Hari raya Idul Adha adalah momen istimewa bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah kurban, yakni penyembelihan hewan ternak yang dilakukan dari tanggal 10 Zulhijah hingga berakhirnya hari tasyrik. Ibadah ini bukan hanya bentuk ketaatan, tetapi juga manifestasi solidaritas sosial. Namun, muncul pertanyaan mengenai hukum meniatkan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Bagaimana pandangan para ulama mengenai hal ini?
Pandangan Empat Mazhab mengenai Kurban untuk Orang yang Telah Meninggal
Perdebatan mengenai hukum kurban bagi orang yang telah meninggal dunia menciptakan beragam interpretasi di kalangan ulama mazhab. Berikut adalah pandangan dari empat mazhab utama dalam Islam:
Boleh dan Sah: Mazhab Hanafiyah dan Hanabilah
Ulama dari mazhab Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa kurban yang diniatkan untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah. Hal ini didasarkan pada hadis Ali yang menyebutkan bahwa Ali RA pernah berkurban atas Nabi Muhammad SAW dengan dua ekor domba atas perintah Nabi sendiri. Ini menunjukkan bahwa kebaikan yang dilakukan untuk orang yang sudah meninggal tetap diterima.
Dalam kitab Badai’ As-Shanai’, Al-Kasani, seorang ulama Hanafiyah, menegaskan bahwa kematian tidak menghalangi seseorang untuk bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) atas nama orang yang telah meninggal. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah setuju bahwa kurban untuk orang yang telah meninggal dunia diperbolehkan, meski terdapat perbedaan dalam hal pembagian daging kurban.
Makruh: Mazhab Malikiyah
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa melakukan kurban atas nama orang yang telah meninggal adalah makruh (dihindari). Dalam kitab Syarh Mukhtashar Khalil, Al-Kharsyi menyatakan bahwa kurban seperti ini dikhawatirkan bisa menimbulkan riya atau pamer. Selain itu, tidak ada dalil yang secara eksplisit menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW menganjurkan kurban untuk orang yang telah meninggal, kecuali jika almarhum pernah memintanya semasa hidupnya.
Tidak Sah: Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i memiliki pandangan yang tegas bahwa kurban untuk orang yang telah meninggal tidak sah kecuali jika almarhum telah berwasiat untuk itu. Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Minhaj menyebutkan bahwa kurban atas nama orang lain tanpa izinnya, apalagi untuk yang telah meninggal, tidaklah sah. Dalil yang digunakan adalah firman Allah dalam QS. An-Najm: 39, yang menyatakan bahwa manusia hanya mendapatkan pahala dari apa yang diusahakannya sendiri. Syekh Wahbah Az-Zuhaili juga menekankan hal ini dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, menambahkan bahwa jika ada wasiat, kurban tersebut harus dibagikan sepenuhnya kepada fakir miskin.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Perbedaan pendapat mengenai hukum kurban bagi orang yang telah meninggal dunia mencerminkan keragaman interpretasi dalam fiqh Islam. Umat Islam yang hendak melaksanakan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia sebaiknya memahami pandangan mazhab yang mereka ikuti dan berkonsultasi dengan ulama setempat.
Langkah ini tidak hanya memastikan kesesuaian dengan syariat, tetapi juga menghindari potensi riya dan memastikan amal diterima oleh Allah SWT. Apabila tetap memilih berkurban atas nama orang yang telah meninggal tanpa adanya wasiat, mengambil pendapat mazhab Hanafiyah dan Hanabilah bisa menjadi solusi, karena meskipun tidak sah, kurban tersebut bisa dianggap sebagai bentuk sedekah bagi almarhum.