Jumat, April 26, 2024

Kondisi Politik Mempengaruhi Perilaku Menolong Masyarakat?

Risma Jayanti
Risma Jayanti
Mahasiswa magister profesi psikologi industri yang senang menyelami manusia dan kehidupannya | IG: rsmjayanti

Telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara kolektivism dengan dasar negara pancasila serta semboyan bhinneka tunggal ika yang telah melekat kuat dalam kehidupan masyarakat sejak lama. Nilai-nilai ini tercermin dalam cara hidup masyarakat Indonesia yang mengutamakan kebersamaan, toleransi, empati, tolong-menolong, gotong royong, dsb. Hal ini turut diperkuat oleh adanya ajaran agama (mayoritas) yang mewajibkan masyarakat untuk bersedekah dan zakat. Kondisi demikian yang membuat Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang baik hati dan ringan tangan.

Menurut hasil survey World Giving Index yang dilakukan oleh Charities Aid Foundation (CAF) dengan indikator donating money, volunteering time, dan helping a stranger, Indonesia pernah mendapat peringkat 1 sebagai negara paling dermawan pada tahun 2018 (data diambil pada tahun 2017).

Namun ditahun selanjutnya peringkat Indonesia malah merosot menjadi ke-10. Apabila melihat dinamika atau pergerakan peringkat Indonesia pada CFA World Giving Index selama 10 tahun terakhir, maka penurunan peringkat Indonesia pada tahun 2019 masih dalam batas yang wajar. Karena ada pola penurunan peringkat World Giving Index Indonesia yang mirip beberapa kali dalam 10 tahun terakhir. Artinya, penurunan peringkat ini belum tentu disebabkan oleh karakter masyarakat Indonesia yang berubah drastis menjadi kurang suka menolong.

Penulis berusaha memahami peristiwa ini dengan melihat faktor eksternal, yaitu kondisi politik di Indonesia pada saat itu. Tahun 2018-2019 merupakan tahun politik bagi Indonesia karena bertepatan dengan pelaksanaan pemilu presiden dan legislatif. Pilpres saat itu dapat dikatakan memiliki durasi cukup lama.

Ada banyak hal atau kejadian menjadi penyebab ataupun secara berkesinambungan membentuk narasi negatif seakan persaingan begitu sengit yang akhirnya memicu polarisasi 2 kubu masyarakat. Hal ini tampak dari saratnya slogan, diksi, dan ujaran negatif, tidak etis, dan sarkastik yang memenuhi media sosial (Zuhro, 2019).

Menurut artikel Republika, pemilu 2019 memberikan efek sangat kompleks bagi kehidupan personal ataupun relasi antarindividu. Banyak orang keluar dari grup di media sosial karena perdebatan politik yang amat sengit di dalamnya. Ada juga hubungan keluarga yang menjadi dingin, bahkan retak disebabkan perbedaan pilihan calon presiden.

Dapat dikatakan pada masa itu perhatian masyarakat tercurahkan pada dramatisasi masa kampanye yang memunculkan ketegangan sosial dalam masyarakat. Kondisi demikian juga mempengaruhi dinamika psikologis individu, seperti marah, benci, stres, gelisah, takut dsb. The bystander intervention model oleh Latane & Darleys (dalam Ramley, 2017), dijelaskan bahwa seseorang lebih cenderung membantu orang lain dalam kondisi tertentu. Five-stage model of helping behavior, menjelaskan bahwa tahapan seseorang dalam pengambilan keputusan untuk menolong adalah sebagai berikut:

  • Secara sadar memberi perhatian atau mengetahui kejadian atau situasi;
  • Kejadian atau situasi tersebut memberikan ‘tanda’ bahwa pertolongan diperlukan;
  • Mengasumsikan bahwa dirinya memiliki tanggung jawab untuk menolong;
  • Memutuskan bagaimana jenis atau cara menolong;
  • Membuat keputusan akhir untuk menolong.

Artinya, tahap pertama seseorang untuk menolong adalah adanya perhatian dan kesadaran akan suatu kejadian atau situasi, dimana ketika masa pemilu tersebut masyarakat Indonesia gagal melalui tahap pertama ini. Ketika terjadi ketegangan sosial dalam momen pemilu, yang tentu mempengaruhi dinamika psikologis tiap-tiap anggota mayarakat, serta saat itu perhatian dan pikiran masyarakat juga terkuras pada momen politik tersebut. Masyarakat mungkin menjadi kurang aware atau memberi perhatian pada ‘kejadian-kejadian lain’ yang banyak terjadi diluar politik. Maka hal ini bisa saja jadi mempengaruhi kurangnya perilaku tolong-menolong masayarakat pada masa itu.

Emosi positif telah terbukti meningkatkan berbagai jenis perilaku menolong, termasuk berkontribusi untuk amal, mendonorkan darah, dan membantu rekan kerja (Isen, 1999). Namun riset-riset mengenai hubungan atau pengaruh emosi negatif dan perilaku prososial ini tampak masih kontroversial. Banyak riset yang membuktikan bahwa emosi negatif memberi pengaruh positif terhadap perilaku prososial.

Banyak riset lain yang membuktikan justru sebaliknya. Tapi yang penulis gunakan untuk memahami peristiwa atau momen pemilu saat itu, yakni emosi negatif masyarakat justru mengurangi perilaku menolong pada masa itu. Saat itu ketegangan sosial yang tinggi, dimana masyarakat tampak saling marah dan benci karena merasa benar ingin membela pilihannya masing-masing.

Menurut penulis karakteristik masyarakat Indonesia yang sangat kolektivisme, namun tidak diimbangi oleh kedewasaan masyarakat, membuat mereka mudah tersulut dan mudah ikut-ikutan tanpa berpikir panjang. Kondisi ini bisa saja menurunkan rasa empati, sehingga emosi negatif mengurangi perilaku tolong-menolong masyarakat pada masa itu. Jadi, apakah benar kondisi politik mempengaruhi helping behavior masyarakat Indonesia?

Referensi

Cafonline.org. (2019). CAF World Giving Index 10th edition. https://www.cafonline.org/docs/default-source/about-us-publications/caf_wgi_10th_edition_report_2712a_web_101019.pdf

Opentextbc.ca.The Role of Affect: Moods and Emotions. Dalam Stangor, C., Buku Principles of Social Psychology-1st International Edition. https://opentextbc.ca/socialpsychology/chapter/the-role-of-affect-moods-and-emotions/#:~:text=Positive%20moods%20have%20been%20shown,people%20in%20a%20good%20mood.

Ramley, F. (2017). The Effects of Event Schema on Prosocial Behaviour in Australia and Malaysia: A Cross-Cultural Interpretation of Helping Behaviour (Doctoral dissertation, Victoria University). https://vuir.vu.edu.au/34718/1/RAMLEY%20Fazliyaton%20-%20Thesis_nosignature.pdf

Republika.co.id. (2019). Ketegangan Psikologis Masyarakat di Pemilu 2019. https://republika.co.id/berita/kolom/wacana/19/04/23/pqervk282-ketegangan-psikologis-masyarakat-di-pemilu-2019

Zuhro, S. (2019). Pilpres 2019: Terkoyaknya Kohesi Sosial. https://news.detik.com/kolom/d-4547358/pilpres-2019-terkoyaknya-kohesi-sosial

Risma Jayanti
Risma Jayanti
Mahasiswa magister profesi psikologi industri yang senang menyelami manusia dan kehidupannya | IG: rsmjayanti
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.