Kamis, Maret 28, 2024

KTT G20 dan Kerusakan Lingkungan

Andisyah Putra
Andisyah Putra
Pegiat RLGS.

Pada 15-16 November 2022, Indonesia akanmenjadi tuan rumah penyelenggaraan G20 di Bali. Yakni KTT (konferensi tingkat tinggi)yang mempertemukan 20 petinggi negara dunia.

Dalam pertemuan itu, ada tiga hal akan menjadi isu sentral pembahasan, mulai dari transisi energi yang berkelanjutan, sistem kesehatan dunia dan informasi ekonomi dan digital (sumber: Kontras). Sehingga jauh-jauh hari seluruh fasilitas mulai dipersiapkan, terutama keamanan.

Namun, beberapa hari belakangan pula, ada hal lain yang cukup membuat menarik perhatian yakni aksi pemuda yang berasal dari LSM Greenpeace yang tengah melakukan kampany isu lingkungan menggunakan sepeda dari Jakarta ke bali. Malangnya kegiatan baik tersebut mendapatkan persekusi bahkan di intimidasi oleh sekelompok orang yang berasal dari salah satu ormas di beberapa daerah yang dilalui.

Kegiatan positif tersebut yang bersubstansi penyuaraan masalah lingkungan sedang dihadapi oleh masyarakat dunia dan lebih khusus Indonesia yang seharusnya disambut baik malah dipandang sebagai pengganggu malah ditanggapi lain. Alih-alih dari kalangan ormas tersebut yang mencoba membubarkan kegiatan bahwa pada dasarnya mereka seakan tidak memahami dan gagap pada substansi yang bahkan mereka secara individual terkena dampak atas perubahan iklim.

Sejarah Singkat KTT G20

Bermula dari krisis keuangan pada tahun 1998 yang dihadapi dunia dan terutama melanda negara Asia. Kemudian, berdiri perkumpulan 7 negara utama yang menamakan dirinya G7. Mereka adalah Jepang, Perancis, Inggris, Italia, Jerman, kanada dan terakhirAmerika Serikat. Dalam perkembanganya, ketujuh negara yang didominasi oleh negara kelasatas tersebut gagal mencari solusi atas persoalan perekonomian Global yang sedang melanda dunia pada saat itu.

Berikutnya atas prakarsa dan latar belakang tersebutlah akhirnya dibentuk ulang perkumpulan baru, yang kemudian berisikan 20 negara (campuran negara maju dan berkembang).Harapan bahwa adanya pembentukan menjadi beberapa negara atau kemudian diakumulasi menjadi 20 negara dunia, termasuk juga di dalam adalah Indonesia mencoba mencari peruntungan jalan baru menyelesaikan persoalan.

Pada awal-awal, pertemuan G20 hanyalah dihadiri oleh menteri keuangan setiap negara peserta dan bank sentral yang secara khusus membahas seputar perekonomian.

Baru sejak tahun 2008 mengalami perkembangan dan dihadiri oleh kepala negara dan pada tahun 2010 dibentuk pembahasan baru dan menepis sektor pembangunan. Begitu pula dalam pertemuan selanjutnya yang diselenggarakan setiap setahun sekali memunculkan tema baru yang menjadi isu-isu penting yang sedang dihadapi oleh dunia internasional yakni juga termasuk isu lingkungan.

Kerusakan lingkungan dan hubunganya dengan KTT G20

Pada tataran Indonesia, isu seputar kerusakan lingkungan jarang mendapat perhatian penuh. Bahkan isu ini selalu tenggelam ke paling dasar. Isu ekonomi, politik, agama dan beberapahal lainya selalu memuncaki posisi wahid. Hingga membuat persoalan kerusakan lingkungantidak pernah menjadi perhatian penuh dan dianggap sebagai persoalan serius.

Arus perkembangan public policy (Kebijakan Publik), bahwa semua kebijakan lahir atas dinamika dan problematika yang sedang terjadi pada lingkungan masyarakat. Misal sebuah permasalahan akan di angkat dan dijadikan menjadi bagian dari prioritas oleh pemangku kebijakan untuk diselesaikan apabila secara mayoritas masyarakat merasakannya dan komplain atas dampak yang ditimbulkan dan untuk segera diselesaikan. Hal tersebut adalah bagian dari diskursus pengambilan kebijakan publik terutama di Indonesia.

Lantas apakah pada kawasan yang cakupanya lebih luas, dunia internasional juga demikian? Pada dasarnya adalah sama. Bahwa kebijakan apapun bentuknya yang mengganggu hajat hidup orang banyak akan sesegera mungkin diselesaikan.

Namun, mengapa persoalan lingkungan secara terang-terang akan berdampak serius terhadap kehidupan di masa depan masih dikesampingkan dan enggan dijadikan sebagai persoalan yang krusial dan sesegera mungkin dicari alternatifnya.

Paris Agreement (Kesepakatan Paris) adalah bagian penting dalam perkembangan soal lingkungan skala global. Sebanyak 195 pada tahun 2016 mendukung kesepakatan tersebut. Termasuk beberapa negara adikuasa, seperti amerika serikat yang sebelumnya enggan ikut hingga kemudian tahun berikutnya yakni 2016 bergabung pada Paris Agreement.

Lantas, sejauh ini bagaimana komitmen negara-negara yang bersepakat di awal? Apakah sejauh perkembanganya memiliki implikasi yang cukup signifikan mengenai perjanjiantersebut yang dibuat jauh-jauh hari? Seperti kesepakatan Protokol Kyoto dan Paris Agreement dalam menahan laju perubahan iklim.

Untuk mengonfirmasi atas situasi saat ini dengan adanya protes besar-besaran dari beberapa LSM dunia dan individu masyarakat soal perubahan iklim adalah bagian dari afirmasi untuk menyatakan bahwa negara-negara besar dunia telah gagal berkomitmen menahan laju perubahan iklim. Dan aksi pemuda dari Greenpeace adalah bagian protes yang dimaksud.

Sehingga kemudian bahwa disamping, peralatan G20 dunia dalam melaksanakan pembahasan ekonomi bahwa isu perubahan iklim juga harus menjadi bagian yang tidak bisa dikesampingkan. KTT G20 perlu menjawab persoalan perubahan iklim. Sebab sebagian besar anggota G20 adalah negara penyumbang terbesar krisis iklim dan emisi karbon.

Dan terakhir keterkaitan antara KTT G20 yang notabene diisi negara Industri harus sesegera mungkin menaruh perhatian penuh dan tidak hanya sekedar perjanjian hitam diatas putih yang tanpa adanya tindakan praksis di lapangan.

Andisyah Putra
Andisyah Putra
Pegiat RLGS.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.