Jumat, November 8, 2024

Krisis Demokrasi di Tengah Pandemi Covid-19

Nadya Aprilia
Nadya Aprilia
Tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran
- Advertisement -

Pada awal tahun 2020, hampir seluruh dunia termasuk Indonesia di gemparkan ole Wabash virus corona jenis baru yang dinamakan Coronavirus Disease (COVID-19). Wabah ini bermula dari kota Wuhan, Cina yang ditemukan pada bulan Desember tahun 2019. Namun kasus pertama yang ditemukan adanya penduduk indonesia yang dinyatakan positif COVID-19 ini terdapat pada 2 market 2020. Merujuk dari hal diatas sudah satu tahun berlalu virus ini menjadi pandemi di berbagai daerah yang tentunya menyelimuti indonesia.

Dengan adanya pandemi ini tentu menjadi salah satu peristiwa yang menjadi sorotan dalam sejarah dunia modern khususnya indonesia, dengan berlangsungnya pembatasan ruang gerak di berbagai belahan dunia termasuk indonesia menyebabkan terpenagruhnya kondisi ekonomi, sosial , budaya , kesehatan hingga pergeseran arah politik suatu negara.

Peran penguasa yang semakin berpengaruh dalam proses pengambilan kebijakan tentu semakin kuat dengan berdalih dan mengatasnamakan darurat kesehatan serta pemulhan pandemi menjadi peluang pemerintah untuk dapat melakukan segala hal yang dianggap penting bagi masyarakat maupun pemerintah, walaupun kebanyakan kebijakan diambil untuk kepentingan pemerintah.

Pandemi ini semakin menjadi seperti celah dalam kesempatan pemerintah untuk dapat membuat berbagai kebijakan yang tentunya dibuat untuk kepentingan pemerintah. Melihat situasi dan cara pengambilan kebijakan saat ini tentu hal ini semakin keluar dari aturan main dalam kehidupan berdemokrasi.

Demokrasi sendiri ialah yang bertujuan menciptakan keseimbangan (check and balances) antara kekuasaan eksekugif, legislative dan yudikatif sehingga kekuasaan tidak memusat pada lembaga eksekutif. Dengan adanya pembagian kekuasaan diharapkan adanya peran serta pengawasan antar lembaga dalam menjalankan roda pemerintahan.

Namun ditengah pandemi ini banyak sekali berbagai keputusan serta kebijakan pemerintah yang sedikit keluar dari aturan main demokrasi, salah satunya dengan menarik satu persatu alwan politiknya dengan dalih demokrasi gotong royong, hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap sesaknya kursi pendukung pemerintah di parlemen yang mengakibatkan pecan DPR sebagai lembaga legislative tidak berfungsi.

Hal ini membuat pengawasan terhadap jalannya pemerintahan di pertanyakan karena apabila semua oposisi menjadi partai pendukung sangat mempenguruhi kursi DPR yang berdampak terhadap pengambilan keputusan maupun kebijakan dan legislate pengesahan dapat disahkan tanpa adanya interupsi. Hal ini tentu saja sangat mengurangi fungsi atau aturan main dari demokrasi sendiri karena berkurangnya pasrtisipasi yang berlangsung di parlemen.

Tak hanya itu fungsi Demokrasi pun menjadi pertanyaan kembali saat terbitnya kebijakan yang paling menjadi sorotan public pada akhir tahun 2020 keratin yaitu dengan disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Yang menjadi perdebatan publik ialah dalam prosedur pembuatan hingga pengesahan yang dinilai terlalu terburu buru, seakan akan ada sesuatu yang disembunyikan dan dikejar.

Perlu kita ketahui ada sis yang miming kita tidak dapat tergesa gesa untuk memahami materi UU tersebut karena dari sisi substansif pun kita tidak bisa terlibat lebih dalam mengingat lembaga yang membahasnya pun tidak memegang draftnya dan banyak sekali data yang berubah bah di siding parpurna saat itu.

Merujuk hal tersebut, kita sebagai negara yang berdemokrasi tentu memiliki aturan main dalam proses penetapan suatu kebijakan, karena rakyat sebagai pemilik kedaulatan terhadap produk legislasi tersebut. Dalam prosesnya perlu diketahui berbagai penolakan yang terjadi tidak digubris pemerintah dan yang terjadi justru berujung pada represi. Termasuk diabaikannya kritik dari lembaga negara pengawas seperti Komnas HAM RI dan Ombudsman RI.

- Advertisement -

Berangkat dari hal itu pandemi yang menjadi salah satu masalah utama terlihat dikesampingkan. Hal ini menimbulkan kecurigaan ditengah masyarakat terhadap pemerintah, tak lebih panggung demokrasi kita dihiasi dengan aksi saling rebut dan lempar kesalahan attar pemerintah pusat dan daerah yang menunjukkan ketidaktegasan pemerintah terhadap suatu kebijakan yang di buat, sehingga berimbas pada hilangnya partisipasi hingga kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Hal ini menandakan adanya situation Post-demokrasi, yang dimaknai sebagai sebuah kondisi dimana terjadi pelemahan sendi – sendi demokrasi diberbagai dimensi yang menunjukkan kecenderungan lemahnya partisipasi publik dan pemerintahan menuju pada otoritarianisme.

Nadya Aprilia
Nadya Aprilia
Tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.