Jumat, April 19, 2024

Kompleksitas Covid 19: Mulai Dari PSBB Hingga New Normal

Aznil Amar
Aznil Amar
Mahasiswa Ilmu Politik

Pandemi Covid 19 kian menuai polemik, Tak terhitung jumlah pemberitaan tentang corona virus disease 19 (COVID-19) di media nasional maupun internasional yang dewasa ini sudah menjadi konsumsi pemberitaan sehari-hari masyarakat di media cetak maupun elektronik, pemberitaan Covid 19 dari kasus pertama hingga saat ini terus dicekokan ke mata masyarakat hingga masyarakat tidak asing lagi dengan identitas dari virus ini.

Perbincangan mengenai identitas dan eksistensi Covid 19 kian ramai dibicarakan mulai dari rumah ke rumah, pasar tempat belanja, kedai kopi, hingga tempat kerja membuat sebagian masyarakat mendadak pakar tentang Covid 19 tersebut, disertai dengan munculnya terminologi-terminologi seperti pandemi, lockdown, physical distancing, social distancing, pun yang terbaru New normal yang bahkan bagi sebagian orang baru mendengarnya di masa merebaknya covid 19 ini.

Pemahaman sederhana, Novel corona virus 19 merupakan kelompok virus yang menyerang sistem pernapasan dan sistem imun pada manusia, virus corona dapat menimbulkan dampak penyakit mulai dari gejala ringan seperti flu, batuk, nyeri tenggorokan, demam, sampai dengan gejala berat seperti pneumonia akut yang mengakibatkan kematian. Disini saya tidak menyinggung asal muasal dari covid 19 dan penyebabnya karena mungkin kita sudah tahu sama tahu tentang hal itu.

Sejak ditemukan kasus pertama di Indonesia penyebaran Covid 19 begitu masif menyebar ke daerah-daerah mulai dari jakarta hingga Sumatera Utara, Pemerintah pusat dan daerah telah berupaya menerapkan berbagai Regulasi dan Kebijakan untuk menghentikan laju penyebaran Covid 19 tersebut.

Melalui peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2020 tentang pembatasan sosial berskala besar, pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar untuk daerah yang terpapar Covid 19 guna penanganan laju penyebaran Covid 19.

Namun peliknya meskipun begitu masih banyak dari masyarakat yang ngeyel serta tak acuh terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut membuat kebijakan Pembatasan Sosial berskala skala besar kelihatan tidak efektif dan kehilangan taji dihadapan masyarakat.

Mengingat Per 30 Mei 2020 terdapat 25.773 kasus positif corona di Indonesia dengan rasio 17.185 orang dalam perawatan, 7.015 orang sembuh, dan 1.573 orang meninggal dunia (Covid19.go.id). tercatat rata-rata kasus positif covid 19 di Indonesia 300 sampai 400an kasus perhari bahkan lebih dari itu.

Upaya pemerintah dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar nampaknya belum terlalu efektif mengingat Indonesia masih tertinggal jauh dalam penanganan covid 19 dari negara lain di Asia tenggara. Malaysia dan Vietnam contohnya, tercatat dari kasus pertama hingga 31 mei 2020, Malaysia memiliki kasus positif covid 19 sebanyak 7.819 dan Vietnam hanya memiliki kasus positif sebanyak 328 dengan nihil korban yang meninggal. (Sumber: Data WHO).

Argumen dasarnya, kenapa masyarakat tetap berkeliaran di tengah pandemi dan kebijakan pembatasan sosial karena impact dari pembatasan sosial sangatlah kompleks: Pertama, ekonomi masyarakat melemah.

Sejatinya pandemi corona tidak hanya menyerang sistem pernapasan dan sistem imun pada manusia, tapi juga menyerang sistem ekonomi masyarakat terutama masyarakat menengah kebawah yang rentan akibat pandemi Covid 19 ini. Ditambah lagi mayoritas masyarakat Indonesia yang notabenenya merupakan pekerja sektor lapangan seperti supir, tukang ojek, buruh pabrik, pedagang, petani dan wiraswasta tidak mengherankan apabila terdampak dengan kebijakan Pembatasan Sosial berskala besar.

