“Kerja jangan banyak gaya, yang penting target tercapai!”
Kalimat ini mungkin terdengar akrab di ruang-ruang kerja lama, di mana manajemen dianggap sebagai seni mengatur—bahkan mengontrol—segala sesuatu. Tapi hari ini, cara itu mulai kedodoran. Dunia kerja berubah. Generasi berganti. Dan tantangan pun tak lagi bisa dihadapi dengan gaya kepemimpinan yang kaku dan satu arah.
Kita hidup di era yang ditandai oleh kecepatan, keterbukaan, dan kebutuhan akan makna. Di tengah transformasi digital, otomatisasi, dan gaya kerja hybrid, pendekatan manajemen yang terlalu menekankan kontrol kini terasa usang. Yang dibutuhkan sekarang bukan dominasi, tapi kolaborasi.
Mengapa Kontrol Sudah Tak Relevan?
Manajemen gaya lama sangat bergantung pada struktur, hierarki, dan komando. Pemimpin memberi perintah, bawahan melaksanakan. Dalam konteks industri manufaktur atau organisasi militer, pendekatan ini pernah sangat efektif.
Tapi di organisasi yang kompleks dan dinamis saat ini, model semacam itu justru bisa menjadi penghambat.Terlalu banyak kontrol melahirkan ketakutan. Kurangnya kepercayaan menekan kreativitas.Pegawai bukan lagi hanya tangan eksekusi; mereka adalah mitra berpikir. Karyawan Gen Z, misalnya, lebih suka pemimpin yang terbuka, komunikatif, dan bisa mendengarkan—bukan sekadar mengawasi dari balik layar spreadsheet.
Kolaborasi Itu Kebutuhan Bukan TrenKolaborasi bukan soal “kita kerja bareng aja”, tapi tentang menyatukan sudut pandang, berbagi tanggung jawab, dan menciptakan ruang aman untuk berdiskusi bahkan berselisih pendapat secara sehat. Ini berarti:
1. Membuka ruang dialog, bukan sekadar instruksi.
2. Menyamakan tujuan, bukan menyeragamkan cara kerja.
3. Memimpin dengan empati, bukan hanya dengan angka.Organisasi yang kolaboratif tak hanya lebih sehat secara budaya, tapi juga lebih adaptif menghadapi krisis. Inovasi sering lahir dari keberagaman ide dan kemauan untuk mendengarkan. Dan itu hanya mungkin jika kontrol digantikan oleh kepercayaan.
Tantangan: Ego, Waktu, dan Struktur
Tentu saja, beralih dari kontrol ke kolaborasi tidak instan. Ada ego yang harus dilepas. Ada struktur yang perlu disesuaikan. Bahkan, ada waktu yang harus diluangkan untuk mengajak tim berdiskusi—hal yang mungkin dianggap “tidak efisien” oleh pemimpin lama. Namun, justru di situlah letak perubahan sejati. Pemimpin zaman sekarang perlu berani keluar dari zona nyaman—berhenti merasa paling tahu, dan mulai menjadi fasilitator pertumbuhan.
Pemimpin Bukan Pusat, Tapi Poros
Di dunia kerja yang terus berubah, manajemen tak lagi tentang siapa yang memberi perintah paling cepat, tapi siapa yang mampu menciptakan ruang kerja paling sehat. Dari kontrol menuju kolaborasi bukan berarti kehilangan kendali, tapi justru memperluas pengaruh melalui kepercayaan dan koneksi.Karena pada akhirnya, tim yang tumbuh bersama—bukan yang ditekan bersama—yang akan membawa organisasi melaju lebih jauh.