Setiap ba’da maghrib kegiatan rutinitas para santri di seluruh pesantren adalah mengaji. Baik Al-Qur’an, bandongan kitab kuning dan sorogan kitab kuning. Kegiatan itu berlangsung hingga adzan Isya berkumandang. Dan kebetulan pada malam selasa jadwal pengajian tempat asrama pondok Krapyak, Yogyakarta tentang bab “Malu” dari kitab adab addunya waddin, kitab ini membahas tentang etika-etika yang baik dan pantas dilakukan oleh manusia. Terlintas sejenak dalam pikiran tentang isu yang sedang sangat hangat pada akhir pekan september hingga sekarang ini. Bahkan dalam media sosial twitter sempat berada trend topics. Ya, kasus skandal korupsi yang diwayangi oleh Pak Setya Novanto.
Pada 17 Juli lalu, KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka pada kasus e-Ktp. Dia diduga ikut mengatur agar anggota DPR menyetujui anggaran proyek e-KTP senilai RP5,9 triliun. Dia juga disangka mengondisikan pemenang lelang dalam proyek menyebabkan kerugian negara Rp2,3 triliun. Namun hanya berseling beberapa minggu, pada 4 september Setya Novanto mengajukan praperadilan pada 4 september di Pengadilan Negri Jakarta Selatan. Usut demi usut akhirnya PN JakSel memutuskan “menghapus” pak Setya sebagai tersangka, sehingga Pak Setya menang dalam praperadilan.
Bagi para netizan yang selalu mengamati media sosial, Pak Setnov sempat heboh pada saat kasus “papa minta saham” yang terikat dengan polemik persetujuan perpanjangan kontrak freeport. Dari situ Pak Setnov ditarik dari kursi ketua DPR, dan hebatnya tidak lama Pak Setnov naik sebagai nahkoda Parta Golongan Karya. Tidak lama berselang kemudian ada pertemuan dengan Pak Presiden Jokowi dengan Pak Setnov, dan luar biasanya Pak Setnov naik kembali sebagai “masinis” DPR. Betapa hebatnya Pak Setnov. JIka kita sempat membaca sosial media dari berbagai macam. Kita akan menemukan kasus-kasus Pak Setnov yang sudah sangat lama terjerat langsung olehnya, namun itu semua lepas seperti tertiup angin. Pergi jauh, entah kemana. Ada 7 kasus yang sempat menyeretnya dan itu semua lolos dari jeratan hukum. Tahun (1999) nama Setya Novanto sempat terlintas pada kasus Cessei Bank Bali, (2003) Beras impor Vietnam ilegal, Setya Novanto pernah “menjabat” sebagai saksi atas tersangkanya Direktur Utama PT Hexama Finindo Gordianus Setyo Lelono dan mantan Direktur Penyidikan dan Penindakan Dirjen Bea Cukai Sofyan Permana. Saat itu, Setya Novanto diperiksa sebagai saksi dalam perkara impor ilegal 60 ribu ton beras dari Vietnam yang merugikan negara sebesar Rp 122,5 miliar. (2006) Kasus Limbah Beracun B3 di Pulau Galang, Kepulauan Riau. (2012) Kasus korupsi PON Riau. Melansir dari kompas.com, Setya Novanto pernah terseret dalam kasus korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana PON Riau 2012 silam. Pada saat itu Setya Novanto sempat diperiksa oleh KPK sebagai saksi atas tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal.
(2015) Muncul di Kampanye Donald Trump Kembali melansir dari Kompas.com Mahkamah Kerhomatan Dewan (MKD) DPR sempat memutuskan Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon melanggar kode etik ringan lantaran menghadiri kampanye Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tahun 2015 silam.(2015) Kasus Papa Minta Saham. Nama Setya Novanto kembali mencuat saat PT Freeport akan memperpanjang kontraknya di Indonesia.Ia disebut meminta saham PT Freeport Indonesia sebesar 20 persen dan meminta jatah 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, Papua pada Freeport. (2017) Kasus dugaan korupsi E-KTP. Hakim Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto. Dalam putusannya pun penetapan tersangka Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap tidak sah. Novanto diketahui menggugat penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP oleh KPK. (Dilansir dari Tribunnews.com.)
Malulah Pak Setya Novanto. Jangan terlalu Setia!
اِذَا لَمْ تَصُنْ عِرْضًا وَلَمْ تَخْشَ خَالِقًا # وَتَسْتَحْيِ مَخْلُوْقًا, فَمَا شِئْتَ فَاصْنَعْ
Jika anda tidak mampu menjaga kehormatan anda, tidak takut terhadap sang Khaliq dan tidak malu terhadap makhluq atas-atas apa-apa yang anda perbuat. Maka Lakukanlah sesuka anda! (Imam Abu Hasan, Al-Mawardi dalam Adab addunya waddin)
Maqolah di atas adalah hasil pengajian pada malam itu. Islam mengajarkan rasa malu bisa sebagai identitas setiap manusia. Kita akan mampu memilah dan memilih baik dan buruk, pantas dan tidak. Jika semua yang kita lakukan tidak berlandaskan rasa malu maka, tidak pantas sekali kita dihormati. Apalagi jika terus beralih padalah sudah jelas-jelas bersalah, ia hanya akan menjadi bahan olok-olokan semata. Perbuatan apapun yang tidak berbau kebaikan tanpa didasari rasa malu pasti hanya akan seperti angin lewat saja bagi yang sudah terbiasa melakukannya. Tidak sedikit dari kita yang lupa jika apa-apa yang kita lakukan pasti akan dipertanggung jawabkan. Jangankan Korupsi yang dilakukan oleh siapapun itu, kita tidak membayar 2000 biaya toilet saja akan dicatat. Korupsi, sudah muthlaq menjadi musuh bersama siapaun itu. Bahkan sudah ratusan Ormas, LSM, dan lain-lain berkampanye tentang bahayanya benih-benih korupsi yang terdapat dalam keseharian kita. Sebanarnya tidak hanya korupsi, tapi perbuatan buruk yang memalukan pun juga bahaya. Tetapi karena Korupsi selalu menjadi bayangan kita ia akan terus dikampanyekan bahayanya. Jika sudah tidak ada rasa takut pada Sang Khaliq mau bagaimana hidup kita selanjutnya?
Sebagai publik figur Pak Setya Novanto seharusnya tau diri pada apa-apa yang telah dilakukannya. Banyak yang “prihatin” pada Pak Setya Novanto, bahkan sempat jatuh sakit. Berbagai penyakit melandanya, untung sudah sembuh sekitar 2 hari lalu. Publik figur, Ketua DPR RI, Ketua Umum Partai Golkar dan lainnya. Seharusnya mampu memberi contoh, jika salah maka sebaiknya ngakulah salah. Jika tidak, maka ngakulah tidak. Bukan malah membuat drama dengan berbagai episode yang mungkin akan mengalahkan film Gerhana. Kita semua “peduli” pada Pak Setya.
Jabatan hanya sementara. Tetapi kita semua sering lupa cara memanfaatkannya. Mencari jabatan sangat tidak dilarang, namun jika semua cara dilakukan untuk menggenggam jabatan sungguh betapa hinanya seorang hamba itu. Gus Dur pernah berkata “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian”. Malu akan menjadikan kita lebih terhormat dimata manusia, bahkan dimata sang Khaliq. Semoga kita semua diberi rasa malu untuk mampu menjaga kehormatan kita.