Tulisan ini mohon dibaca dengan keyakinan tinggi dan kemantapan jiwa. Mengapa? Karena dengan adanya sedikit keraguan, maka akan timbul bara api yang memunculkan tindak kekerasan kepada penulis. Sebuah upaya refleksi tindakan nabi Muhammad SAW dengan tindakan-tindakan kita sebagai pengikutnya di masa kini. Mengapa ada kekerasan? Mengapa ada kebencian? Dua hal yang mendasar akibat adanya sebuah ketakutan, rendahnya keyakinan dan pesimis dalam tindakan hidup yang diakibatkan serangkaian aktivitas dari manusia untuk manusia oleh manusia.
Mengapa bisa begitu? Penulis perlu menjelaskan dengan alur seperti ini. Di Indonesia bentuk ideologi sangatlah banyak, di Orde Lama ada ideologi Komunis, Nasionalis dan Agama yang oleh bung Karno disatukan menjadi Ideologi Pancasila. Di dalam Pancasila ada tiga nafas tersebut, Nasakom, yang berakibat saling berupaya untuk menguasai satu sama lain sehingga terjadi perpecahan di tandai dengan sejarah tahun 1965. Tidak ingin terulang kedua kalinya, Orde Baru dengan kebijakan penyerderhanaan partai (tiga partai) menginginkan stabilitas ekonomi dan politik membuatnya menjadi Orde yang bertahan paling lama. Walaupun juga berbentuk demokrasi, namun nyatanya merupakan demokrasi semu, ada kontrol yang kuat dari pusat.
Begitu Orde Baru jatuh, merdekalah kebebasan berpendapat serta berpikir, bahkan pers yang dulu dikontrol oleh negara sekarang dapat bertindak tanpa perlu takut dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Dalam perjalanannya, Pancasila tetap dipegang teguh sebagai dasar negara, tapi pada kenyataannya belum ada tindakan yang maksimal untuk menerapkannya. Suap, korupsi, perampokan, pencurian, pembunuhan, kecelakaan di jalan raya karena ingin cepat sampai ke tujuan (apapun caranya) bukanlah bentuk dasar pancasila.
Dimana letak tindakan sila kedua, ketiga, dan kelima dalam aplikasi nyata, jika, sila kesatu saja, masih diperdebatkan? Masih ada upaya memaksa untuk memasukkan tujuh kata yang dihapus oleh para tokoh perumus demi tegaknya khilafah. Seruan aksi 299 yang menginginkan khilafah merupakan bukti tidak yakinnya mereka terhadap Pancasila sebagai dasar negara. Mengapa? Karena masih banyak celah para pemimpin negeri yang tertangkap melakukan tindakan tercela, seperti suap dan korupsi.
Mengapa masih saja ada suap dan korupsi? Karena, mereka masih belum yakin bahwa jabatan yang diembannya dapat memuaskan dahaga kesejahteraan. Mengutip nyanyian Doraemon “Ingin ini dan itu dan banyak sekali,” sehingga masih menerima suap dan korupsi dana demi keuntungan memperkaya diri sendiri. Disisi lain, penegakkan khilafah bahkan DI/TII tidak ada dalil baik dari hadist maupun firman dalam kitab suci untuk menegakkan negara islam, kecuali hanya kesempurnaan agama. Walaupun begitu, ada beberapa masyarakat yang beranggapan bahwa agama islam masih belum sempurna sehingga begitu ada sentilan sedikit mereka akan memaksa dengan cara yang kasar untuk meyakinkan. Mengapa begitu?
Kita perlu meneladani tindakan nabi Muhammad SAW, dimana beliau pernah ditimpuk batu hingga berdarah dan kotoran, namun beliau tidak marah. Malah sang penimpuk tersebut ketika sakit, sang Baginda malah menjenguknya. Mengapa? Karena beliau yakin bahwa orang-orang yang melempar dan menimpuk itu belum di buka rahmat dan berkah oleh-Nya. Oleh sebab itu, dengan keyakinan tinggi dan kemantapan jiwa, Baginda Rasulullah membantu untuk membuka pintu berkah dan rahmat-Nya dengan selembut-lembunya. Bukan dengan tindakan kekerasan, hanya masalah sepele karena agama atau bahkan Tuhan dihina. Keduanya telah sempurna.
Sesuatu yang sempurna haruslah diyakini dengan sunguh-sungguh mantab. Dengan yakin dapat dikatakan bahwa mereka yang menghina agama dan Tuhan masih belum mengetahui ajaran islam yang sesungguhnya. Ini yang belum dimengerti dan dipahami oleh masyarakat yang masih banyak dan mudah untuk dipengaruhi karena kekurangan bahan bacaan serta paham namun dengan sepotong-sepotong.
Dengan demikian, jika para pemimpin negeri ini mampu bertindak sesuai dengan ideologi Pancasila secara meyakinkan, maka diharapkan tindakan kekerasan yang dapat menghambat kemajuan dapat sirna. Rakyat berperilaku sesuai dengan tindakan pemimpinnya, jika pemimpinya bertindak onar dan berperilaku semena-mena, maka begitu pula tindakan rakyat yang dipimpinnya. Kecuali, mereka yang berkeyakinan bahwa masih ada titik terang dan perilaku-perilaku terpuji yang dapat dijadikan contoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekian.