Jumat, April 26, 2024

Lika-Liku Ganja Medis di Indonesia

Irfan Suparman
Irfan Suparman
Seorang pemikir yang menyukai seni, politik, hukum, kajian sains dan kajian sosial

Setiap manusia berhak sehat dan setiap yang tidak sehat berhak dapat pengobatan. Alam semesta telah menyediakan segala jenis obat untuk banyaknya penyakit di dunia ini. Pengobatan juga bisa didapatkan dari tumbuhan seperti ganja. Di Indonesia, tanaman ganja tumbuh subur di daerah Aceh. Akan tetapi regulasi yang ada di Indonesia menghalangi ganja sebagai bahan untuk pengobatan.

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, menyebutkan bahwa ganja merupakan narkotika golongan I. Dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dijelaskan bahwa “Narkotika golongan I dilarang untuk pelayanan kesehatan.” Artinya ganja tidak bisa digunakan untuk kepentingan medis atau pengobatan.

Pada akhir tahun 2020, PBB menghapuskan ganja dari daftar obat berbahaya. Ini membuka peluang bagi Indonesia untuk melegalisasi ganja sebagai keperluan medis. Negara Thailand, lebih dahulu melegalkan ganja untuk keperluan medis. Dengan penghapusan ganja dari daftar obat berbahaya bukan berarti peredaran gelap ganja tidak perlu diawasi.

Ganja merupakan jenis psikotropika yang memiliki zat adiksi sehingga menimbulkan ketagihan bagi para penggunanya. Larangan mengkonsumsi ganja sebagai media untuk rekreasi termaktub dalam pasal 4 Konvensi Tunggal Narkotika 1961. Dosis adiksi dalam ganja apabila dikonsumsi lebih dari 25 gram, akan tetapi efek yang ditimbulkan oleh ganja tidak separah opium. Banyak aktivis ganja yang menyayangkan ganja disetarakan dengan opium yang jelas berbahaya bagi tubuh.

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pertanian memasukan ganja sebagai komoditas tanaman obat binaan lewat Keputusan Menteri Pertanian No. 104 Tahun 2020. Akan tetapi keputusan itu dicabut untuk dievaluasi bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Keputusan untuk mencabut Kepmen No. 104 Tahun 2020, sangat disayangkan menimbang bahwa telah banyak bukti yang beredar dan penelitian yang membuktikan bahwa ganja dapat digunakan sebagai obat. Sudah saatnya pemerintah melihat dampak positif dari ganja. Dengan dilegalkan ganja untuk medis maka pengawasan terhadap ganja jauh lebih terbuka dan diharapkan memberantas peredaran gelap ganja di pasaran yang terus bertambah setiap tahun.

Dilansir dari Katadata.co.id, pada tahun akhir tahun 2019 ada sebanyak 63% dari 3,6 juta orang di Indonesia adalah pengguna ganja. Bayangkan berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk ganja setiap tahunnya. Peredaran gelap ganja di pasaran hanya menguntungkan beberapa pihak saja tentunya ada oknum yang bermain dalam penyelundupan ganja. Untuk itu legalisasi ganja untuk medis diharapkan dapat menekan arus pasar gelap peredaran ganja. Perlu adanya regulasi terbaru yang menghapuskan ganja sebagai narkotika golongan I di Indonesia.

Mengapa banyak di Indonesia pengguna ganja?

Indonesia merupakan negara dengan segala jenis flora dan fauna yang beragam tak heran, banyak yang tumbuh subur di tanah bumi pertiwi. Ganja banyak ditemukan di Aceh. BNN sering melakukan pemusnahan ladang ganja berhekatare-hektare. Karena mudah tumbuh, banyak orang menanam ganja di rumahnya tanpa izin apapun.

Akan tetapi, ganja yang beredar di pasar gelap Indonesia bukan merupakan ganja dari Indonesia, ganja itu didapatkan dari eropa, china, bahkan amerika. Adanya sindikat perdagangan gelap narkoba Internasional membuat beberapa negara menyatakan perang terhadap narkoba. Tapi dalam praktiknya regulasi itu kerap menyimpang dari Hak Asasi Internasional.

Efek dari ganja juga yang tidak separah saat mengkonsumsi narkoba jenis lainnya termasuk metafetamina membuat ganja lebih diminati. Membuat efek halusinasi membuat ganja menjadi bahan untuk berimajinasi dan bereksperimen dalam menciptakan sebuah karya seni. Anti-depresan yang terkandung dalam ganja juga lebih dipilih untuk rekreasi. Mereka yang suka memejamkan mata dan tertawa-tawa saat mengkonsumsi ganja sering menyebut itu sebagai psikedelik.

Ganja dan Alkohol?

Indonesia juga memiliki kultur minum-minuman beralkohol. Di Sulawesi sana, kita dapat menemukan minuman beralkohol dengan nama ‘Cap Tikus’ yang kadar alokoholnya bisa sampai 70%. Peredaran Alkohol di Indonesia juga dilegalkan, alkohol menjadi tren bagi kaula muda untuk mencari kesenangan semu dengan mudah. Efek yang ditimbulkan alokohol sangat berbahaya.

Mabuk alkohol juga membuat seseorang malah tidak tenang. Oleh karena itu, mereka orang-orang yang ingin mendapatkan kesenangan dengan mudah, ya dengan minuman alkohol. Efek dari ganja sangatlah berbeda dengan alkohol, tidak ada data saat ini yang membuktikan bahwa ganja dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi bila ganja dikonsumsi secara berlebihan membuat seseorang lemas dan berbahaya jika digunakan saat mengemudi.

Untuk itu legalisasi ganja untuk medis sangat diperlukan, meninjau beberapa hal yang telah saya sebutkan diatas. Akan tetapi perlu diingat, dalam pasal 4 Konvensi Tunggal Narkotika 1961 masih melarang ganja sebagai media untuk rekreasi. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut apabila ganja diperlukan sebagai rekreasi. Negara yang melegalkan ganja untuk rekreasi adalah Uruguay dan Kanada, kedua negara tersebut dicap melanggar Konvensi Tunggal Narkotika 1961. Oleh sebab itu, dosis dalam ganja perlu diatur untuk rekreasi sebagaimana alkohol yang sudah legal dari dulu.

Irfan Suparman
Irfan Suparman
Seorang pemikir yang menyukai seni, politik, hukum, kajian sains dan kajian sosial
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.