Tahun 2016 sembilan bank di tanah air harus mengurangi 7.216 pegawainya, raksasa taxi tanah air Blue Bird harus rela laba periode tahun berjalannya turun 42,3% di kuartal III 2016. PT. Mitra Adiperkasa Tbk (MAP) terpaksa harus menutup gerai Lotus dan Debenhamsnya. World Economic Forum meramal 5 juta jenis pekerjaan akan hilang pada tahun 2020, dimana penyumbang terbesar dicetak oleh golongan kerah putih dan pegawai administrasi. Dua puluh tahun lalu kantor adalah sebuh gedung permanen dengan tumpukan berkas dimana orang hilir mudik, namun hari ini begitu mata melek dari tidur, kantor hanyalah sebuah layar ukuran 14 inchi, dimana semua pekerjaan beres dengan sepuluh jemari kita.
Penggalan diatas hanya sekelumit cerita perihal bagaimana disruption menyerang. Disruption mau tidak mau telah merubah model dan strategi dalam berbisnis. Hal-hal yang dianggap berhasil di masa lalu hanyalah sebuah sejarah. Maka benarlah, disruption adalah sebuah keniscayaan, demikianlah perubahan tersebut akan terus terjadi. Hal yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri.
Hari-hari ini masif terdengar sejumlah perusahaan harus tumbang satu persatu karena digilas para start-up berbasis digital. Hasilnya tidak main-main, usaha-usaha yang telah dirintis puluhan bahkan ratusan tahun harus rela melihat pemain-pemain baru bergeliat merebut pasar para pemain lama.
Pertanyaanya, apakah disruption hanyalah milik abad-21? Jawabannya adalah tidak! Kalau kita sepakat setiap hari terjadi perubahan maka istilah disruption seharusnya menjadi tidak asing lagi bagi kita. Dari pada pusing memikirkan istilah disruption lebih baik kita merubah mindset kita kalau dunia hari ini memang telah menemukan titik equilibrium barunya. Ibarat pendulum yang terus bergerak, pada suatu titik dia akan menuju sebuah titik kesetimbangan.
Perubahan akan mindset ini kelak akan merubah cara-cara kita dalam menghadapi arus perubahan yang sangat kencang. Merubah mindset dengan berpandangan bahwa dunia ini memang telah menemukan equilibrium barunya berarti menuntut adanya inovasi dari setiap individu maupun organisasi. Hanya dengan berinovasilah maka arus perubahan sekencang apapun akan dapat dihadapi.
Paul Romer, ekonom asal Amerika dalam hipothesanya menyebutkan bahwa hanya inovasi dan “knowledge-based product” lah yang menjadi sumber pertumbuhan yang tidak akan habis-habisnya bagi sebuah perekonomian. Pandangan ini meruntuhkan arus ekonom traditional yang menyebutkan bahwa suatu saat pertumbuhan akan terhenti karena terbatasanya sumber daya. Pendeknya inovasi memungkinkan pertumbuhan terus menerus, tiada henti.
Dibalik terminologi inovasi, pengetahuan adalah sebuah fondasi kokoh berdirinya inovasi. Dalam hal inilah kita melihat vitalnya peranan knowledge management dalam era disruptif kini. Karena hanya melalui pengetahuan yang dikelola dengan baiklah maka akan muncul inovasi-inovasi yang baru.
“The one sure source of lasting competitive advantage is knowledge.” – Ikujiro Nonaka,The Knowledge-Creating Company
Knowledge management memungkinkan aset pengetahuan sebuah organisasi tersimpan dengan baik dan dapat digunakan kembali kapan dibutuhkan, maka dengan adanya knowledge management pulalah perusahaan tidak perlu pusing ketika mereka harus kehilangan para pegawai terbaiknya karena tacit knowledge yang dia miliki telah terkodifikasi dengan baik.
Pendeknya, knowledge management adalah kunci keberhasilan menghadapi era disruption. Karena saat ini berlaku adagium “Disrupt or be Disrupted”
Penulis adalah salah satu co-founder kelolailmu.com
kelolailmu.com adalah sebuah platform berbagi pengetahuan yang didirikan oleh Andre Andhara (founder) dan Faiza (co-founder)
sumber gambar: https://www.tonyrobbins.com/career-business/what-disruption-really-means/