Selasa, Oktober 8, 2024

Kilas Balik Direbutnya Kembali Madiun dari PKI Amir Moeso

Puji Khuwata
Puji Khuwata
Mahasiswa Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Selain sebagai mahasiswa juga aktif di Persyarikatan Muhammadiyah.

Tepat 73 tahun yang lalu Karesidenan Madiun berhasil sepenuhnya dikuasai oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), bukan hanya wilayah Karesidenan Madiun, wilayah di luar Karesidenan Madiun seperti Purwantoro, Cepu, Sukoharjo pun dikuasanya. Namun Tentara Nasional Indonesia yang kemudian hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Timur, TNI yang bergabung dengan Laskar Hisbullah, Barisan Sabillilah, dan PNI mengepung Karesidenan Madiun.

Tentara merah PKI hanya secara fisik menjaga kota-kota yang dikuasainya, mereka memang berhasil merebut kota-kota yang mereka kuasai, namun tidak dengan hati rakyat di kota-kota dan desa-desa yang masih mempercayai kepemimpinan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Amir Moeso selaku PKI meyakini bahwa merebut kekuasaan dengan cara kekerasan merupakan jalan mencapai kemenangan. Pertanyaanya adalah mengapa PKI melakukan Kudeta di tengah Republik Indonesia sedang melakukan perlawanan terhadap Imperalis Kerajaan Protestan Belandan dan sekutu?

Dalam doktrin mereka, selain melalui War of the Road to Communist Revolution (perang sebagai jalan menuju revolusi komunis) and to the world dictatorship of communist party (sebagai jalan terwujudnya dunia kepemimpinan diktator sistem partai komunis). Dapat dilihat bahwa revolusi Oktober 1917 dimenangkan ketika Tsar Nicholas sedang terlibat dalam perang dunia 1, 1914-1919.

Menurut Lenin War is part of a whole atau perang sebagai bagian dari keseluruhan, apa yang dimaksud lenin dengan keseluruhan? Lenin menjelaskan bahwa the whole is politics dan keseluruhan tersebut adalah politik.

Amir Moeso melihat Indonesia seperti Rusia di tengah perang Dunia 1, di bawah kondisi perang inilah Revolusi Oktober 1917 berhasil menumbangkan Tsar Nicholas dan menegakan Unisoviet Rusia, hal ini kemudian di contoh ketika perang mempertahankan kemerdekaan, PKI melancarkan kudeta di Madiun, ajaran Marxsime yang menyatakan bahwa agama menjadi candu bagi rakyat dipraktikan di Indonesia dengan ulama dijadikan sasaran target pembantaian.

Padahal bangsa Indonesia sangat mencintai agama dan para pemimpin agama karena dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, ulama selalu tampil sebagai pembela rakyat yang tertindas oleh imperalis Barat dan Timur, pembataian terhadap Ulama membangkitkan kebencian rakyat terhadap kejahatan PKI.

Amir Moeso tidak melihat dari sisi perbedaan antara Indonesia dan rusia, di Rusia jelas bahwa rakyat tertindas oleh Tsar Nicholas dan tentaranya, namun di Indonesia justru karena Proklamasi 17 Agustus 1945 yang di inisiasi oleh Soekarno-Hatta dari penjajahan imperalis Belanda membuat rakyat mencintai dua sosok negaraan tersebut, ketika terjadi kudeta oleh PKI maka hal tersebut malah menjadi bumerang bagi PKI.

Kemudian, setelah kudeta 19 September 1948, Amir, Moeso dan Soemarsono mencoba untuk menghasut rakyat agar membenci Soekarno-Hatta, kelaparan dan penderitaan rakyat dalam masa perang Kemerdekaan akibat dari kesalahan pemerintah Soekarno-Hatta, Rakyat tidak diingatkan bahwa kelaparan dan penderitaan terjadi akibat Indonesia sedang diblokade oleh Tentara Belanda.

Provokasi dan hasutan Amir Moeso terhadap rakyat tidak mempan, karena rakyat dalam masa perang sadar dan menerima dengan Ikhlas, misalnya rakyat di Bandung ikhlas membumihangsukan rumah-rumah mereka, sikap rakyat di Jawa yang selalu menghormati pemimpinnya baik pemimpin pamong praja maupun pimpinan militer dan partai politik yang sah.

Akibatnya rakyat di desa beramai-ramai membantu TNI dalam perang bergerilya. Di bawah kondisi rakyat dan pelajar di Madiun yang menampakan sikap kesetiaannya pada pemerintah soekarno-hatta, maka presiden soekarno memerintahkan agar rebut kembali Madiun dari tangan PKI Amir Moeso.

Panglima Besar Soedirman memerintahkan Siliwangi dan Brigade S, merebut kembali Madiun secepatnya. Akhir kudeta, Tentara Merah mundur meninggalkan madiun ke dungus, dari kediri sebelum Tentara Merah mampu mensolidasikan, di dungus diserbu oleh Sabaroeddin dari Brigade S, akhirnya pimpinan PKI lari dan gerakannya terpecah menjadi dua arah.

Moeso melarikan diri ke arah Ponorogo sedangkan Amir dengan segenap Tentara Merahnya mundur ke arah Purwodadi, sebelum melarikan diri PKI melakukan pembantaian masal di Gorang Gareng Magetan dan Takeran Maospati, serta di sebelah Timur Madiun. Kompi Soemardi bersama kompi Hizbullah bergerak dari Trenggalek kediri menuju Ponorogo, di semanding Moeso dan pengawalnya bertemu dengan Kompi Soemardi dan Kompi Hisbullah, terjadilah kontak tembak yang tidak dapat dihindari lagi, disinilah berakhirnya kepemimpinan Moeso, tertembak mati.

Puji Khuwata
Puji Khuwata
Mahasiswa Universitas Aisyiyah Yogyakarta. Selain sebagai mahasiswa juga aktif di Persyarikatan Muhammadiyah.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.