaptasi dengan perubahan dan memanfaatkan segala kesempatan untuk mencapai tujuan kita. Kita juga harus mulai merubah mindset kita menjadi mindset yang ingin terus berkembang

Mapan sebuah hal yang harus kita gapai. Proses kemapanan seseorang diukur dari faktor internal juga eksternalnya. Zaman yang canggih tidak menjadikan sebuah dorongan bahwa semua orang akan menjadi mapan dengan mudah, bahkan hal tersebut menjadi sebuah tantangan yang menjadi hambatan untuk orang-orang bisa menjadi mapan. Namun itu semua kembali lagi dari kepribadian masing-masing dalam menghadapi dunia yang selalu berubah setiap harinya dengan cepat.

Dionisius Sahala
Dionisius Sahala
Hanya mahasiswa Kalbis Institute biasa
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.