Konten kreator menjadi salah satu pekerjaan yang diminati oleh khalayak di era sosial media saat ini. Selain menjadi salah satu pekerjaan yang diminati, konten kreator ternyata juga menjadi pekerjaan yang dimusuhi oleh sebagian masyarakat. Menurut kamus American Psychological Association (APA), benci atau hate itu emosi gabungan dari rasa marah, rasa tidak suka yang berlebihan dan sering kali ada keinginan untuk menyakiti.
Kebencian juga merupakan suatu keadaan untuk menutupi diri dari perasaan tidak berdaya, ketidakadilan, rasa tidak mampu, dan rasa malu. Sementara itu menurut A.J. Marsden, alasan manusia membenci orang lain yaitu karena khawatir terhadap sesuatu yang berbeda dengan diri nya atau merasa terancam dengan perbedaan tersebut.
Kebenaran di hate
Kebencian terhadap orang lain menimbulkan hasrat untuk menyakiti secara verbal atau nonverbal. Konten kreator dapat menjadi target hate oleh masyarakat atas perilaku atau konten yang tidak layak di konsumsi oleh khalayak. Namun masyarakat juga berhak menilai sebuah konten, memilih untuk menonton atau tidak menonton, serta memiliki kebebasan untuk berkomentar.
Konten Kreator di tuntut selalu terlihat baik, menyajikan konten-konten yang mendidik, edukatif, serta mutu yang baik karena konten mereka dapat di lihat oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Namun apa jadinya jika elemen kebaikan tadi telah dilaksanakan oleh konten kreator tapi kok malah di tolak oleh masyarakat? Mengapa masyarakat menolak kebaikan?
Kebencian menjadi penghalang masyarakat untuk melihat kebenaran. Kebencian yang penulis maksud ialah rasa benci karena menolak kebenaran dan membenarkan kesalahan. Contohnya, beberapa minggu yang lalu viral sebuah video yang memperlihatkan seorang konten kreator bernama Laurend Hutagulung hampir diamuk massa saat membuat konten “menegur” pengendara yang lawan arah di Jalan Lapangan Ros Utara, Tebet, Jakarta Selatan.
Masyarakat yang baik tentu Akan mendukung apa yang dilakukan oleh konten kreator, karena perbuatannya dapat mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Namun sebaliknya Massa justru malah ingin menghakimi nya, karena tidak terima Laurend menegur dengan keras anak kecil yang mengendarai motor melawan arah.
UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 81, yang menyebutkan tentang persyaratan usia yang layak mendapatkan SIM. Untuk mendapatkan SIM C dan SIM A, pengemudi harus berusia minimal 17 tahun. Sudah jelas bahwa anak di bawah umur tidak diperkenankan membawa kendaraan bermotor, serta tindakan lawan arah juga tidak dibenarkan dalam UU.
Kesalahan di Like
Memaklumi kesalahan karena dianggap sudah menjadi hal yang biasa dilakukan, dalam hal ini adalah tindakan melawan arah dengan bangga mengatakan “ah saya tiap hari lawan arah gak papa kok” atau “males ah kalo mau muter balik jauh, mendingan lawan arah cepet.
Sebagian masyarakat mungkin terbiasa dengan tindakan lawan arah tersebut, sehingga ketika ada Konten kreator menghambat apa yang biasa dilakukan pengendara yaitu melawan arah, maka ia merasa ini adalah suatu hambatan yang harus disingkirkan, dan ini membuat pengendara tidak senang karena merasa malas harus jalan lebih jauh lagi untuk putar balik.
Jika tindakan melawan arah ini dianggap suatu hal yang wajar bagi masyarakat atau memaklumi kesalahan karena menyukai kebiasaan buruk melawan arah, maka tentu hal ini dapat membahayakan diri sendiri dan pengendara lainnya. Sebagai contoh beberapa hari yang lalu 7 pengendara motor yang lawan arah ditabrak truk bermuatan Bata Hebel di Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Dari kasus diatas dapat kita ambil pelajaran, bahwa menyetujui kesalahan sama saja menerima hal buruk terjadi pada diri kita. Tindakan masyarakat ingin menghakimi konten kreator Laurend Hutagulung menggambarkan bahwa mereka membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Pada akhirnya kejadian truk menabrak 7 pengendara motor di lenteng agung dapat menjadi tamparan keras bagi oknum masyarakat agar lebih bijak dalam melihat suatu fenomena, melihat tujuan kebaikan dengan sambutan positif bukan sambutan negatif, agar tercipta suatu kebahagiaan bagi masyarakat salah satunya dengan tertib berlalu lintas.