Sabtu, April 27, 2024

Kisah Raden Joyo Si Setan Kuburan, Akhir Sebuah Ketamakan

Maxhavellar
Maxhavellar
Seorang Blogger, Kadang Suka Jalan-jalan, Kadang suka Diam, Content Creator, Juru Ketik, Web Developer, dan Penggiat Literasi Nahdlatul Ulama.

Urip ki mung mampir ngombe. bondo, donya mung titipan. Bechik eling bondo donya mung titipan, gawe urip urip bareng bebrayan marang liyan.

Contoh baik mengenai dari kutipan di atas mungkin bisa dilihat dalam setan kuburan, 1975, yang dibintangi Benyamin S (Salim), Yati Octavia (Lilis), Mansjur Sjah (Raden Joyoprono). Lakon Utamanya Salim, pemuda Betawi, tetapi alur utama ceritanya bertutur tentang kelakuan seorang rentenir Raden Joyoprono. 

Saban hari Raden Joyoprono berkeliling kampungnya untuk menagih hutang dari satu tempat ke tempat, yang tak lain pengutangnya adalah tetangganya sendiri. Hutang-hutang tetangga pada Raden Joyo, makin hari makin numpuk, meski dibayar, namun bunganya sepertinya tak mau habis. Keluarga Karto salah satunya, meski sudah membayar hutangnya dengan tiga kerbau, tak cukup melunasi hutang yang diambilnya dari Raden Joyo, alhasil rumahpun disita, karena kerbau yang dimiliki hanya cukup membayar bunga.

Kehidupan keluarga Raden Joyo begitu berkecukupan, namun karena saking ingin hartanya terus menumpuk, dunia hitam rentenir dia lakoni. Raden joyo sebenarnya hidup prihatin, makan ala kadarnya berlaukkan tahu tempe meski harta berlimpah.

Klimaks dari cerita ini terjadi saat pengusiran keluarga Karto dari rumahnya di mana saat itu istrinya sedang sakit keras. Di bawah pohon saat jelang hujan, istri Karto tidak tahan, dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Di frame lain, Raden Joyo menyusuri jalanan di tengah angin yang sedang bertiup kencang. Setelah memasukkan kambing-kambingnya ke dalam kandang, Raden Joyo menuju rumah. Belum sempat sampai rumah, sebuah dahan pohon lumayan besar patah menimpa. Raden Joyopun tewas.

Nuansa mistis, terbangun dengan karakter perkampungan yang khas tempo dulu. Suasana gelap pekat, menyan, malam Jum’at, kuburan, kucing hitam, asma Tuhan.

Berbeda dengan film horor model sekarang, atau yang berkembang di tahun-tahun 80-90-an, film ini berhasil membangun dirinya tanpa bintang-bintang seksi yang mengumbar tubuhnya. Dan sepertinya berhasil membuat nuansa seram yang menarik ditonton tanpa menampilkan bintang film asing, yang bisanya hanya pamer kemolekannya.

Film ini berhasil memadukan antara genre komedi dan genre horor, tanpa menghilangkan kesan keduanya bagi penonton. Hal yang belum saya temukan dalam film-film horor saat ini yang memadukan dua genre ini. Kadang malah cukup sulit menyebut, ini film horor, film komedi, atau film erotis? Film horor sekarang kalau tidak ada adegan erotisnya katanya nggak laku. Entah pakem dari mana. 

Film Banyolan-banyolan benyamin s, dengan keluguan orang kampungnya berhasil membuat film ini hidup. Suasana kampung di malam hari membuat film terasa sekali seramnya.

Yang lebih menarik dari film ini menurut saya, adalah pesan tentang ketamakan tuan tanah sekaligus rentenir, Raden Joyoprono. Raden Joyo yang terbukti meski memiliki harta berlimpah, rasa-rasanya tak diperlihatkan dalam film bahwa hidupnya bahagia. Semua kekayaannya tak dibawanya saat kematian menjemputnya. Sampai orang-orang kampung diteror pocong Raden Joyo yang menagih hutang, kita diberi tahu bahwa harta kekayaan yang dimiliki seseorang sebatas paling lama dimiliki saat ia sampai jelang kematiannya. Lepas bahwa di akhir cerita film ini muncul dua jenis pocong, yang satu benar-benar pocong Raden Joyo yang belum ikhlas menerima kematiannya, satunya pocong jadi-jadian, pengawal Raden Joyo. Pengawal ini diminta bu Joyo untuk menakut-nakuti warga kampung yang belum membayar hutang.

Hal penting lainnya, saya begitu menikmati cara-cara hidup orang kampung yang ditampilkan dalam film ini. Keluguan dan ketulusan mereka, bahkan termasuk Raden Joyo sendiri. Meski rentenir dan tak berbelas kasih saat menagih hutang, sosok Raden Joyo yang ramah bisa kita dapati saat Salim dan temannya datang ke rumahnya. Saya bahkan tidak melihat sosok Raden Joyo yang bengis dalam frame ini. 

Sedang, yang lain, ketulusan tetangga Raden Joyo begitu lekatnya dalam diri mereka secara umum. Meski mereka tahu pasti Raden Joyo orang yang tak berbelas kasih saat menagih hutang, tetapi dalam fim ini mereka sama sekali tak nampak memberikan satu warna kebencian dalam batin mereka. Raden Joyo dan keluarganya tetap dibantu oleh warga disaat ditimpa musibah. 

Rasa-rasanya memang film ini menekankan aspek ini, dan tidak begitu mengumbar aspek kebencian. Jauh dari apa yang kita saksikan dari film atau sinetron yang bermunculan saat ini, hampir yang nampak kebencian, dendam, iri, dengki, keculasan, dan bagaimana menindas yang lain, tiap hari kita menyaksikan hal itu.

Maxhavellar
Maxhavellar
Seorang Blogger, Kadang Suka Jalan-jalan, Kadang suka Diam, Content Creator, Juru Ketik, Web Developer, dan Penggiat Literasi Nahdlatul Ulama.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.