Jumat, Maret 29, 2024

Kudeta Militer Myanmar, Asumsi Media Tentang Posisi Indonesia

Usman19
Usman19
Usman Tri Wahyudi, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia 2018

Pada awal tahun 2021 dunia internasional dikejutkan dengan peristiwa yang terjadi di salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yakni Myanmar. Negara yang dulunya dikenal dengan nama Burma ini akhir-akhir ini menjadi perbincangan media setelah terjadi kudeta yang dilakukan pihak militer terhadap pemerintahan yang sah.

Sejak kudeta militer pertama pada tahun 1962 sampai pada yang terbaru bulan Februari 2021 yang lalu. Sebagai dampak dari kudeta militer ini dimana mengingat Myanmar berstatus anggota organisasi ASEAN khususnya memiliki reaksi-reaksi yang beragam dari negara anggota lainnya. Pada kasus ini khususnya pandangan Indonesia sebagai anggota ASEAN yang paling berpengaruh dalam memberikan responnya terhadap konflik yang sedang berlangsung di Myanmar.

Berdasarkan catatan sejarah sejak awal kemerdekaan Myanmar dari Inggris pada tahun 1948 sebenarnya mereka telah memiliki pemerintah darurat yang dipilih secara demokratis dimana pada waktu itu Myanmar juga sedang mengalami krisis politik dalam negeri sampai pada akhirnya terjadi kudeta pertama pada tahun 1962.

Kudeta militer pertama di Myanmar meletus pada tahun 1962, dimana pada saat itu Tatmadaw (militer resmi Myanmar) yang dipimpin oleh Jenderal Ne Win menggulingkan pemerintahan sipil sebagai respon atas krisis dalam negeri. Dalam hal ini junta militer menanamkan pemerintahan otoriter yang terpusat dalam konsep nasionalisme dan sosialisme. Selain itu, kudeta militer ini juga merupakan tindakan yang tegas terhadap pemerintah sipil yang gagal untuk menjalankan tugas mereka untuk membendung bentrokan antara kelompok minoritas dan kelompok bersenjata di Myanmar.

Peristiwa kudeta militer kembali terjadi pada tahun 1988 dimana pada kudeta ini memicu respon yang lebih besar dari masyarakat sipil. Pada kudeta militer ini menimbulkan demonstrasi massa besar-besaran atau yang dikenal sebagai Pemberontakan 888. Pada peristiwa ini rakyat Myanmar menuntut pemerintahan militer untuk mundur dari kekuasaannya karena dianggap telah gagal melaksanakan tanggung jawabnya setelah banyaknya korupsi, otoriter dalam pemerintahan serta perekonomian negara yang terus menurun.

Sampai pada tahun 1988 Jenderal Ne Win mundur dari kekuasaannya di pemerintahan dan para petinggi militer membentuk Dewan Pemulihan Hukum dan Ketertiban Negara (SLORC). Pada saat yang bersamaan muncul seorang aktivis pro demokrasi bernama Aung San Suu Kyi mendirikan partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) dimana pada pemilu tahun 1990 berhasil memenangkan suara sebanyak 81% di kursi pemerintahan akan tetapi tidak diakui oleh pihak militer. Dimana pada akhirnya Aung San Suu Kyi menjadi tahanan rumah hingga tahun 2011 di dibebaskan.

Setelah kekuasaan militer cukup lama memegang pemerintahan Myanmar akhirnya antara tahun 2011 sampai 2015 terjadi transisi ke jalur demokrasi yang mana pihak militer mulai mempersiapkan untuk pemilu pada tahun 2015 yang kemudian dimenangkan kembali oleh Aung San Suu Kyi dan secara de facto berkuasa di pemerintahan Myanmar dengan konsekuensi seperempat dari kursi pemerintahan diisi oleh militer.

Namun, pada pelaksanaannya mimpi demokrasi di Myanmar kembali dipatahkan oleh pihak militer setelah pada awal tahun 2021 kembali terjadi kudeta militer untuk kesekian kalinya karena diduga partai Liga Nasional (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi telah dianggap melakukan kecurangan pada pemilu November 2020 yang lalu. Dampak dari kejadian ini Aung San Suu Kyi beserta koleganya kembali menjadi tahanan politik oleh pihak militer Myanmar.

