Ditengah banyak negara bagian di amerika serikat tengah sibuk meningkatkan mutu system pemilu online melalui teknologi elektronik, Indonesia justru diramaikan dengan perdebatan kotak “kardus” yang mengusik telinga publik disaat Pemilu 2019 sudah dihadapan.
Fenomena kotak Kardus ini bisa dimaknai ringan oleh sebagian kelompok yang mengamini pertimbangan efektifitas waktu, efisiensi anggaran, kemudahan masyarakat dalam distribusi dan penyimpanan.
Di sisi lain, kotak kardus ini justru menjadi pemantik gelombang protes dari sebagian besar masyarakat yang justru tengah prihatin dengan kondisi demokrasi dan integritas Pemilu di Indonesia.
Tak luput dari perdebatan, banyak diantara pengamat politik, anggota legislatif, Timses paslon yang melakukan perang opini “kardus vs duplex kedap air”, “kardus vs alumunium” dan tema debat lainya, yang justru semakin mendorong publik menarik mundur kepercayaannya pada proses Pemilu 2019 mendatang.
Pasalnya, kebijakan kotak suara kardus ini hadir dan disepakati ditengah banyaknya pertanyaan masyarakat terkait temuan ribuan e-ktp “tak bertuan”, penggelembungan ribuan daftar pemilih tetap (DPT) diberbagai daerah, dan lain sebagainya. Sehingga persepsi rakyat tentang penyelenggara pemilu terus tergerus, akankah KPU akan mampu menyelenggarakan pemilu dengan profesional, aman, dan “kedap” dari kecurangan?
Rakyat Indonesia sebagai pemilih berhak mendapatkan argumentasi dan pemahaman yang bukan sekedar penjelasan hukum, namun keyakinan bahwa KPU berkomitmen menjaga suara masyarakat dari bilik suara sampai keperhitungan tingkat Nasional.
Menjaga Marwah Demokrasi
Moral Hazard oknum stakeholders Pemilu sangat mungkin terjadi disemua tingkatan, baik dengan infrastruktur pemilu yang berkualitas tinggi maupun rendah, lebih-lebih lagi jika kualitas alat dan infrastruktur Pemilu yang digunakan diragukan. Wajar jika kebijakan ini mengusik prasangka masyarakat bahwa kotak suara rentan dirusak ataupun di manipulasi, segala hal yang terjadi kotak suara sangat tergantung SDM yang ada di sekitarnya.
KPU bukan saja lembaga yang berwenang menyelenggarakan pemilu, secara legitimasi KPU juga memegang amanah rakyat dalam mengamankan suara. One man one vote, setiap orang datang ke TPS menitipkan pilihan nasib hidupnya selama lima tahun dikotak suara KPU. Sebuah keharusan yang menjadi kesadaran KPU dalam menjalankan tugas, dan menjaga integritas.
Membangun kepercayaan bukanlah hal yang mudah, penggunaan kotak kardus bukanlah perdebatan subtansi, namun sejatinya merupakan pertaruhan integritas dan pekerjaan besar penyelenggara Pemilu dalam mengamankan hak konstitusional warga untuk memilih dan berdemokrasi.
Membangun Optimisme
Pada akhirnya, Keresahan masyarakat pada penggunaan kotak suara kardus merupakan bukti kepedulian masyarakat pada suara dan hak pilihnya, masyarakat tentu berharap perubahan yang lebih baik kedepan. Terlepas Bahwa keputusan penggunaan kotak kardus ini merupakan hasil konfigurasi Political will dari DPR bersama pemerintah dan KPU, penggunaan kotak suara kardus ini merupakan tanggung jawab semua pihak dan semua elemen bangsa.
Mari awasi serta pantau, proses pungut dan hitung suara di tempat pemungutan suara di sekitar kita. Keputusan rakyat sangat bergantung pada integritas penyelanggara pemilu, Ketelitian dari otoritas pengawas, kejujuran peserta pemilu dalam berkampanye jujur, serta integritas pemilih yang memilih berdasarkan kebebasan hati nurani, tanpa paksaan dan tidak berdasarkan money politics atau lainnya. Mari kita jaga bersama integritas dan kejujuran dalam penyelenggaraan pemilu 2019.