Reformasi Pendidikan untuk Mengatasi Deindustrialisasi dan Pengangguran Anak Muda
Indonesia kini berada di ambang krisis yang mengkhawatirkan, terlihat dari penurunan kelas menengah yang mencapai 17,13% atau sekitar 46,25 juta orang. Fenomena ini bukan hanya indikator stagnasi ekonomi, tetapi juga mencerminkan kerentanan sosial yang mendalam.
Dalam dua tahun terakhir, angka pengangguran di kalangan anak muda meningkat drastis, mencapai 9,9 juta orang pada tahun 2023. Peningkatan pengangguran ini menggarisbawahi kegagalan sistem pendidikan tinggi dalam membekali generasi muda dengan keterampilan yang relevan untuk bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif dan dinamis.
Salah satu penyebab utama dari penurunan kelas menengah dan meningkatnya pengangguran adalah deindustrialisasi dini, di mana kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus merosot. Pada kuartal I 2024, sumbangan sektor ini hanya tersisa 19,28%, jauh lebih rendah dibandingkan satu dekade lalu.
Menurut ekonom senior dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, penurunan daya serap tenaga kerja di sektor ini telah menciptakan ketidakpastian bagi banyak pekerja, terutama bagi mereka yang baru memasuki pasar kerja. Akibatnya, banyak anak muda yang berharap mendapatkan pekerjaan yang stabil dan berupah layak, justru terpaksa terjebak dalam pekerjaan informal atau bergaji rendah.
Pendidikan tinggi, yang seharusnya berfungsi sebagai jembatan bagi generasi muda untuk memasuki dunia kerja, tampaknya gagal menjalankan perannya. Meskipun beberapa program pendidikan telah mengintegrasikan mata kuliah kewirausahaan, hasilnya tidak sesuai harapan. Banyak lulusan yang dihasilkan tidak memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh industri, sehingga mereka sulit bersaing di pasar kerja. Kesenjangan ini memperburuk masalah pengangguran di kalangan anak muda, menunjukkan bahwa pendidikan tinggi perlu bertransformasi agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar.
Di tengah keadaan ini, ada banyak contoh nyata dari lulusan yang kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka. Misalnya, seorang lulusan perguruan tinggi dengan gelar di bidang teknik yang tidak dapat menemukan posisi di sektor yang relevan dan terpaksa bekerja di sektor ritel. Sebaliknya, kita juga melihat pengusaha muda yang berhasil mendirikan startup meski dengan keterbatasan pendidikan formal yang relevan. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa meskipun ada potensi besar, tanpa dukungan yang tepat, banyak talenta terbuang sia-sia.
Oleh karena itu, solusi yang komprehensif dan terintegrasi diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Reformasi kurikulum pendidikan tinggi menjadi sangat krusial, dengan desain kurikulum yang mampu menjawab kebutuhan pasar yang terus berubah. Penguatan program magang dan kolaborasi dengan industri akan memberikan mahasiswa kesempatan untuk mendapatkan pengalaman praktis yang berharga, sehingga lulusan tidak hanya memiliki pengetahuan akademis, tetapi juga keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi secara efektif di dunia kerja.
Pengembangan kewirausahaan sebagai alternatif karir harus menjadi fokus utama. Dengan semakin menurunnya jumlah lapangan kerja di sektor tradisional, edukasi tentang kewirausahaan yang disertai dengan dukungan berupa inkubator bisnis dapat membantu anak muda mengembangkan ide-ide mereka menjadi peluang usaha yang konkret. Sektor pendidikan, khususnya fakultas keguruan, juga perlu memprioritaskan pengembangan solusi pendidikan berbasis teknologi yang inovatif untuk menciptakan lapangan kerja baru di bidang pendidikan.
Penurunan kelas menengah di Indonesia, yang diperparah oleh deindustrialisasi dini dan peningkatan pengangguran di kalangan anak muda, merupakan indikasi adanya masalah struktural yang mendalam. Hilangnya peran industri dalam ekonomi menciptakan dampak yang luas, mulai dari hilangnya lapangan kerja yang berkualitas hingga berkurangnya daya beli masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan ini, pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab yang besar untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat mengatasi krisis ini, membangun kembali kekuatan kelas menengah, dan menciptakan ekonomi yang lebih inklusif serta berkelanjutan.