Akibat dari peristiwa kudeta militer di Myanmar beberapa waktu lalu menimbulkan tantangan yang lebih besar khususnya pada politik dan keamanan di Asia Tenggara. Dalam hal ini seperti yang diketahui Myanmar sebagai anggota tetap organisasi ASEAN dengan apa yang terjadi di Myanmar saat ini memicu beragam reaksi dari anggota-anggota ASEAN lainnya dalam hal ini khususnya Indonesia.

Menanggapi situasi politik yang sedang terjadi di Myanmar, Indonesia sebagai salah satu anggota yang memiliki pengaruh besar di kawasan Asia Tenggara tentunya juga menanggapi situasi politik di Myanmar. Namun, terlebih dahulu sebelum membahas mengenai respon Indonesia terhadap situasi politik di Myanmar terdapat beberapa penggambaran media baik internasional maupun nasional tentang Indonesia terhadap kudeta militer di Myanmar.

Pada kesempatan ini pertama penulis mengambil  perspektif dari media Reuters yang dipublikasikan pada 22 Februari 2021. Pada artikel tersebut menjelaskan bahwa Indonesia terlebih dahulu akan melakukan dialog dengan beberapa negara anggota ASEAN sebelum mengambil keputusan.

Disamping itu, pada media tersebut juga menyebutkan bahwa “a diplomatically-led solution had to focus on preventing bloodshed and helping the military to honour its commitment to hold a new election and hand power to the winner”. Dalam hal ini menurut Reuters Indonesia berkomitmen untuk membantu menyelesaikan masalah Myanmar dan menghormati pihak militer untuk berkomitmen menyelenggarakan pemilihan ulang.

Disisi lain dari salah satu artikel nasional Republika yang terbit pada 7 Maret 2021 menjelaskan tentang posisi Indonesia yang dinilai sudah tepat dalam mengambil keputusan terkait kudeta militer di Myanmar. Pada artikel tersebut juga disebutkan bahwa Indonesia dalam posisi yang netral. Dalam hal ini Indonesia melakukan pendekatan secara kekeluargaan. Selain itu, pada artikel ini juga disebutkan bahwa Indonesia adalah pihak yang bukan menghakimi dan cenderung kepada pihak yang mengajak berdialog untuk mencapai kesepakatan antara pihak junta militer dengan rakyat Myanmar serta negara anggota ASEAN yang lain.

Pertemuan Menteri Ibu Retno Marsudi dengan Menteri Luar Negeri Thailand dan Myanmar di Bangkok, Thailand
https://www.bbc.com/indonesia/dunia-56178190

Menanggapi situasi yang berkembang di pemerintahan Myanmar, Indonesia melalui portal Kementrian Luar Negeri menegaskan beberapa poin terkait posisi Indonesia terhadap Myanmar. Dalam hal ini Indonesia turut prihatin atas apa yang terjadi di Myanmar dan menghimbau untuk menggunakan prinsip-prinsip yang telah tertera di Piagam ASEAN.

Disamping itu, Indonesia menegaskan bahwa perselisihan terkait pemilihan umum di Myanmar diselesaikan dengan mekanisme hukum yang ada serta meminta untuk pihak yang terkait menahan diri dan mengedepankan dialog dalam mencari jalan keluar untuk tidak membuat situasi semakin memburuk. Pada pendapat ini jelas bahwa pemerintah Indonesia mengambil sikap yang aman dan netral terhadap situasi politik di Myanmar serta mengajak untuk berdialog bersama untuk dapat mencari jalan keluar bersama-sama.

Situasi politik di Myanmar pada awal tahun 2021 memberikan fenomena baru mengenai demokrasi di Asia Tenggara. Mengingat secara historis mereka mengalami kudeta militer yang terus berulang dimana hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi ASEAN. Sementara itu, tidak lupa akan hal tersebut Indonesia sebagai salah satu anggota yang memiliki pengaruh besar di ASEAN tentunya juga ikut mempunyai peran tersendiri dalam situasi politik di Myanmar saat Indonesia. Dalam hal ini tentu saja Indonesia harus bersikap netral terhadap apa yang terjadi di Myanmar dan lebih mengedepankan pendekatan secara kekeluargaan atau melakukan dialog serta tidak mudah terpancing oleh penggambaran media-media yang mungkin saja menimbulkan pro dan kontra di dalamnya.

Usman19
Usman19
Usman Tri Wahyudi, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia 2018
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.