Sabtu, April 20, 2024

Lestari, Perempuan ‘Asing’ di MPR

Gantyo Koespradono
Gantyo Koespradono
Mantan Jurnalis, Pemerhati Sosial dan Politik.

Boleh jadi, banyak orang yang bertanya-tanya, siapa sesungguhnya sosok perempuan yang namanya, Lestari Moerdijat, disebut dalam proses pemilihan pimpinan MPR dalam sidang pleno MPR tadi malam (Kamis 3/10) dan akhirnya dilantik menjadi salah seorang wakil ketua MPR.

Lestari Moerdijat yang akrab dipanggil Mbak Rerie menjadi satu-satunya perempuan yang dipercaya menjadi salah seorang pimpinan MPR untuk periode 2019-2024. Ia pun seperti perempuan asing di sana.

Dalam sejarah kelembagaan MPR, Rerie (ia berasal dari Partai NasDem) menjadi perempuan kedua dari parpol yang menempati posisi sebagai wakil ketua MPR di era reformasi setelah Melani Leimena (Partai Demokrat) pada MPR periode 2009-2014.

Dalam kehidupan perpolitikan nasional, Rerie memang tidak begitu dikenal, bahkan sama sekali tidak dikenal oleh publik layaknya para tokoh perempuan dari PDIP seperti Eva Kusuma Sundari, Rieke Diah Pitaloka, atau rekan Rerie sendiri di partainya, Irma Suryani (anggota DPR periode 2014-2019).

Namun, buat masyarakat yang tinggal di Kabupaten Demak, Kudus dan Jepara, khususnya saat Pemilu Serentak 2019 digelar, nama Rerie sudah tidak asing lagi.

Harap maklum, Rerie adalah calon anggota legislatif (caleg) yang ditempatkan dan dipercaya Partai NasDem di Daerah Pemilihan Jawa Tengah 2 (Demak, Kudus dan Jepara).

Selama masa kampanye yang berlangsung delapan bulan, foto, poster, spanduk, baliho dan sejenisnya bertebaran secara terstruktur, sistematis dan masif di tiga kabupaten itu. Alat peraga kampanye Rerie terpasang di mana-mana, termasuk di kaca bagian belakang angkutan umum. Terpasang dari kota hingga pelosok desa.

Melalui tim suksesnya, Rerie juga banyak melakukan kegiatan sosial seperti pelayanan kesehatan di tiga kabupaten itu.

Sampai sekarang dia bahkan terus berjuang dan menelusuri dengan berbagai cara guna membuktikan bahwa Ratu Kalinyamat adalah tokoh pejuang pada zamannya di Jepara, sehingga layak dikukuhkan sebagai pahlawan nasional.

Rerie sendiri berkomitmen akan terus merawat konstituennya di sana.

Dilatarbelakangi fakta-fakta seperti, tidak aneh jika dia kemudian terpilih menjadi anggota dewan dengan suara yang spektakuler. Bayangkan sebagai pendatang baru, ia berhasil meraih lebih dari 160.000 suara dan masuk dalam 10 perempuan legislator yang sukses meraup suara terbanyak dalam pemilu legislatif tempo hari.

Di MPR, Rerie kini bersanding dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo dari Golkar dan para wakil ketua MPR lainnya: Ahmad Basarah (PDIP), Ahmad Muzani (Gerindra), Jazilul Fawaid (PKB), Syarief Hasan (Demokrat), Zulkifli Hasan (PAN), Hidayat Nur Wahid (PKS), Arsul Sani (PPP), dan Fadel Muhammad (DPD.

Sebelum saya melanjutkan siapa sesungguhnya Rerie, saya lebih dulu ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa perempuan ini peduli dengan siapa pun. Ia aspiratif dan responsif.

Setelah terpilih dan dilantik sebagai pimpinan MPR, lewat Whats App malam itu juga, saya memberikan ucapan selamat kepadanya. Pada pukul 00.18 ia membalas: “Terima kasih Mas Gantyo yang baik, mohon doanya, ya”.

Rerie dilahirkan di Surabaya, 30 November 1967. Di kalangan terbatas, dia dikenal sebagai eksekutif/profesional perempuan yang menjabat sebagai direktur di Grup Media.

