Sabtu, Oktober 5, 2024

Lahan Suboptimal dalam Disrupsi Pertanian

Kurnia Dwi Agustina
Kurnia Dwi Agustina
Fundraising and Partnership Manager Annika Linden Centre Incubator for impact and centre of excellence for non profit work, social entrepreneurship and philanthropy

Sejarah menceritakan bahwa manusia telah hidup dan bertahan sejak lama di bumi ini. Manusia bertahan dengan banyak cara dengan memanfaatkan insting mereka. Berdasarkan catatan sejarah, keterbatasan pengetahuan manusia pada awal kehidupan dalam memanfaatkan material yang ada di bumi ini membuat mereka benar-benar bergantung kepada insting agar dapat bertahan hidup.

Salah satu insting paling tajam manusia yang membuat mereka bisa bertahan sampai hari ini adalah keinginan untuk makan dalam rangka menjaga keberlangsungan hidup. Berdasarkan insting ini, kemudian manusia mengembangkan banyak cara, mulai dari berburu, bertani, hingga menciptakan teknologi yang mempermudah proses pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap makan. Hal ini terlihat dari bukti arkeologis yang menunjukkan tahap perkembangan dari satu generasi ke generasi selanjutnya selama lebih dari 10.000 tahun.

Pertanian merupakan salah satu cara yang dikembangkan oleh manusia dalam memastikan kerberlangsungan sumber makanan mereka. Melalui pertanian, kehidupan manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat dan perlahan-lahan mulai menciptakan kebudayaan dimana mereka untuk pertama kalinya bisa terhubung dengan manusia dari komunitas atau kelompok lain melalui perdagangan antar wilayah. Berdasarkan catatan ini, pertanian berkembang menjadi aspek penting dalam bidang ekonomi selama berabad-abad.

Catatan sejarah menggambarkan bagaimana Inggris mengalami peningkatan produktivitas pertanian pada abad ke-17 hingga ke-19. Tahapan ini dikenal luas sebagai British Agricultural Revolution atau diterjemahkan secara literal menjadi Revolusi Pertanian Inggris. Revolusi ini kemudian mendunia karena para petani pada tahapan ini mengembangkan metode pertanian baru dalam mengolah lahan berawa atau berhutan dan menaman varietas tanaman baru.

Pasca Revolusi Pertanian Inggris, teknologi pertanian semakin berkembang dengan pesat, salah satunya adalah pembaharuan yang terjadi pada bajak. Pada awalnya bajak ditarik oleh kuda dan diawal 1900-an mulai berkembang sampai akhirnya menggunakan mesin. Ada empat inovasi dalam pertanian yang tercatat sebagai inovasi penting di awal abad ke-20, yaitu: genetika, mekanisasi, pupuk, dan pestisida. Empat hal ini memungkinkan lahan yang semakin sedikit untuk memproduksi lebih banyak makanan, pakan, dan serat.

Perjalanan Revolusi Pertanian

Revolusi adalah hal yang tidak bisa dihindari dalam keberlangsungan pertumbuhan dan perkembangan. Revolusi menawarkan sebuah inovasi besar yang akan mendobrak stagnansi dari sebuah sistem – yang sering disebut sebagai disrupsi. Hal ini juga terjadi dalam pertanian, inovasi seperti bibit unggul dari varietas tanaman baru menawarkan potensi yang luar biasa. “Revolusi Hijau” di tahun 1960-an membuat negara-negara besar di Asia meningkatkan hasil panen dengan varietas padi dan gandum baru. Dampak nyata dari disrupsi inovasi ini adalah Asia memiliki ketahanan pangan untuk pembangunan ekonomi.

Teknologi digital hari ini menjadi tumpuan banyak sektor, tidak terkecuali pertanian. Istilah “agtech” atau teknologi pertanian sebagai dampak Revolusi Industri mulai santer digaungkan sejak awal tahun 2000-an hingga hari ini. Penggunaan teknologi seperti drone, sensor, dan AI (Artificial Intelligence) adalah beberapa contoh dari disrupsi pertanian yang menarik di era ini.

Bentuk lain dari disrupsi pertanian adalah bioteknologi, yaitu pengembangan varietas tanaman dengan menggunakan modifikasi genetik sebagai salah satu metodenya. Menurut data yang dihimpun dari berbagai sumber, pada tahun 2018 Asia menumbuhkan 11% tanaman bioteknologi dunia, sekitar 19 juta hektar di sembilan negara. Kemungkinan lain yang diharapkan akan memberikan dampak besar adalah penyuntingan gen dalam bioteknologi baru.

Lahan Suboptimal dan Disrupsi Pertanian

Bercocok tanam sayuran di salah satu lahan suboptimal, yaitu lahan gambut, di Desa Pulau Burung. Sumber: Tay Juhana Foundation (TJF)

Sebuah sistem akan berjalan dengan baik jika didukung oleh semua elemennya. Dalam pertanian, konteks ini terkait dengan pertumbuhan penduduk, iklim, degradasi, serta alih fungsi lahan. Tren-tren tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam memajukan pertanian. Contohnya adalah pada pemanfaatan lahan, harus disadari bahwa tidak semua lahan yang saat ini digunakan merupakan lahan subur. Disrupsi pertanian juga dapat berbentuk pengelolaan lahan kurang subur atau lahan suboptimal, seperti lahan kering, lahan basah, dan rawa.

Lahan, sebagai salah satu sumber daya yang terus berkurang namun penting untuk menghasilkan makanan, semakin rusak dan terbatas. Lahan subur dimana kita bisa bercocok tanam semakin berkurang. Nyatanya, dengan ketersediaan lahan suboptimal, budidaya dengan prinsip keberlanjutan dapat dimanfaatkan untuk produksi pangan. Tentunya dibutuhkan strategi untuk mendukung produksi tanaman pangan berkelanjutan di lahan suboptimal.

Penerapan inovasi dan teknologi seperti pemilihan komoditas, pupuk organik, perbaikan tanah, pengaturan tanam, konservasi tanah dan air, serta manajemen air dalam penggunaan lahan haruslah berdasarkan kepada pemikiran untuk meningkatkan produktivitas lahan suboptimal yang berkelanjutan.

Berangkat dari sejarah dan keberhasilan manusia di masa lalu dalam mempertahankan keberlangsungan hidup mereka, banyak hal yang bisa dipelajari khusunya dalam bidang pertanian. Pertanian memiliki peran penting sebagai penyedia pangan yang menjadi awal terbentuknya kebudayaan manusia. Banyak disrupsi, seperti revolusi dan penerapan teknologi, terjadi dalam perkembangan pertanian. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan produksi demi terciptanya ketahanan pangan. Di era dimana lahan menjadi modal yang semakin terbatas, penerapan teknologi pertanian juga terjadi dalam pengelolaan lahan suboptimal berkelanjutan. Diharapkan, disrupi ini dapat mendukung ketersediaan dan keamanan pangan regional, nasional, hingga global.

Kurnia Dwi Agustina
Kurnia Dwi Agustina
Fundraising and Partnership Manager Annika Linden Centre Incubator for impact and centre of excellence for non profit work, social entrepreneurship and philanthropy
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.