Kamis, April 25, 2024

Kue Politik untuk Para Raja Badut Organisasi Mahasiswa

Adi Fauzanto
Adi Fauzanto
Pusat Studi Sosial Demokrasi dan Anti Korupsi

Melihat sekumpulan anak kecil ketika berada di Taman Kanak-Kanak yang tertarik dan senang melihat badut yang datang menghampiri mereka. Ketika itulah gambaran saya ketika melihat sekumpulan mahasiswa yang ‘dihibur’ oleh senior-seniornya, persis seperti anak kecil yang saya gambarkan diawal tulisan.

Hiburan-hiburan layaknya sebuah jogetan badut asli kepada anak kecil, ditampilkan begitu gagah dengan penuh harapan-harapan atas nama perubahan, padahal mereka yang mestinya ‘dihibur’ oleh kekuasaan –yang mereka tampilkan begitu gagah dengan penuh harapan diawal.

Betul saja, ketika dihibur dengan kekuasaan, mereka para raja badut senang –sebutan untuk kiasan badut untuk senior-senior tadi. Terlebih ketika diberikan sepotong kue yang mahal. Kuenya berbentuk sebut saja komisaris, atau staf khusus anak muda untuk para raja badut. Setidaknya perkataan dagelan ‘bismillah komisaris’ senyata ini.

Lantas para raja badut itu terus menari didepan anak-anak kecil, yang mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya dipertaruhkan. Sungguh, kasian anak-anak kecil tersebut. Apalagi, dihadapkan dengan bualan omong kosong dari para raja badut.

Tetapi tidak mengapa, memang tugas badut seperti itu, menghibur. Tidak akan pernah sama seperti seorang pelawak yang berdiri (stand-up comedy), yang hiburannya –seringkali- berdasarkan kepada masalah yang terjadi –tentu tidak enak didengar bagi yang merasa- dan yang pasti disusun secara matang dan sistematis.

Fenomena Raja Badut 

Untuk melihat fenomena raja badut ini, sebut saja sebagai politik bagi kue yang sudah banyak dibahas oleh ilmuwan politik sekaliber. Sebenarnya sudah menjadi kajian yang lama dalam fenomena pembagian kekuasaan negara ‘tidak mapan’. Ketika yang menang mencoba merangkul yang seharusnya berhadapan. Tetapi yang berhadapan juga sama tidak mapannya, yaitu dengan merujuk bersama kekuasaan yang tidak mapan. Fenomena ini lebih nyata daripada Prince-nya Machiavelli, karya filsafat politik ilmuwan lainya, atau kondisi demokrasi di negara manapun yang mapan dengan petahana dan oposisi.

Tidak apa, mungkin negara yang tidak mapan itu, ingin mengamankan kekuasaan agar lebih stabil, terlebih agar tidak terganggu dalam ‘mengelola’ sumber daya yang ada, apalagi ketika terdapat krisis atau bencana.

Di satu sisi, mungkin juga para raja badut yang tidak mapan itu, berpikiran untuk merujuk karena mendukung negara yang tidak mapan itu, untuk menjadi mapan dan maju, terlebih ketika sumber daya pribadinya juga ikut ‘maju’ bersamaan dengan ‘mengelola’ sumber daya negara yang tidak mapan itu.

Keduanya bertemu, ntah berjalan kearah mana. Akan tetapi yang pasti dan utama, ialah mengelola sumber daya sudah ditangan keduanya. Kuncinya dengan kue ‘jabatan’ yang enak dan prasyarat negara yang stabil untuk mengelola sumber daya, terpenuhi.

Rewelan Anak Kecil   

Peduli amat, masalah anak kecil yang merengek ketika tidak mendapatkan susu. Peduli amat ketika biaya taman kanak-kanak semakin mahal. Peduli amat. Yang penting hubungan raja badut dengan pendonor-nya –istilahnya berubah dari kekuasaan menjadi pendonor- tetap terjalin. Jika anak kecil berkumpul untuk menyuarakan hak susu mereka atau harga pendidikan taman kanak-kanak mereka, tinggal dihibur kembali oleh para raja badut. Kurang lebih begitulah cara kerjanya, menghibur.

Setidaknya itulah yang ‘menjamin’ negara yang tidak mapan itu aman dari kondisi kekacauan akibat anak-anak kecil tadi. Kalau ada apa-apa yang sekiranya mengancam, tinggal hubungi para raja badut, tujuannya untuk menghibur anak-anak kecil.  Kalau masih rewel juga, datangi mereka bersama raja badut, ajak makan bersama, ketimbang menyelesaikan permasalahan susu atau taman kanak-kanak mereka.

Berbahagialah para pendonor atau pemimpin negara yang tidak mapan, setidaknya mereka aman dari rewelan anak-anak kecil. Tetapi kita tidak tahu bagaimana kelanjutan negara yang tidak mapan itu, setelah tidak ada rewelan-rewelan anak-anak kecil.

Kalau saja, negara yang tidak mapan itu, jatuh. Karena memakai cara mendonorkan kue kepada para raja badut. Sungguh sial nasib negara itu. Padahal rewelan para anak kecil itu, sungguh memberikan informasi penting dari kondisi paling bawah negara tidak mapan itu. Atau setidak-tidaknya rewelannya sedikit menganggu pendengaran penguasa negara yang tidak mapan dari musik yang albumnya berjudul ‘khayalan kemajuan’ yang volume nya terlalu besar diistana.

Kalau pun negara yang tidak mapan itu berhasil dari jebakan ‘tidak-maju’ dengan menggunakan cara mendonor para raja badut. Percayalah, itu tidak akan bertahan lama, sebab sejarah tangan besi –atau sebut saja otoritarian atau otoriter- telah mencatat banyak kegagalan. Atau mungkin, mereka tidak percaya dan mau membuktikan kembali? Ah, keren. Setidaknya pelajaran sejarah untuk masa depan bertambah satu bab tentang negara ini.

Taruhan dari keduanya, ialah antara negara gagal atau negara maju. Pilihan terbaik, dan memang menjadi negara medioeker –ditengah-tengah menuju bawah. Ada istilah umum yang tepat, hidup segan mati tak mau. Tetapi negara mana yang mau menjadi seperti itu? Tentu ada, mereka yang memberikan jabatannya atas dasar rangkulan atas nama kestabilan, dan meminggirkan keahlian atau kematangan dalam mengelola. Bisa ditebak negara itu.

Kembali lagi kepada para anak kecil tadi. Kedepan mereka ‘akan’ –bisa iya, bisa tidak- menjadi para raja badut, lalu setelahnya ‘akan’ menjadi pendor pembagi kue tadi. Jika kita kehilangan ruh atau sosok yang menjadi gambaran ideal, tentang bagaimana menjadi penghibur anak kecil yang baik atau pengelola sumber daya negara yang baik. Maka, tinggal menunggu saja kehancuran. Tentu setelah di telaah lagi, para anak kecil tadi sebenarnya menjadi kunci bagaimana menuju negara yang mapan.

Adi Fauzanto
Adi Fauzanto
Pusat Studi Sosial Demokrasi dan Anti Korupsi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.