Yang lebih menyakitkan lagi seperti yang dihimpun dalam laman berita merdeka.com, terjadi di Sumatera Selatan kabupaten Muara Enim dimana dua orang anak yatim mengalami kelaparan akibat pandemi Covid 19 ini. Dua orang anak yatim tersebut ditemukan dalam kondisi kurus kering dan tinggal di rumah yang tidak layak huni.

Di tempat lain terjadi di Cirebon Jawa Barat dimana terdapat keluarga yang makan nasi basi untuk bertahan hidup ditengah pandemi ini, dan bahkan untuk mandi saja mereka mengandalkan air hujan baru bisa mandi. Disisi lain terdapat sorang bapak tujuh orang anak menjajakan hp rusak dengan harga 10 ribu untuk membeli beras dalam masa pandemi ini.

Dan di kelurahan sari rejo Medan Polonia, dimana seorang pria berusia 40 tahun nekat mencuri sekarung beras untuk makan keluarganya ditengah pandemi Covid 19 ini. Dalam menjawab masalah kebutuhan dasar masyarakat ini tentunya pemerintah telah berupaya dengan memberikan bantuan seperti Bantuan tunai langsung (BLT), Bantuan sosial (Bansos), dan bantuan lainnya. Namun bantuan ini dapat menimbulkan distorsi apabila pemerintah di akar rumput tidak secara merata memberikan bantuan tersebut dan timpang tindih dalam memberikan bantuan antara yang betul-betul terdampak dan tidak  seperti yang terjadi di Jakarta kenyataan BLT di lapangan .

Kedua, pembatasan ruang belajar. proses pembelajaran dengan tatap muka di sekolah dan di kampus pun diganti dengan metode daring melalui aplikasi-aplikasi belajar online yang ditawarkan yang tentunya efektivitas dari pembelajaran daring tersebut sangatlah berbeda dengan situasi di sekolah dan tentunya tidak semua siswa dapat mengikutinya dengan baik. Kendala seperti jaringan internet sangatlah rentan akan itu.

Ketiga, pembatasan kegiatan ibadah. Kegiatan ibadah di tempat ibadah pun turut dibatasi seperti masjid dan gereja, karena masyarakat yang masuk beribadah ke tempat ibadah tersebut tidak dapat dipastikan membawa virus atau tidaknya yang ditakuti berpotensi menularkan virus tersebut.

Bersiap Untuk New Normal

Belum lagi tuntas dalam efektifitas pembatasan sosial berskala besar, pemerintah negara ini bersiap untuk menerapkan kebijakan new normal, sembari menunggu datangnya vaksin untuk penangkal covid 19, New normal berarti memasuki masa normal baru dimana masyarakat dibawa untuk beraktifitas kembali secara normal meskipun sejatinya keadaan belum senantiasa normal, karena masyarakat tetap harus menggunakan masker di luar rumah dan tetap menjaga jarak sosial di luar rumah.

Masih merangkak dibawa berlari nampaknya akan jatuh, Karena sampai saat ini pun penyebaran covid 19 masih begitu masif tercatat pada 31 mei 2020, jumlah kasus positif covid 19 di Indonesia bertambah 700 kasus dengan total 26.473 orang positif (covid19.go.id).

Di satu sisi, nampaknya pemerintah hanya ikut-ikutan saja dengan manifestasi negara lain tanpa orientasi yang relevan dengan situasi masyarakat saat ini. Seperti, penerapan lockdown di negara lain karantina wilayah di negara ini. Physical distancing di negara lain, pembatasan sosial di negara ini, pun new normal. Alih-alih menerapkan pembatasan sosial berskala besar untuk memutus rantai penyebaran malah berdampak pada  ekonomi masyarakat dan sebagian masyarakat juga tidak paham betul dengan situasi saat ini.

Aznil Amar
Aznil Amar
Mahasiswa Ilmu Politik
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.