Ia juga pernah menduduki jabatan pimpinan di berbagai anak perusahaan Grup Media, termasuk di antaranya adalah Metro TV dan koran Media Indonesia.

Lestari Moerdijat kini masih menjabat sebagai ketua Yayasan Sukma (Sekolah Sukma Bangsa Aceh), Dewan Pembina Yayasan Media Group, pengawas Yayasan Akademi Bela Negara Partai NasDem, dan Pembina Yayasan Dharma Bakti Lestari, serta pengurus di beberapa organisasi sosial lainnya. Rerie juga tercatat sebagai founder organisasi Persatuan Philantrophy Indonesia.

Sebagai penyintas kanker, Rerie memberikan perhatian khusus pada kegiatan pencegahan kanker, khususnya kanker payudara, melalui berbagai organisasi yang sudah ada maupun pada gerakan yang dibinanya, seperti Sahabat Lestari dan ‘Millenials Goes Pink’.

Sejak di bangku sekolah, Rerie aktif berorganisasi dan menjadi pengurus organisasi pelajar, mahasiswa dan juga Pramuka. Rerie juga menjadi pengurus di organisasi profesi dan memiliki pengalaman dalam organisasi keolahragaan.

Bidang ekonomi, pemberdayaan perempuan, pemuda dan pendidikan menjadi titik berat perhatiannya. Di samping itu, sejalan dengan latar belakang pendidikannya, sejarah dan budaya juga ditekuninya. Maka wajar jika sejarah Ratu Kalinyamat menjadi perhatiannya.

Dalam organisasi politik, Rerie adalah anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, yang juga menjadi koordinator Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tak banyak yang tahu saat Pileg 2014 digelar, Rerie dipercaya menjadi wakil bendahara Tim Kampanye Jkw-JK dan saat Pilpres 2019 digelar, ia menempati posisi sebagai wakil bendahara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin.

Ibu dari empat anak ini menyelesaikan pendidikan sarjananya dan lulus sebagai arkeolog dari Universitas Indonesia. Program S2 diselesaikannya di Universitas Pelita Harapan, dan saat ini tengah melanjutkan program S3 pada universitas yang sama.

Begitu banyak tugas, jabatan dan kepercayaan diberikan kepadanya. Sebagai orang biasa yang tidak pernah menjabat apa-apa, kita tentu bertanya bagaimana mungkin dia bisa mengerjakan itu semua?

Tanpa punya kemampuan memimpin, mustahil itu bisa dilakukan. Faktanya, organisasi yang dipimpin Rerie dapat berjalan dengan baik dan eksis hingga saat ini. Sebagai seorang pemimpin, dia telah teruji.

Tak berlebihan jika Partai NasDem memercayakan Rerie untuk ikut ambil bagian memimpin bangsa lewat MPR sebagai wakil ketua.

Di MPR ia akan berhadapan dengan “agenda” yang belakangan ini sudah disuarakan ke publik, yaitu soal akan dikembalikannya UUD 1945 seperti sedia kala dan diberlakukannya GBHN yang selama ini sudah dilupakan.

Sebagai penutup, tak ada salahnya kalau saya ungkapkan lewat tulisan ini bahwa Rerie meniti karier kepemimpinan dan suksesnya mulai dari bawah.

Begitu lulus kuliah ia pernah mencoba menjadi wartawan. Sadar ia tidak punya bakat menulis, naskahnya hampir selalu disobek-sobek oleh sang redaktur karena isinya buruk sekali.

Saya tidak tahu, apakah ia masih trauma ketika melihat ayam. Lho kok bisa? Suatu kali ia bercerita saat masih kanak-kanak saat akan makan daging ayam, ia menjerit lantaran bulu-bulu kecil ayam masih melekat di daging ayam yang akan ia makan.

Sejak itu ia jijik melihat ayam. Semoga setelah duduk sebagai pimpinan MPR, Rerie jijik melihat praktik-praktik politik dan para pecundang dan penunggang yang bernafsu mencabik-cabik negeri yang telah terbingkai begitu indah dalam NKRI.

Gantyo Koespradono
Gantyo Koespradono
Mantan Jurnalis, Pemerhati Sosial dan Politik.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.