Rabu, November 13, 2024

Kuasa Media Sosial

Andisyah Putra
Andisyah Putra
Pegiat RLGS.
- Advertisement -

Satu dasawarsa belakangan, gelombang pengguna media sosial kian mengalami peningkatan drastis. Pun demikian, kepemilikan sebuah alat dalam menjangkau media sosial kini disebut dengan telepon genggam cukup mudah untuk dimiliki oleh siapa saja atau bahkan semua umur dapat menjangkau memiikinya secara pribadi.

Salah satu survei yang dikeluarkan oleh hootsite pada awal januari tahun 2020, pengguna media sosial aktif pada indonesia mencapai 150 juta jia lebih. Kini indonesia menepati salah satu negara dalam penggunaan media sosial teratas diantara negara dunia lain.

Penggunaan digital sebagai alat untuk bersosial, atau dengan kata lain berinteraksi kini semakin didominasi melalui virtual dan dilaksanakan melalui jejaring sosial media. Satu pertanda yang bagus juga bahkan akan menjadi sebuah ancaman buruk pada lingkungan objektive masyarakat pada hari hari kedepan.

Kesemuanya merupakan akibat daripada perkembangan teknologi dunia yang semakin maju. Hingga kini perubahan yang tidak dibayangkan pada awal akan menjadi mungkin terjadi saat ini. Teknologi yang mukhtahir akan menemani manusia dalam beraktivitas, tentu hal demikian adalah konsekuensi atas keinginan manusia yang sangat manusiawi dalam berbagai hal yang menginginkan serba pragtis. Mulai dari pekerjaan sehari hari, sampai kepada hal yang sangat mudah untuk dilakukan akan ditukar dengan mesin sebagai bentuk pengefesienan terhadap waktu yang akan dilalui oleh manusia pada dirinya.

Manusia sebagai Makhluk sosial

Demikian hari ini, tuntutan digitalisasi yang semakin masif diseluruh dunia memaksa manusia untuk saling berkompetisi lebih ketat dalam berbagai sendi kehidupan. Dapat dideskrifsikan dalam hal ini bidang prekonomian sangat berpengaruh atas perkembanganya. Seluruh negara pada penjuru dunia kini berlomba lomba dalam menguasai digital, sehingga hadir pula sebuah pernyataan bahwa siapa yang dapat menguasai digital akan dengan mudah juga dapat menguasai dunia baik pada bidang ekonomi, politik dan juga pada bidang lainya.

Kini benturan antara konsep dan praktik manusia sebagai mhakluk sosial yang membutuhkan relasi sosial, justru terbentur dengan hadirnya teknologi yang lebih awal tidak difahami secara mendalam. Indonesia kini menjadi salah satu negara yang terdampak akibat derasnya arus media sosial yang sangat kencang sehingga memunculka bansyak pertentangan didalamnya seperti hoax, bulying dan semacam kasus body sheming semakin deras terjadi.

Alih alih kita menancap gas untuk memasuki revousi indutri 4.0 kini kita kian terperosot dalam jurang yang dalam dan tenggelam kedalam air yang sangat keruh. Perampasan ruang hidup, korupsi dimana mana, pemiskinan secara terstruktur adalah bukti kuat bahwa kini kita semakin jauh dari konsep dasar atas pemahaman manusia indonesia sebagai mhakluk sosial. Semuanya terjadi atas latar belakang kuasa media sosial sebagai alat hegemoni media sosial terhadap masyarakat yang tidak mempunyai kesadaran kritis seperti juga yang disampaikan oleh freire tokoh pendidikan asal brazil.

Media sosial sebagai pembentuk identitas

kini telah menjadi rahasia umum bahwa era digitalisasi pada saat ini telah banyak mengambil peran sentral manusia. Bahkan peranan media digital dalam hal ini media sosia mampu merubah identitas pribadi manusia. mengapa hal demikian dapat terjadi?

Sebab pada tataran empiris, berbagai macam contoh prilaku masyarakat adalah gambaran daripada perkembangan teknologi yang semakin modrn. Pertukaran informasi melalui media sosial, adalah bukti kongkrit dengan merebaknya tren film korea atau dengan kebaratan. Tren film yang ditayangkan pada ranah media sosial akan cenderung ditiru hingga menjadi suatu kebiasaan baru tentunya.

Juga demikian jika ditelaah lebih jauh melalui nilai dan norma yang berkembang pada masyarakat yang ditempati tentunya tidak sesuia dengan yang digambarkan pada tayangan film itu sendiri dan gaya hidup mereka yang cenderung berbeda dengan kehidupan objekctive masyarakat yang menyaksikan sendiri. Selain identita yang dapat berubah pada diri seseorang identitas juga dapat mengeras dan mengkeristal. Jika ini terjadi, dapat timbul perasaan bosan dalam diri seseorang (Keller, 1995).

- Advertisement -

Misal sesosok orang yang meniru gaya penampilan publik pigur yang ia perhatikan terlebih awal dari flatform media yang secara lambat laun hingga berakhir adanya ketidak cocokan antara apa yang diikuti dan diaplikasikan kedalam kehidupan sehari hari dirasa tidak sesuai dengan dirinya.

Demikian adalah pengaruh media sosial yang tidak terkontrol akan berakibat pada keterasingan individu dari lingkungan keberadaan mereka tinggali yang sebenarnya.

Hadirnya ketimpangan

Sejauh perdebatan antara pro dan kontra terhadap munculnya era digitalisasi pertama tama adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditolak keberadaanya. Sebagai mana sampai pada saat kini telah menjadi salah satu aktor penting dalam membersamai manusia menunjang berbagai sektor aktivitas yang terasa semakin mudah.

Namun pada masa depan seperti pada penjelasan awal adalah konsekuensi yanh akan dihadapi oleh manusia juga seperti pada penjelasan noval noah hirary dalam bukunya homo deus setidaknya manusia modrn akan menghadapi problematika besar pada masa depan diantaranya adalah kelaparan, perang dan virus. Kini segala benuk ketimpangan yang hadir  kedepan adalah salah satu bentuk kerugian yang diakibatkan juga oleh penggunaan tekologi (media sosial) yang tidak sesuai dengan etika yang ada atau nilai serta norma yang berlaku.

Bijak dalam bermedia sosial

Bagaimana bijak dalam bermedia sosial jika pada relasi sosial langsung antara sesama masih mengalami ketersendatan. Pertanyaan pertanyaan ulang atas lahirnya digitalisasi perlu dimuculkan kemabali dalam menjawab segala persoalan yang melekat pada tubuh manusia selaku pengguna aktif media sosial sendiri. Peran intelektual sangat mutlah dibutuhkan, kini mereka adalah ujung tombak dan kefasihan untuk mengucapkan kesalahan yang terjadi dan akhirnya  dikontruksi menjadi kebenaran ulang harus di aktifkan kembali.

Begitu juga pada tataran masyarakat perlu kembali mengaktifkan kepekaan terhadap permasalahan yang akan timbul kedepan dalam membersamai era digitalisasi. Kini kita telah sampai pada puncak digitalisasi, yang demikian padanya tergambar masa depan yang akan semakin baik juga malah sebaliknya menghabtarkan kita pada jurang yang dalam.

Bacaan:

Rahmawati Indriana dan Wijayati Hasna. 2017. Postmodernisme (Perspektif, kritik dan aplikasinya). Yogyakarta: SOCIALITY.

Andisyah Putra
Andisyah Putra
Pegiat RLGS.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.