Selasa, April 30, 2024

Literasi Politik bagi Pemilih Pemula

Shopiah Syafaatunnisa
Shopiah Syafaatunnisa
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Kontestasi Pemilu semakin dekat pada 14 Februari mendatang. Menurut data KPU, sebanyak 55% pesertanya merupakan kelompok gen Z dan milenial. Kalau harus diilustrasikan, gen Z yang menjadi peserta pemilu berkisar mulai usia 17 tahun hingga 23 tahun. Artinya, tidak sedikit yang menjadi peserta pemilu nanti adalah pemilih muda, bahkan pemilih pemula yang masih duduk di bangku SMA akhir atau baru masuk kuliah semester awal. Jumlah gen Z mencapai 22,85 persen atau sekitar 46,8 juta orang.

Dengan jumlah tersebut, artinya suara dari pemilih muda maupun pemula sangat urgen dan diperhitungkan. Pemilu yang kelak menentukan nasib pemimpin bangsa hendaknya tidak diartikan seremonial lima tahunan semata, tapi yang akan menjadi penentu nasib masyarakat Indonesia yang entah hendak dibawa kemana oleh pemimpinnya.

Melek Politik

Demi keberlangsungan negeri yang lebih baik, saatnya anak muda memilih dengan tidak asal-asalan. Melek politik itu penting bagi anak muda. Apalagi pemilu mendatang, suara anak muda lah yang turut menentukan siapa saja yang akan menjadi pemimpin terpilih.

Menjelang pemilu, tagar-tagar politik di media sosial selalu menjadi trending topik. Mau tak mau, pemilih muda minimal mengetahui sedikit banyaknya laju informasi perpolitikan yang sedang hangat. Minimal, ini menjadi kabar baik. Bahwa anak muda tidak lagi apatis dan mulai peduli dengan nasib negaranya dengan mencoba beradaptasi mengulik literasi politik lewat dunia digital.

Akan tetapi, rambu dunia digital itu berat. Belajar literasi politik di ranah digital harus benar-benar cerdas dan selektif. Mulai dari berita hoax, informasi tidak akurat dan kredibel, serta gimmick-gimmick dan hiburan tak penting yang membuat kabur anak muda dari substansi yang seharusnya menjadi fokus utamanya mempelajari isu politik.

Ada baiknya anak muda mau menyaring setiap informasi. Jangan karena ia sebagai segmen pasar di dunia digital, lantas mau-maunya dimanfaatkan dengan termakan berita-berita politik yang sifatnya berkepentingan.

Mulai sekarang, saringlah informasi. Jadilah anak muda yang cerdas. Fokuslah hanya dengan media pers maupun influencer yang menyajikan berita kredibel, bukan pada mereka yang dicurigai merupakan bayaran sebuah kepentingan atau sekedar mencari popularitas semata karena mengikuti arus trending di tagar politik. Mari belajar isu politik dari sumber digital yang akurat, apakah misalnya dari podcast-podcast berkualitas, media pers terpercaya, maupun influencer yang benar-benar kredibel dan murni mengedukasi.

Peran Semua Pihak

Pemilih muda tidak bisa menyatakan suaranya secara independen layaknya peserta pemilu yang sudah dewasa yang mampu menimbang dengan baik keputusan politiknya. Memang media sosial bisa menjadi sumber literasi politik anak muda, tapi ia tetap masih membutuhkan pendampingan agar tidak terkecoh dengan hal-hal yang sifatnya disinformasi. Oleh karena itulah, seluruh elemen perlu memainkan peranannya. Seluruh pihak dari mulai keluarga, sekolah, hingga pemerintah perlu menyadari betapa pentingnya menanamkan pendidikan politik bagi kaula muda.

Di keluarga, perbincangan politik ada baiknya dijadikan obrolan ringan. Bila ada anggota keluarga yang awam apalagi pemula, setidaknya obrolan yang edukatif dan substansinya tersampaikan dapat membekali calon pemilih agar  memiliki pijakan dan konsekuen dengan pilihannya. Menurut Muchamad Zaid Wahyudi (2024) dalam tulisannya di Kompas, studi di Inggris selama 40 tahun terakhir juga konsisten menunjukkan bahwa perilaku politik anak muda sangat dipengaruhi oleh orangtua atau latar belakang keluarga mereka.

Di lingkungan sekolah, guru pun berperan penting. Menurut Najib Khilmi (2024) dalam tulisannya yang berjudul “Pendidikan Politik bagi Siswa”, justru sekolah berkesempatan menjadi tempat literasi politik yang sifatnya praktis, minimal dalam pemilihan OSIS, demokrasi harus diberlakukan. Dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa, sebaiknya betul-betul direaliasikan tanpa campur tangan pihak sekolah  sehingga hal tersebut dapat menjadi bagian dari pendidikan politik yang membekali siswa di masa mendatang.

Begitupun pegiat politik maupun pemerintah juga memiliki peran penting dalam menanamkan literasi politik, seperti mengadakan seminar-seminar kebangsaan, diskusi maupun debat yang mengusung tema literasi politik hendaknya digencarkan. Besar harapan, campur tangan semua pihak dapat meningkatkan antusiasme anak muda. Minimal, mampu menjadi partisipan yang cerdas dengan pilihannya. Lebih dari itu, seiring usia ia bisa memiliki literasi politik yang memadai karena peran banyak pihak di sekitarnya.

Shopiah Syafaatunnisa
Shopiah Syafaatunnisa
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.